Kepala BKKBN Ungkap Botol Tidak Steril Sebabkan Anak Diare
Kamis, 29 Februari 2024 - 17:03 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan pentingnya pemberian ASI kepada bayi dibandingkan memberikan susu botol. Hasto mengingatkan para ibu agar berhati-hati ketika memberikan susu untuk bayi atau balita, khususnya dalam penggunaan botol susu.
“Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak yang mengalami diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul-betul disteril,” katanya pada Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Aceh 2024 di Hotel Ayani, Banda Aceh, Provinsi Aceh, Rabu (28/2/2024).
Selain itu, dokter Hasto mengatakan, usia perkawinan juga mempengaruhi terjadinya stunting terhadap bayi yang dilahirkan. Sebab, pernikahan di usia anak juga menentukan kesehatan ibu saat hamil.
Dia menuturkan, perempuan yang melahirkan pada usia anak berisiko mengalami kondisi kurang darah dan berisiko melahirkan anak stunting. Dia menambahkan bahwa faktor lain yang menyebabkan lahir anak stunting yaitu melahirkan di atas usia 35 tahun. “Di Aceh masih banyak ibu-ibu yang melahirkan di atas usia 35 tahun,” ungkapnya.
Dokter kandungan kelahiran 30 Juli 1964 ini menjelaskan, ciri khas stunting adalah bertubuh pendek. Tetapi, kata dokter Hasto, pendek belum tentu stunting. Ciri yang lebih khas lagi, katanya, anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.
Dia melanjutkan, ketika dewasa, anak stunting akan mengalami central obes yang menyebabkan mudah terkena penyakit seperti darah tinggi, jantung, dan stroke. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan sejumlah hal yang harus dilakukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh agar penanganan stunting dan intervensi yang dilakukan tepat sasaran, sehingga target nasional prevalensi stunting bisa turun hingga 14% pada 2024.
Mengambil contoh Aceh, target prevalensi stunting di wilayah itu pada 2024, menurut dokter Hasto, sebesar 19,0%. Pada 2023, Aceh diberi target turun sebesar 23,69%. Kini Aceh bersama 11 provinsi lokus stunting di Indonesia sedang menunggu hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI). Hingga kini SKI belum dilaunching.
Sebagaimana diketahui, prevalensi stunting Aceh pada 2021 sebesar 33,2%, dan pada 2022 turun dua digit menjadi 31,2% (hasil SSGI 2022). “Cegah stunting penting di periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPH), sejak terjadinya konsepsi sampai usia bayi dua tahun. Dalam masa tersebut pola asuh dan asupan yang berkualitas seperti ikan perlu diberikan kepada anak. Sebab 80 persen kecerdasan anak terbentuk di 1.000 HPK. Ini sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya,” katanya.
“Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak yang mengalami diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul-betul disteril,” katanya pada Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting Aceh 2024 di Hotel Ayani, Banda Aceh, Provinsi Aceh, Rabu (28/2/2024).
Selain itu, dokter Hasto mengatakan, usia perkawinan juga mempengaruhi terjadinya stunting terhadap bayi yang dilahirkan. Sebab, pernikahan di usia anak juga menentukan kesehatan ibu saat hamil.
Dia menuturkan, perempuan yang melahirkan pada usia anak berisiko mengalami kondisi kurang darah dan berisiko melahirkan anak stunting. Dia menambahkan bahwa faktor lain yang menyebabkan lahir anak stunting yaitu melahirkan di atas usia 35 tahun. “Di Aceh masih banyak ibu-ibu yang melahirkan di atas usia 35 tahun,” ungkapnya.
Dokter kandungan kelahiran 30 Juli 1964 ini menjelaskan, ciri khas stunting adalah bertubuh pendek. Tetapi, kata dokter Hasto, pendek belum tentu stunting. Ciri yang lebih khas lagi, katanya, anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.
Dia melanjutkan, ketika dewasa, anak stunting akan mengalami central obes yang menyebabkan mudah terkena penyakit seperti darah tinggi, jantung, dan stroke. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan sejumlah hal yang harus dilakukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh agar penanganan stunting dan intervensi yang dilakukan tepat sasaran, sehingga target nasional prevalensi stunting bisa turun hingga 14% pada 2024.
Mengambil contoh Aceh, target prevalensi stunting di wilayah itu pada 2024, menurut dokter Hasto, sebesar 19,0%. Pada 2023, Aceh diberi target turun sebesar 23,69%. Kini Aceh bersama 11 provinsi lokus stunting di Indonesia sedang menunggu hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI). Hingga kini SKI belum dilaunching.
Sebagaimana diketahui, prevalensi stunting Aceh pada 2021 sebesar 33,2%, dan pada 2022 turun dua digit menjadi 31,2% (hasil SSGI 2022). “Cegah stunting penting di periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPH), sejak terjadinya konsepsi sampai usia bayi dua tahun. Dalam masa tersebut pola asuh dan asupan yang berkualitas seperti ikan perlu diberikan kepada anak. Sebab 80 persen kecerdasan anak terbentuk di 1.000 HPK. Ini sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda