Masalah Ketentuan Sanksi dalam UU Pemilu 2017

Kamis, 22 Februari 2024 - 11:35 WIB
Jika demikian halnya, maka sepatutnya dapat dikatakan bahwa Pemilu sama dengan pesta pura-pura berdemokrasi yang dibalut dengan peraturan perundang-undangan untuk menampakkan bahwa NKRI adalah negara yang menjunjung tinggi. Memuliakan hukum serta melindungi hak-hak 270 juta jiwa rakyat untuk melaksanakan pesta demokrasi.

Keberadaan Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan perangkat pelaksana KPPS dan Majelis Kode Etik Pemilu dan Mahkamah Sidang Pemilu memang diakui. Termasuk Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi sekaligus tempat menyelesaikan sengketa Pemilu. Namun semua lembaga tersebut di atas tampak lumpuh menegakkan demokrasi dan konstitusi serta peraturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan Pemilu 2024.

Dapat dikatakan lembaga-lembaga negara yang diberikan mandat oleh 270 juta rakyat Indonesia tidak berdaya dan tidak mampu melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan amanah/mandat UUD 45 dan peraturan perundang-undangan. Dalam sejarah penyelenggaraan tujuh kali pemilu maka penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sangat parah dan buruk serta kecurangan-kecurangan terburuk ini bersumber pada penggunaan sistem elektronik canggih yang keliru atau disalahgunakan untuk kepentingan salah satu paslon.

Berita terakhir mengemukakan, sebanyak 780 TPS harus dilakukan Pemilu ulang dan 584 TPS harus dilakukan penghitungan susulan (Koran Jakarta, 22 Februari 2024). Berarti sebanyak 1.364 TPS bermasalah dalam Pemilu 2024 atau alias telah terjadi kecurangan.

Pengertian istilah kecurangan itu sendiri tidak ditemukan di dalam UU Pemilu 2017 tetapi hanya dicantumkan pengertian, pelanggaran atas larangan Pemilu, sengketa Pemilu, dan perselisihan dalam Pemilu. Merujuk data pelanggaran sebagaimana direkomendasikan Bawaslu tersebut semakin jelas bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 telah gagal.

Ini jika diukur dari total dana Pemilu yang berasal dari APBN yang telah dikeluarkan untuk keperluan pemilu tersebut. Dana Pemilu 204 meliputi tahapan pertama untuk realisasi 2022 sebesar Rp3,17 triliun. Realisasi 2023 sebesar Rp29,9 triliun, dan untuk realisasi 2024 sebesar Rp38,2 triliun.

Sedangkan untuk KPU dan Bawaslu sebesar Rp26,1 triliun dan melalui K/L sebesar Rp3,8 triliun. Sehingga total dana APBN yang telah dikucurkan untuk Pemilu 2024 sebesar Rp71,27 triliun.

Bertolak dari keadaan dan masalah penyelenggaraan Pemilu 2024 tersebut dapat diterima secara akal sehat dan patut munculnya rencana Paslon 01 dan 03 mengajukan usulan hak angket melalui DPR. Berarti jika hak angket menyatakan mosi tidak percaya karena telah terjadi pelanggaran UUD dan UU dalam proses Pemilu 20124 akan memakan biaya tambahan Pemilu yang tidak sedikit menguras APBN dan devisa.

Solusi ke depan yang dipandang penting dan mendesak adalah perubahan ketentuan pidana, penyelesaian sengketa, dan ketentuan mengenai perselisihan Hasil Pemilu yang lebih tegas, akurat dan berkepastian hukum, berkeadilan dan bermanfaat serta dapat menimbulkan efek jera terhadap baik pemilih maupun anggota parpol atau masyarakat yang berhak dipilih.

Terlebih penting dan utama adalah memperketat syarat-syarat untuk menjadi calon anggota legislatif serta syarat calon presiden dan wakil presiden, baik batas usia bawah maupun batas usia atas. Perubahan-perubahan yang diusulkan agar dapat memberikan edukasi yang baik dan positif kepada seluruh rakyat Indonesia. Termasuk yang menghendaki ikut berpartisipasi dalam membangun bangsa dan negara secara amanah, jujur dan memiliki semangat dan loyalitas yang kuat kepada bangsa dan NKRI.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More