Hadiri Perayaan Nasional Tahun Baru Imlek, Wapres Singgung Budaya Malu dan Etika
Senin, 12 Februari 2024 - 12:08 WIB
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin mengingatkan soal budaya malu dan etika saat menghadiri perayaan nasional Hari Raya Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), di Jakarta, Senin (12/2/2024).
Pada kesempatan itu, Wapres mengatakan, Tahun Baru Imlek, bagi umat Konghucu, merupakan momen refleksi dan perayaan syukur yang amat penting.
"Perayaan ini diwarnai dengan semangat memperbarui diri, sebagaimana tercermin dari tema yang diangkat, yakni malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu," kata Wapres dalam sambutannya.
Wapres mengatakan, tema ini sarat makna, baik dalam konteks refleksi hubungan antara individu dengan Tuhannya, maupun antar-sesama dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rasa malu, kata Wapres, merupakan sifat fundamental untuk terwujudnya kebaikan, sekaligus untuk menciptakan jarak dari keburukan.
"Seseorang yang memiliki rasa malu akan takut melakukan tindakan yang tidak sesuai norma, nilai, dan etika. Dengan demikian, ia tidak akan melakukan perbuatan yang menyakiti sesamanya," ujarnya.
Wares pun mengungkapkan, dalam ajaran Islam Rasulullah SAW bersabda: "Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu…". "Hal ini bermakna, rasa malu sebagai sebuah faktor yang dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan tidak terpuji, dan mendorongnya untuk berbuat kebajikan," tuturnya.
Sementara dalam falsafah ketimuran, kata Wapres, budaya malu yang dimiliki masyarakat nusantara sejatinya merupakan nilai luhur yang telah tertanam turun-temurun.
"Namun, patut disadari bahwa budaya malu dapat luntur, seiring dengan makin kuatnya desakan zaman yang mengaburkan standar-standar etika dan moral masyarakat," ucap Wapres.
Oleh karena itu, Wapres berharap, agar seluruh pemuka agama, termasuk pemuka agama Konghucu memiliki peran penting dalam membudayakan rasa malu di kalangan umat.
"Ajaran, nasihat, dan edukasi kepada umat terus diperlukan, agar rasa malu dalam diri individu mampu berkembang menjadi sebuah tata nilai komunal, yang mengukuhkan identitas bangsa. Dengan demikian, keteraturan, kerukunan, dan persatuan bangsa ini senantiasa terpelihara," pungkasnya.
Pada kesempatan itu, Wapres mengatakan, Tahun Baru Imlek, bagi umat Konghucu, merupakan momen refleksi dan perayaan syukur yang amat penting.
"Perayaan ini diwarnai dengan semangat memperbarui diri, sebagaimana tercermin dari tema yang diangkat, yakni malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu," kata Wapres dalam sambutannya.
Wapres mengatakan, tema ini sarat makna, baik dalam konteks refleksi hubungan antara individu dengan Tuhannya, maupun antar-sesama dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rasa malu, kata Wapres, merupakan sifat fundamental untuk terwujudnya kebaikan, sekaligus untuk menciptakan jarak dari keburukan.
"Seseorang yang memiliki rasa malu akan takut melakukan tindakan yang tidak sesuai norma, nilai, dan etika. Dengan demikian, ia tidak akan melakukan perbuatan yang menyakiti sesamanya," ujarnya.
Wares pun mengungkapkan, dalam ajaran Islam Rasulullah SAW bersabda: "Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu…". "Hal ini bermakna, rasa malu sebagai sebuah faktor yang dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan tidak terpuji, dan mendorongnya untuk berbuat kebajikan," tuturnya.
Sementara dalam falsafah ketimuran, kata Wapres, budaya malu yang dimiliki masyarakat nusantara sejatinya merupakan nilai luhur yang telah tertanam turun-temurun.
"Namun, patut disadari bahwa budaya malu dapat luntur, seiring dengan makin kuatnya desakan zaman yang mengaburkan standar-standar etika dan moral masyarakat," ucap Wapres.
Oleh karena itu, Wapres berharap, agar seluruh pemuka agama, termasuk pemuka agama Konghucu memiliki peran penting dalam membudayakan rasa malu di kalangan umat.
"Ajaran, nasihat, dan edukasi kepada umat terus diperlukan, agar rasa malu dalam diri individu mampu berkembang menjadi sebuah tata nilai komunal, yang mengukuhkan identitas bangsa. Dengan demikian, keteraturan, kerukunan, dan persatuan bangsa ini senantiasa terpelihara," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda