Demo Kecurangan Pemilu Marak, Syahganda: Ekspresi Kemarahan Publik
Jum'at, 01 Maret 2024 - 19:29 WIB
JAKARTA - Direktur Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan menyebutkan, berbagai demo tolak kecurangan Pemilu 2024 yang terus bermunculan, sejatinya sebuah bentuk kemarahan masyarakat sekaligus perasaan publik.
"Ini sudah hampir di seluruh Indonesia, ini kelihatannya kemarahan umum, kemarahan umum yang disebut perasaan publik, yang mana merasa Pemilu curang," ujarnya dalam acara Inews Today pada Jumat (1/3/2024).
Menurutnya, merupakan tradisi baik untuk sebuah bangsa jika dia dicurangi dan haknya terganggu, mereka harus marah. Kemarahan itu bisa dilakukan dengan berbagai langkah, salah satunya dengan demonstrasi, sebagaiman demonstrasi tolak kecurangan Pemilu 2024 yang dilakukan di berbagai daerah, seperti Medan hingga Purwokerto.
Dia menerangkan, berdemokrasi dalam pemilu itu dilakukan untuk mencari pemimpin yang sah dan dicintai masyarakat. Maka itu, manakala terjadi kecurangan Pemilu, jika memang Pemilu harus dilakukan ulang tentu itu harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pemimpin yang dicintai tersebut.
"Kita ini berdemokrasi untuk mencari pemimpin yang legitimate, pemimpin yang dicintai rakyatnya, kalau itu harganya harus diulang Pemilu yah harus kita lakukan. Kalau Pemilu ini curang disebabkan oleh Jokowi (Presiden Joko Widodo), Jokowi harus dimakzulkan, kalau curang dilakukan oleh KPU, (Komisioner) KPU harus diganti," tuturnya.
Syahganda menambahkan, adanya hak angket diharapkan bisa dilaksanakan dan bisa menujukan adanya kecurangan-kecurangan dalam Pemilu itu. Dengan begitu, DPR bakal memiliki hak menyatakan pendapat, salah satunya untuk digelarnya kembali Pemilu demi mendapatkan pemimpin yang dicintai rakyat tersebut.
"Terpenting kan hasil pembuat hak angket itu nanti bisa menunjukkan politik ini curang, sekarang kan perasan umum rakyat kita tahu ini curang, tapi nanti dibuktikan secara politik oleh DPR, setelah angket DPR akan punya hak untuk menyatakan pendapat, apa hak menyatakan pendapat itu, misal salah satunya Pemilu dilakukan ulang," tutupnya.
"Ini sudah hampir di seluruh Indonesia, ini kelihatannya kemarahan umum, kemarahan umum yang disebut perasaan publik, yang mana merasa Pemilu curang," ujarnya dalam acara Inews Today pada Jumat (1/3/2024).
Menurutnya, merupakan tradisi baik untuk sebuah bangsa jika dia dicurangi dan haknya terganggu, mereka harus marah. Kemarahan itu bisa dilakukan dengan berbagai langkah, salah satunya dengan demonstrasi, sebagaiman demonstrasi tolak kecurangan Pemilu 2024 yang dilakukan di berbagai daerah, seperti Medan hingga Purwokerto.
Dia menerangkan, berdemokrasi dalam pemilu itu dilakukan untuk mencari pemimpin yang sah dan dicintai masyarakat. Maka itu, manakala terjadi kecurangan Pemilu, jika memang Pemilu harus dilakukan ulang tentu itu harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pemimpin yang dicintai tersebut.
"Kita ini berdemokrasi untuk mencari pemimpin yang legitimate, pemimpin yang dicintai rakyatnya, kalau itu harganya harus diulang Pemilu yah harus kita lakukan. Kalau Pemilu ini curang disebabkan oleh Jokowi (Presiden Joko Widodo), Jokowi harus dimakzulkan, kalau curang dilakukan oleh KPU, (Komisioner) KPU harus diganti," tuturnya.
Syahganda menambahkan, adanya hak angket diharapkan bisa dilaksanakan dan bisa menujukan adanya kecurangan-kecurangan dalam Pemilu itu. Dengan begitu, DPR bakal memiliki hak menyatakan pendapat, salah satunya untuk digelarnya kembali Pemilu demi mendapatkan pemimpin yang dicintai rakyat tersebut.
"Terpenting kan hasil pembuat hak angket itu nanti bisa menunjukkan politik ini curang, sekarang kan perasan umum rakyat kita tahu ini curang, tapi nanti dibuktikan secara politik oleh DPR, setelah angket DPR akan punya hak untuk menyatakan pendapat, apa hak menyatakan pendapat itu, misal salah satunya Pemilu dilakukan ulang," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda