Polri Tegaskan Tempuh Cara Preventif untuk Tegakkan Protokol Kesehatan
Kamis, 13 Agustus 2020 - 15:48 WIB
JAKARTA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono menegaskan, dalam penegakan protokol kesehatan di masyarakat Polri menggunakan cara preventif dan preemtif.
(Baca juga: Luhut Sebut Arak Bali Mampu Turunkan Angka Penderita Covid-19)
Awi mengatakan bahwa operasi untuk penegakan protokol kesehatan agar masyarakat aman dari Covid-19 adalah operasi kemanusiaan. "Karena memang kita ini operasinya operasi kemanusiaan. Dan kita sampaikan lebih ke preventif preentif," ucapnya dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (13/8/2020).
(Baca juga: Bertambah 28 Kasus, Total 1.322 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi Covid-19)
Awi juga mengatakan bahwa dalam penegakan sanksi kepada masyarakat pelanggar protokol kesehatan ada di tangan Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah. "Jadi pada intinya Polri mendorong pemerintah daerah untuk membuat peraturan daerah. Karena memang dalam ke sini yang dikedepankan adalah pemerintah daerah," katanya.
Awi pun mendorong Pemda untuk mendesain sanksi dalam rangka penegakan hukumnya. "Tapi tetap di Perda itu juga silakan pemerintah daerah masing-masing mendesain Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Wali kota dan itu penegakan hukumnya yang melaksanakan adalah satuan Polisi Pamong Praja. Kami sifatnya membantu mereka-mereka terkait dengan pelaksanaannya penegakan hukumnya," tuturnya.
Namun kata Awi, jika pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Karantina, ITE maupun KUHP itu sudah masuk ke ranah Polri. "Di sisi lain, memang ada hal-hal yang memang ada pelanggaran misalnya undang-undang karantina, terkait dengan UU ITE dan mungkin terkait dengan KUHP itu ranah kepolisian," jelasnya.
Ia pun menegaskan, tindakan represif adalah pilihan terakhir dalam memberikan sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan. "Makanya kita sampaikan tindakan represif itu yang paling terakhir. Tetap preentif preventif yang kita kedepankan," tegas Awi.
Namun, kata Awi sesuai Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 telah ditetapkan sanksi-sanksinya.
"Inpres Nomor 6 sudah disampaikan mulai untuk sanksi-sanksi itu. Mulai dari sanksi tertulis, kemudian teguran itupun bertahap. Ada sifatnya denda administratif pencabutan izin dan lain-lain," kata Awi.
Awi pun memberikan apresiasi kepada Pemda yang memberikan saksi sosial agar menjadi efek jera kepada pelanggar protokol kesehatan. "Tren sekarang ini banyak soalnya pemerintah daerah melaksanakan terkait hukuman ini dengan fungsi sanksi sosial dengan melakukan kerja sosial itu luar biasa itu. Saya pikir itu bagus dan mengingatkan kepada yang bersangkutan menjadi efek jera," ujarnya.
(Baca juga: Luhut Sebut Arak Bali Mampu Turunkan Angka Penderita Covid-19)
Awi mengatakan bahwa operasi untuk penegakan protokol kesehatan agar masyarakat aman dari Covid-19 adalah operasi kemanusiaan. "Karena memang kita ini operasinya operasi kemanusiaan. Dan kita sampaikan lebih ke preventif preentif," ucapnya dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (13/8/2020).
(Baca juga: Bertambah 28 Kasus, Total 1.322 WNI di Luar Negeri Terkonfirmasi Covid-19)
Awi juga mengatakan bahwa dalam penegakan sanksi kepada masyarakat pelanggar protokol kesehatan ada di tangan Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah. "Jadi pada intinya Polri mendorong pemerintah daerah untuk membuat peraturan daerah. Karena memang dalam ke sini yang dikedepankan adalah pemerintah daerah," katanya.
Awi pun mendorong Pemda untuk mendesain sanksi dalam rangka penegakan hukumnya. "Tapi tetap di Perda itu juga silakan pemerintah daerah masing-masing mendesain Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Wali kota dan itu penegakan hukumnya yang melaksanakan adalah satuan Polisi Pamong Praja. Kami sifatnya membantu mereka-mereka terkait dengan pelaksanaannya penegakan hukumnya," tuturnya.
Namun kata Awi, jika pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Karantina, ITE maupun KUHP itu sudah masuk ke ranah Polri. "Di sisi lain, memang ada hal-hal yang memang ada pelanggaran misalnya undang-undang karantina, terkait dengan UU ITE dan mungkin terkait dengan KUHP itu ranah kepolisian," jelasnya.
Ia pun menegaskan, tindakan represif adalah pilihan terakhir dalam memberikan sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan. "Makanya kita sampaikan tindakan represif itu yang paling terakhir. Tetap preentif preventif yang kita kedepankan," tegas Awi.
Namun, kata Awi sesuai Inpres Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 telah ditetapkan sanksi-sanksinya.
"Inpres Nomor 6 sudah disampaikan mulai untuk sanksi-sanksi itu. Mulai dari sanksi tertulis, kemudian teguran itupun bertahap. Ada sifatnya denda administratif pencabutan izin dan lain-lain," kata Awi.
Awi pun memberikan apresiasi kepada Pemda yang memberikan saksi sosial agar menjadi efek jera kepada pelanggar protokol kesehatan. "Tren sekarang ini banyak soalnya pemerintah daerah melaksanakan terkait hukuman ini dengan fungsi sanksi sosial dengan melakukan kerja sosial itu luar biasa itu. Saya pikir itu bagus dan mengingatkan kepada yang bersangkutan menjadi efek jera," ujarnya.
(maf)
tulis komentar anda