BP2MI Perbaiki Tata Kelola Penempatan ABK di Luar Negeri
Kamis, 13 Agustus 2020 - 11:24 WIB
JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terus berusaha membenahi tata kelola penempatan dan perlindungan anak buah kapal (ABK) di luar negeri. Hal ini membutuhkan sinergi dan melibatkan sejumlah stakeholders.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), disebutkan ABK merupakan PMI. Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan akan mengatur dan menata kembali dari aspek paling fundamental, yakni perlindungan dan penataan PMI ABK dari hulu hingga hilir secara tuntas. (Baca juga: BP2MI Perketat Protokol Kesehatan dalam Pengiriman Pekerja Migran)
Dia mengajak semua pihak mengawal penyusunan peraturan pemerintah (PP) tentang tata kelola awak kapal perikanan dan kapal niaga. “Dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi yang melibatkan bukan hanya pemerintah, tetapi semua pihak,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (13/8/2020).
BP2MI meminta non-government organization (NGO) sebagai perwakilan masyarakat sipil dan pelaku usaha yang selama ini menjadi mitra strategis untuk bahu-membahu membenahi tata kelola penempatan ABK. BP2MI memiliki tiga catatan mengenai rancangan PP tersebut. (Baca juga: Puluhan Ribu Calon Pekerja Migran Dikirim Lagi ke Luar Negeri, BP2MI Jadi 'Pengawal')
Pertama, hilangnya kewenangan BP2MI dalam membuat petunjuk teknis tentang penempatan awak kapal niaga dan kapal perikanan migran. Kedua, masa transisi yang terlalu lama untuk peralihan surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) menjadi surat izin perusahaan penempatan migran Indonesia (SIP3MI).
Masa peralihan itu membutuhkan waktu dua tahun. Ketiga, masalah ego sektoral yang masih terasa dalam pembahasan rancangan PP tersebut. BP2MI, menurut Benny, sebagai penerima mandat UU telah bekerja semaksimal mungkin dalam menerima dan menindaklanjuti pengaduan mengenai permasalahan yang dialami ABK.
Sejak 1 Januari 2018 hingga semester pertama tahun ini, ada 496 kasus ABK yang mengadukan ke BP2MI. Kasus yang dialami ABK didominasi masalah eksploitasi. “Kerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait, BP2MI berupaya memfasilitasi pemenuhan tuntutan dan hak-hak para ABK. Pada 2 Juni 2020, Kami sudah melimpahkan 415 kasus ABK ke Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), disebutkan ABK merupakan PMI. Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan akan mengatur dan menata kembali dari aspek paling fundamental, yakni perlindungan dan penataan PMI ABK dari hulu hingga hilir secara tuntas. (Baca juga: BP2MI Perketat Protokol Kesehatan dalam Pengiriman Pekerja Migran)
Dia mengajak semua pihak mengawal penyusunan peraturan pemerintah (PP) tentang tata kelola awak kapal perikanan dan kapal niaga. “Dibutuhkan kerja sama dan kolaborasi yang melibatkan bukan hanya pemerintah, tetapi semua pihak,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (13/8/2020).
BP2MI meminta non-government organization (NGO) sebagai perwakilan masyarakat sipil dan pelaku usaha yang selama ini menjadi mitra strategis untuk bahu-membahu membenahi tata kelola penempatan ABK. BP2MI memiliki tiga catatan mengenai rancangan PP tersebut. (Baca juga: Puluhan Ribu Calon Pekerja Migran Dikirim Lagi ke Luar Negeri, BP2MI Jadi 'Pengawal')
Pertama, hilangnya kewenangan BP2MI dalam membuat petunjuk teknis tentang penempatan awak kapal niaga dan kapal perikanan migran. Kedua, masa transisi yang terlalu lama untuk peralihan surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) menjadi surat izin perusahaan penempatan migran Indonesia (SIP3MI).
Masa peralihan itu membutuhkan waktu dua tahun. Ketiga, masalah ego sektoral yang masih terasa dalam pembahasan rancangan PP tersebut. BP2MI, menurut Benny, sebagai penerima mandat UU telah bekerja semaksimal mungkin dalam menerima dan menindaklanjuti pengaduan mengenai permasalahan yang dialami ABK.
Sejak 1 Januari 2018 hingga semester pertama tahun ini, ada 496 kasus ABK yang mengadukan ke BP2MI. Kasus yang dialami ABK didominasi masalah eksploitasi. “Kerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait, BP2MI berupaya memfasilitasi pemenuhan tuntutan dan hak-hak para ABK. Pada 2 Juni 2020, Kami sudah melimpahkan 415 kasus ABK ke Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda