BKKBN Genjot Turunkan Stunting dan Unmet Need di 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa BKKBN akan menggenjot pencapaian target-target di 2024, di antaranya penurunan stunting, penurunan total fertility rate (TFR). Kemudian, prevalensi kontrasepsi modern (mCPR), kelahiran menurut umur atau Age Specific Fertility Rate (ASFR), dan kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need).
Dia menuturkan, BKKBN juga harus bisa meningkatkan Indeks Capaian Reformasi Birokrasi, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Arsip dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan berbasis digital yang lincah, kolaboratif, dan akuntabel.
“Sebetulnya yang kita mau fokus di antaranya tentang stunting. Stunting betul-betul butuh kerja keras karena stunting kita targetkan 14% di 2024,” jelas Hasto Wardoyo ditemui sesaat setelah membuka acara Konsolidasi Program Dukungan Manajemen Nasional dalam Percepatan Capaian Bangga Kencana dan Penurunan Stunting Tahun Anggaran 2024 di Hotel MG Setos, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (23/2/2024).
Fokus kedua adalah menurunkan angka unmet need, bahwa selama pandemi Covid-19 akseptor yang semestinya mendapat pelayanan KB, tapi belum terlayani. Kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need) 7,70 persen pada 2023, ditargetkan menjadi 7,40 persen pada 2024.
Dokter Hasto juga menginformasikan capaian prevalensi kontrasepsi modern (mCPR) pada 2023 sebesar 62,92 persen, ditargetkan menjadi 63,41 persen pada 2024. “Target-target ini harus dipetakan di depan untuk kemudian dicapai. Kinerja-kinerja lain yang sifatnya administratif dan juga menunjukkan akuntabilitas, LKIP, SAKIP, nilainya harus juga bagus. Target-target itu yang menjadikan indikator kinerja,” tambahnya.
Usia pernikahan juga menjadi fokus kinerja BKKBN di 2024. Dia meminta jangan terlalu muda dan terlalu tua ketika melahirkan. “Itu artinya perempuan-perempuan kalau kawin jangan terlalu muda, jangan kurang dari 20 tahun. Target BKKBN 22 tahun. Tapi juga jangan terlalu tua. Jadi, kalau jomblo jangan lama-lama. Terlalu muda dan terlalu tua risiko stuntingnya juga tinggi,” terangnya.
Dia pun menginformasikan bahwa BKKBN mempunyai indeks baru, yaitu Indeks Pembangunan Keluarga atau iBangga. Indeks ini terkait keluarga yang mandiri, tenteram dan bahagia, dengan target di atas 60 dan saat ini telah mencapai 61. “Ini indeks pembangunan keluarga seperti happiness index,” tuturnya.
Pada acara yang sama, Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dalam sambutannya mengklaim bahwa Semarang telah berhasil menurunkan angka stunting di bawah 10%. “Alhamdulillah, penurunan angka stunting kelihatan nyata di Kota Semarang. Kami juga berharap nantinya dengan program yang ada di Semarang bisa menjadikan stunting turun terus menerus, turun secara signifikan,” ujar Hevearita.
Optimisme wali kota lantaran didukung sebuah program bernama “Rumah Pelita”. Ini merupakan program tempat atau ‘daycare’ penitipan khusus anak stunting. “Ternyata program ini bisa menurunkan hampir 60% kasus stunting di Kota Semarang,” kata Hevearita.
Ia berharap program daycare akan terus bertambah. Tidak hanya untuk anak stunting, tetapi juga anak-anak yang berisiko stunting. Ia juga berharap eliminasi penyakit TB (tuberkulosis) di Semarang pada tahun 2028 yang juga bisa berpengaruh terhadap penurunan stunting.
Acara Konsolidasi ini merupakan ajang evaluasi dan konsolidasi pelaksanaan dukungan manajemen program yang akan dicapai pada 2024. Acara ini dihadiri Direktur Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi RB Akuntabilitas Pengawasan III Kementerian PAN-RB; Direktorat KPAPO, Kementerian PPN/Bappenas; Sekretaris Utama BKKBN; para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama BKKBN di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.
Hadir juga Kepala Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah; Tim Kerja Perencanaan dan Kinerja (LAKIP dan DAK) Provinsi; Tim Kerja Umum (Pengelola Arsip) Provinsi; para Pejabat Administrator, Pejabat Fungsional, dan Pelaksana di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.
Dia menuturkan, BKKBN juga harus bisa meningkatkan Indeks Capaian Reformasi Birokrasi, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Arsip dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan berbasis digital yang lincah, kolaboratif, dan akuntabel.
“Sebetulnya yang kita mau fokus di antaranya tentang stunting. Stunting betul-betul butuh kerja keras karena stunting kita targetkan 14% di 2024,” jelas Hasto Wardoyo ditemui sesaat setelah membuka acara Konsolidasi Program Dukungan Manajemen Nasional dalam Percepatan Capaian Bangga Kencana dan Penurunan Stunting Tahun Anggaran 2024 di Hotel MG Setos, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (23/2/2024).
Fokus kedua adalah menurunkan angka unmet need, bahwa selama pandemi Covid-19 akseptor yang semestinya mendapat pelayanan KB, tapi belum terlayani. Kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need) 7,70 persen pada 2023, ditargetkan menjadi 7,40 persen pada 2024.
Dokter Hasto juga menginformasikan capaian prevalensi kontrasepsi modern (mCPR) pada 2023 sebesar 62,92 persen, ditargetkan menjadi 63,41 persen pada 2024. “Target-target ini harus dipetakan di depan untuk kemudian dicapai. Kinerja-kinerja lain yang sifatnya administratif dan juga menunjukkan akuntabilitas, LKIP, SAKIP, nilainya harus juga bagus. Target-target itu yang menjadikan indikator kinerja,” tambahnya.
Usia pernikahan juga menjadi fokus kinerja BKKBN di 2024. Dia meminta jangan terlalu muda dan terlalu tua ketika melahirkan. “Itu artinya perempuan-perempuan kalau kawin jangan terlalu muda, jangan kurang dari 20 tahun. Target BKKBN 22 tahun. Tapi juga jangan terlalu tua. Jadi, kalau jomblo jangan lama-lama. Terlalu muda dan terlalu tua risiko stuntingnya juga tinggi,” terangnya.
Dia pun menginformasikan bahwa BKKBN mempunyai indeks baru, yaitu Indeks Pembangunan Keluarga atau iBangga. Indeks ini terkait keluarga yang mandiri, tenteram dan bahagia, dengan target di atas 60 dan saat ini telah mencapai 61. “Ini indeks pembangunan keluarga seperti happiness index,” tuturnya.
Pada acara yang sama, Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dalam sambutannya mengklaim bahwa Semarang telah berhasil menurunkan angka stunting di bawah 10%. “Alhamdulillah, penurunan angka stunting kelihatan nyata di Kota Semarang. Kami juga berharap nantinya dengan program yang ada di Semarang bisa menjadikan stunting turun terus menerus, turun secara signifikan,” ujar Hevearita.
Optimisme wali kota lantaran didukung sebuah program bernama “Rumah Pelita”. Ini merupakan program tempat atau ‘daycare’ penitipan khusus anak stunting. “Ternyata program ini bisa menurunkan hampir 60% kasus stunting di Kota Semarang,” kata Hevearita.
Ia berharap program daycare akan terus bertambah. Tidak hanya untuk anak stunting, tetapi juga anak-anak yang berisiko stunting. Ia juga berharap eliminasi penyakit TB (tuberkulosis) di Semarang pada tahun 2028 yang juga bisa berpengaruh terhadap penurunan stunting.
Acara Konsolidasi ini merupakan ajang evaluasi dan konsolidasi pelaksanaan dukungan manajemen program yang akan dicapai pada 2024. Acara ini dihadiri Direktur Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi RB Akuntabilitas Pengawasan III Kementerian PAN-RB; Direktorat KPAPO, Kementerian PPN/Bappenas; Sekretaris Utama BKKBN; para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama BKKBN di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.
Hadir juga Kepala Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah; Tim Kerja Perencanaan dan Kinerja (LAKIP dan DAK) Provinsi; Tim Kerja Umum (Pengelola Arsip) Provinsi; para Pejabat Administrator, Pejabat Fungsional, dan Pelaksana di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.
(rca)