Roy Suryo Bicara Dugaan Penyebab Ledakan Suara PSI di Sirekap, dari Suara Tidak Sah?
Senin, 04 Maret 2024 - 08:04 WIB
JAKARTA - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB, Roy Suryo turut menyoroti ledakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) KPU dalam beberapa waktu terakhir. Roy Suryo menduga ledakan suara itu akibat mengambil suara tidak sah.
Mantan anggota DPR RI ini mencontohkan hasil rekapitulasi suara di TPS 004 Bulakan Cibeber, Cilegon, Banten. Dari data Sirekap, PSI meraup 69 suara, sedangkan ada 1 suara tidak sah.
"Namun jika dilihat dari foto C-Hasil yang diunggah di Sirekap kondisi berbeda terlihat. Dalam foto C. hasil suara PSI faktanya tertulis 1 suara, sedangkan suara tidak sah 69," ucap Roy dalam keterangannya dikutip, Senin (4/3/2024).
Tak hanya itu, kejanggalan raihan suara PSI pada Sirekap KPU juga dilihat Roy di TPS 009, Bendoharjo, Gabus, Grobogan, Jawa Tengah. Dalam Sirekap KPU, kata Roy, tertulis PSI meraih 50 suara dan ada 2 suara tidak sah.
"Namun setelah ditelusuri di foto C-Hasil, suara PSI faktanya tertera 2 suara, sedangkan suara tidak sah di foto C.Hasil mencapai 50 suara," ucap Roy.
Dari kejanggalan di atas, Roy mengaku tidak kaget atau merasa aneh. Sebagai mantan anggota DPR dua periode, ia menyebut pencurian dan penggelembungan suara juga pernah terjadi pada Pileg 2009 dan 2014.
Roy mengaku, dirinya kehilangan sekitar 50.000 suara pada Pileg 2009. Ia mengaku sempat meraih 140.000 suara. Namun, suara itu terus menyusut hingga 91 ribu suara. Ia menyebut, modus pencurian suara saat itu ada dua jenis. Pertama, kata Roy, bisa melalui oknum saksi atau penyelenggara pemilu.
"Caleg dimungkinkan untuk memindahkan suara caleg lain bisa sesama Partai, dengan bantuan oknum saksi atau lintas partai dengan bantuan oknum KPUD tersebut," ucap Roy.
"Pemindahannya pun bisa secara diam-diam alias mencuri atau memang transaksional, sepengetahuan caleg lain yang bersedia dibeli suaranya, maka disini dikenal istilah NPWP (nomor piro wani piro)," ucap Roy.
Kendati demikian, ia menilai ada persamaan kasus pencurian suara antara pileg dulu dengan sekarang. Meskipun, kata Roy, modus pencurian suara pileg masa lalu antar caleg sesama partai.
"Waktu itu baru antar caleg sesama Partai. Kini Modusnya sudah berkembang ke transaksional lintas Partai bahkan mengambil suara tidak sah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan atau akan dimusnahkan," terang Roy.
Mantan anggota DPR RI ini mencontohkan hasil rekapitulasi suara di TPS 004 Bulakan Cibeber, Cilegon, Banten. Dari data Sirekap, PSI meraup 69 suara, sedangkan ada 1 suara tidak sah.
"Namun jika dilihat dari foto C-Hasil yang diunggah di Sirekap kondisi berbeda terlihat. Dalam foto C. hasil suara PSI faktanya tertulis 1 suara, sedangkan suara tidak sah 69," ucap Roy dalam keterangannya dikutip, Senin (4/3/2024).
Tak hanya itu, kejanggalan raihan suara PSI pada Sirekap KPU juga dilihat Roy di TPS 009, Bendoharjo, Gabus, Grobogan, Jawa Tengah. Dalam Sirekap KPU, kata Roy, tertulis PSI meraih 50 suara dan ada 2 suara tidak sah.
"Namun setelah ditelusuri di foto C-Hasil, suara PSI faktanya tertera 2 suara, sedangkan suara tidak sah di foto C.Hasil mencapai 50 suara," ucap Roy.
Dari kejanggalan di atas, Roy mengaku tidak kaget atau merasa aneh. Sebagai mantan anggota DPR dua periode, ia menyebut pencurian dan penggelembungan suara juga pernah terjadi pada Pileg 2009 dan 2014.
Roy mengaku, dirinya kehilangan sekitar 50.000 suara pada Pileg 2009. Ia mengaku sempat meraih 140.000 suara. Namun, suara itu terus menyusut hingga 91 ribu suara. Ia menyebut, modus pencurian suara saat itu ada dua jenis. Pertama, kata Roy, bisa melalui oknum saksi atau penyelenggara pemilu.
"Caleg dimungkinkan untuk memindahkan suara caleg lain bisa sesama Partai, dengan bantuan oknum saksi atau lintas partai dengan bantuan oknum KPUD tersebut," ucap Roy.
"Pemindahannya pun bisa secara diam-diam alias mencuri atau memang transaksional, sepengetahuan caleg lain yang bersedia dibeli suaranya, maka disini dikenal istilah NPWP (nomor piro wani piro)," ucap Roy.
Kendati demikian, ia menilai ada persamaan kasus pencurian suara antara pileg dulu dengan sekarang. Meskipun, kata Roy, modus pencurian suara pileg masa lalu antar caleg sesama partai.
"Waktu itu baru antar caleg sesama Partai. Kini Modusnya sudah berkembang ke transaksional lintas Partai bahkan mengambil suara tidak sah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan atau akan dimusnahkan," terang Roy.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda