Analisis Politik Pascamanuver Surya Paloh Bertemu Jokowi
Selasa, 20 Februari 2024 - 07:59 WIB
Artinya, jika akhirnya mereka memilih bergabung dengan kekuasaan, maka mereka sejatinya tengah menjilat ludah sendiri, dan menipu rakyat yang memilih partainya setelah terbuai oleh janji-janji perubahan dan narasi kritis kontra-pemerintah yang mereka munculkan.
"Rakyat bisa menuding, narasi kritis dan narasi perubahan yang selama ini mereka kampanyekan ternyata hanya gimmick murahan, sehingga wajar jika rakyat akan bertanya, siapa yang sesungguhnya tidak beretika?" katanya.
Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi, kata Khoirul Umam, juga memunculkan pertanyaan lanjutan. Jika Nasdem hendak masuk ke pemerintahan yang semula dituding tidak demokratis dan tidak beretika, lalu mengapa malah bertemua dengan Jokowi? Sementara dalam sistem presidensial, kekuasaan tertinggi seharusnya berada di tangan Prabowo jika hasil perhitungan suara KPU nantinya selaras dengan quick count. Apakah hal itu menegaskan bahwa Prabowo hanya petugas Jokowi? Apakah Prabowo atau Jokowi yang memiliki hak veto politik dalam menentukan komposisi dan jatah Menteri dalam pemerintahan selanjutnya? Ataukah ini semua merupakan tanda-tanda lahirnya akar kontestasi baru bagi hadirnya matahari kembar di internal Koalisi Indonesia Maju, yang masing-masing pihak merasa memiliki saham politik lebih tinggi dibanding yang lainnya?
"Hal ini bisa kita uji dan cermati melalui dinamika pasca 20 Oktober 2024 akan menentukan," katanya.
Khoirul Umam mengatakan, berdasarkan informasi spekulatif, Partai Nasdem dikabarkan positif akan masuk ke pemerintahan setelah mengeruk ceruk massa pro-perubahan yang menentang pemerintahan. Lingkaran Istana dan Prabowo sendiri juga sedang mengusahakan pendekatan untuk meyakinkan PDIP bersedia ikut mem-back up pemerintahan Prabowo ke depan, sebagaimana PDIP dulu mempersilakan Prabowo masuk ke kekuasaan pascakekalahan dari Jokowi di Pilpres 2019.
Sementara, Khoirul Umam melihat PPP tidak kuat bertahan dari luar kekuasaan dan akan terus mencari jalan untuk bergabung. Sedangkan jika PKS dan PKB bergabung, tampaknya agak problematik di fase awal. Sebab, PKS tergolong paling kuat menyerang pemerintahan Jokowi, sedangkan PKB sendiri intens menggunakan slepet-nya untuk menghantam kredibilitas pemerintahan dan Jokowi secara personal.
"Namun, semua itu akan bergantung pada basis kebutuhan penciptaan stabilitas politik dan pemerintahan di fase awal transisi kekuasaan Prabowo ke depan," katanya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
"Rakyat bisa menuding, narasi kritis dan narasi perubahan yang selama ini mereka kampanyekan ternyata hanya gimmick murahan, sehingga wajar jika rakyat akan bertanya, siapa yang sesungguhnya tidak beretika?" katanya.
Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi, kata Khoirul Umam, juga memunculkan pertanyaan lanjutan. Jika Nasdem hendak masuk ke pemerintahan yang semula dituding tidak demokratis dan tidak beretika, lalu mengapa malah bertemua dengan Jokowi? Sementara dalam sistem presidensial, kekuasaan tertinggi seharusnya berada di tangan Prabowo jika hasil perhitungan suara KPU nantinya selaras dengan quick count. Apakah hal itu menegaskan bahwa Prabowo hanya petugas Jokowi? Apakah Prabowo atau Jokowi yang memiliki hak veto politik dalam menentukan komposisi dan jatah Menteri dalam pemerintahan selanjutnya? Ataukah ini semua merupakan tanda-tanda lahirnya akar kontestasi baru bagi hadirnya matahari kembar di internal Koalisi Indonesia Maju, yang masing-masing pihak merasa memiliki saham politik lebih tinggi dibanding yang lainnya?
"Hal ini bisa kita uji dan cermati melalui dinamika pasca 20 Oktober 2024 akan menentukan," katanya.
Khoirul Umam mengatakan, berdasarkan informasi spekulatif, Partai Nasdem dikabarkan positif akan masuk ke pemerintahan setelah mengeruk ceruk massa pro-perubahan yang menentang pemerintahan. Lingkaran Istana dan Prabowo sendiri juga sedang mengusahakan pendekatan untuk meyakinkan PDIP bersedia ikut mem-back up pemerintahan Prabowo ke depan, sebagaimana PDIP dulu mempersilakan Prabowo masuk ke kekuasaan pascakekalahan dari Jokowi di Pilpres 2019.
Sementara, Khoirul Umam melihat PPP tidak kuat bertahan dari luar kekuasaan dan akan terus mencari jalan untuk bergabung. Sedangkan jika PKS dan PKB bergabung, tampaknya agak problematik di fase awal. Sebab, PKS tergolong paling kuat menyerang pemerintahan Jokowi, sedangkan PKB sendiri intens menggunakan slepet-nya untuk menghantam kredibilitas pemerintahan dan Jokowi secara personal.
"Namun, semua itu akan bergantung pada basis kebutuhan penciptaan stabilitas politik dan pemerintahan di fase awal transisi kekuasaan Prabowo ke depan," katanya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(abd)
tulis komentar anda