Pentingnya Manajemen Lembaga Riset di Indonesia
Rabu, 12 Agustus 2020 - 06:52 WIB
Manajemen berarti mengelola. Seorang pengelola alias manajer atau pemimpin sebuah lembaga riset perlu memikirkan strategi membangun, mempertahankan, dan meningkatkan reputasi lembaga riset yang dipimpinnya. Manajemen riset memiliki dua unsur terpenting, yaitu sumber daya manusia (SDM) unggul yang berkualitas dan infrastruktur.
SDM unggul dalam lembaga riset bukan saja ditekankan pada SDM Iptek (peneliti atau perekayasa), melainkan juga perlu memperhatikan kepiawaian SDM pendukung Iptek. Lembaga riset yang baik tidak akan mengabaikan peran SDM pendukung Ipteknya. Mengapa demikian?
Seorang peneliti misalnya, dapat melakukan penelitian dan menghasilkan suatu produk atau invensi yang berkualitas apabila dapat melakukannya dengan lebih fokus. Artinya, peneliti seyogianya meneliti dan tidak dibebani pekerjaan administratif, seperti mengurus berkas pertanggungjawaban keuangan, persuratan, hingga strategi komunikasi mendiseminasikan dan memasyarakatkan hasil penelitiannya. Di sinilah pentingnya peran SDM pendukung Iptek dalam mendukung dunia penelitian.
Mengenai infrastruktur, setiap peneliti mungkin memiliki bidang peminatan, kemampuan riset, dan tantangan yang beragam satu sama lain. Setiap peneliti memiliki kebutuhan yang berbeda-beda pula untuk menunjang aktivitas penelitiannya. Oleh karena itu, manajemen riset di Indonesia perlu mengelola kebutuhan riset peneliti tersebut demi terciptanya kinerja riset peneliti Indonesia yang unggul.
Pada lingkup lembaga riset, prestasi boleh jadi diartikan sebagai produktivitas. Angka produktivitas idealnya diikuti dengan tingkat kualitas. Masyarakat awam juga perlu mengetahui bahwa butuh waktu yang tidak sebentar dalam melakukan riset dan menghasilkan produk riset yang berkualitas.
Kemampuan riset ilmiah (scientific research capability) merupakan salah satu alat ukur kinerja riset di suatu lembaga riset. Lembaga riset perlu memetakan dan mengidentifikasi karakteristik dan permasalahan, termasuk kemampuan riset ilmiah, dan seluruh SDM yang dimiliki.
Reputasi bukan hanya dibangun dari sekumpulan kisah kesuksesan. Pemerintah bersama litbangjirap, perguruan tinggi, badan usaha, dan lembaga penunjang saat ini semakin semangat memberikan perhatian terhadap riset dan inovasi di Indonesia.
Sepanjang pandemi Covid-19 misalnya, cerita dan berita terkait kontribusi para peneliti, dokter, tenaga kesehatan, tenaga pendukung kesehatan, dan SDM pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya viral di masyarakat. Ini membuktikan kepercayaan publik terhadap dedikasi, kontribusi, kemandirian, dan perhatian terhadap riset dan inovasi telah terbangun.
Berdasarkan pendapat Stahl dan Sitkin (2005) dan Aula dan Tienari (2011), reputasi bagaikan refleksi kepercayaan publik terhadap institusi. Reputasi merupakan aset tak berwujud yang dibentuk dari sikap, etika, dan prestasi. Ketiga unsur yang dibangun tersebut terimplementasikan salah satunya dalam pelaksanaan prosedur penelitian dan pemanfaatan inovasi bagi publik.
Contohnya, sesuai arahan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Hakteknas, bahwa inovasi tidak mudah dan harus melewati banyak tahap seperti proses sertifikasi, uji klinis (jika berkaitan dengan obat-obatan), izin produksi, dan izin edar. Keseluruhan proses tersebut mencerminkan sikap, etika, dan prestasi yang berpengaruh kepada kepercayaan publik terhadap hasil riset dan inovasi Indonesia.
SDM unggul dalam lembaga riset bukan saja ditekankan pada SDM Iptek (peneliti atau perekayasa), melainkan juga perlu memperhatikan kepiawaian SDM pendukung Iptek. Lembaga riset yang baik tidak akan mengabaikan peran SDM pendukung Ipteknya. Mengapa demikian?
Seorang peneliti misalnya, dapat melakukan penelitian dan menghasilkan suatu produk atau invensi yang berkualitas apabila dapat melakukannya dengan lebih fokus. Artinya, peneliti seyogianya meneliti dan tidak dibebani pekerjaan administratif, seperti mengurus berkas pertanggungjawaban keuangan, persuratan, hingga strategi komunikasi mendiseminasikan dan memasyarakatkan hasil penelitiannya. Di sinilah pentingnya peran SDM pendukung Iptek dalam mendukung dunia penelitian.
Mengenai infrastruktur, setiap peneliti mungkin memiliki bidang peminatan, kemampuan riset, dan tantangan yang beragam satu sama lain. Setiap peneliti memiliki kebutuhan yang berbeda-beda pula untuk menunjang aktivitas penelitiannya. Oleh karena itu, manajemen riset di Indonesia perlu mengelola kebutuhan riset peneliti tersebut demi terciptanya kinerja riset peneliti Indonesia yang unggul.
Pada lingkup lembaga riset, prestasi boleh jadi diartikan sebagai produktivitas. Angka produktivitas idealnya diikuti dengan tingkat kualitas. Masyarakat awam juga perlu mengetahui bahwa butuh waktu yang tidak sebentar dalam melakukan riset dan menghasilkan produk riset yang berkualitas.
Kemampuan riset ilmiah (scientific research capability) merupakan salah satu alat ukur kinerja riset di suatu lembaga riset. Lembaga riset perlu memetakan dan mengidentifikasi karakteristik dan permasalahan, termasuk kemampuan riset ilmiah, dan seluruh SDM yang dimiliki.
Reputasi bukan hanya dibangun dari sekumpulan kisah kesuksesan. Pemerintah bersama litbangjirap, perguruan tinggi, badan usaha, dan lembaga penunjang saat ini semakin semangat memberikan perhatian terhadap riset dan inovasi di Indonesia.
Sepanjang pandemi Covid-19 misalnya, cerita dan berita terkait kontribusi para peneliti, dokter, tenaga kesehatan, tenaga pendukung kesehatan, dan SDM pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya viral di masyarakat. Ini membuktikan kepercayaan publik terhadap dedikasi, kontribusi, kemandirian, dan perhatian terhadap riset dan inovasi telah terbangun.
Berdasarkan pendapat Stahl dan Sitkin (2005) dan Aula dan Tienari (2011), reputasi bagaikan refleksi kepercayaan publik terhadap institusi. Reputasi merupakan aset tak berwujud yang dibentuk dari sikap, etika, dan prestasi. Ketiga unsur yang dibangun tersebut terimplementasikan salah satunya dalam pelaksanaan prosedur penelitian dan pemanfaatan inovasi bagi publik.
Contohnya, sesuai arahan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Hakteknas, bahwa inovasi tidak mudah dan harus melewati banyak tahap seperti proses sertifikasi, uji klinis (jika berkaitan dengan obat-obatan), izin produksi, dan izin edar. Keseluruhan proses tersebut mencerminkan sikap, etika, dan prestasi yang berpengaruh kepada kepercayaan publik terhadap hasil riset dan inovasi Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda