ICW Temukan Data Anomali di 339 TPS pada Sirekap
Sabtu, 24 Februari 2024 - 10:56 WIB
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam pemantauannya menemukan data anomali terkait data terkait Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang mengungkap perolehan suara Pemilu 2024.
"Kami pantau di seluruh TPS di Indonesia dan menemukan paling tidak, paling sedikitnya ada 339 TPS yang ditemukan ada selisih suara karena adanya perbedaan formulir C1 dengan jumlah yang muncul di Sirekap," ujar Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha dikutip, Sabtu (24/2/2024).
Secara umum terkait temuannya dalam hal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, semua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terjadi kenaikan suara dari data anomali yang berhasil ditemukan ICW.
"Tapi paslon yang paling besar itu adalah paslon 02 dengan 47,70 persen suara yang lebih besar dibanding formulir C1," jelasnya.
ICW mendesak agar temuan-temuan data anomali ini bisa menjadi perhatian yang sangat serius bagi semua pihak, terkhusus Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyedia akses informasi tersebut.
"Karena bisa jadi ada praktik kecurangan walaupun kita masih mendapatkan penjelasannya mengenai sistem gitu ya. Namun yang perlu kita lihat juga apakah sistem itu sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik," pungkasnya.
"Kami pantau di seluruh TPS di Indonesia dan menemukan paling tidak, paling sedikitnya ada 339 TPS yang ditemukan ada selisih suara karena adanya perbedaan formulir C1 dengan jumlah yang muncul di Sirekap," ujar Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha dikutip, Sabtu (24/2/2024).
Secara umum terkait temuannya dalam hal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, semua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terjadi kenaikan suara dari data anomali yang berhasil ditemukan ICW.
"Tapi paslon yang paling besar itu adalah paslon 02 dengan 47,70 persen suara yang lebih besar dibanding formulir C1," jelasnya.
ICW mendesak agar temuan-temuan data anomali ini bisa menjadi perhatian yang sangat serius bagi semua pihak, terkhusus Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyedia akses informasi tersebut.
Baca Juga
"Karena bisa jadi ada praktik kecurangan walaupun kita masih mendapatkan penjelasannya mengenai sistem gitu ya. Namun yang perlu kita lihat juga apakah sistem itu sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda