Masalah Klasik Dibalik Rendahnya Serapan Anggaran Daerah
Jum'at, 14 Agustus 2020 - 09:07 WIB
Namun, ada juga serapan anggaran rendah karena masalah konflik politik di daerah, seperti Kabupaten Jember. Sampai hari APBD-nya belum disahkan karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan bupatinya ribut dan sedang dalam proses pemakzulan. Robert menegaskan situasi politik seperti itu tidak boleh dibiarkan. Pemerintah pusat harus turun tangan.
“Kalau problem teknis, prosedur, dan sebagainya, harus ada tindakan khusus. Kita saat ini situasinya tidak normal, maka tidak bisa menggunakan cara-cara dan proses lama. Menteri Keuangan sudah mulai mendorong relaksasi belanja dana desa. Kemendagri membuat regulasi relaksasi APBD desa,” katanya.
(Baca: Belanja 31 Daerah di Bawah 25%, Kemendagri: Biar Masyarakat yang Menilai)
Sejak tahun 2001 hambatan dalam pengeluaran anggaran itu selalu sama, yakni politik, teknis, dan hukum. Robert menerangkan jika masalahnya politik, seperti lambatnya pengesahan APBD itu harus disemprit oleh pemerintah pusat. Lambatnya pengesahan akan merembet ke belanja daerah yang ikut telat.
“Kalau masalahnya teknis, harus dicari masalahnya. Terkait hukum itu soal regulasi yang mungkin membingungkan dan menjebak, itu perlihat oleh Kemendagri. Jadi kasus per kasus harus dilihat,” pungkasnya.
“Kalau problem teknis, prosedur, dan sebagainya, harus ada tindakan khusus. Kita saat ini situasinya tidak normal, maka tidak bisa menggunakan cara-cara dan proses lama. Menteri Keuangan sudah mulai mendorong relaksasi belanja dana desa. Kemendagri membuat regulasi relaksasi APBD desa,” katanya.
(Baca: Belanja 31 Daerah di Bawah 25%, Kemendagri: Biar Masyarakat yang Menilai)
Sejak tahun 2001 hambatan dalam pengeluaran anggaran itu selalu sama, yakni politik, teknis, dan hukum. Robert menerangkan jika masalahnya politik, seperti lambatnya pengesahan APBD itu harus disemprit oleh pemerintah pusat. Lambatnya pengesahan akan merembet ke belanja daerah yang ikut telat.
“Kalau masalahnya teknis, harus dicari masalahnya. Terkait hukum itu soal regulasi yang mungkin membingungkan dan menjebak, itu perlihat oleh Kemendagri. Jadi kasus per kasus harus dilihat,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda