Menteri Siti Nurbaya Beberkan Kemajuan Aksi Perubahan Iklim
Sabtu, 13 Januari 2024 - 20:30 WIB
“Hal ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Keberhasilan ini dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak dalam pengendalian karhutla,” katanya.
Dia mengungkapkan Indonesia juga berhasil memitigasi dampak El Nino sehingga jumlah hotspot dan luas karhutla tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Luas karhutla pada 2023 adalah 1.161.192 ha, sedangkan luas karhutla pada 2019 adalah 1.649.258 ha. Kata dia, penurunan luas karhutla jika dibandingkan 2019 seluas 488.065 ha atau 29,59%.
Sedangkan perbandingan total jumlah hotspot 2019 dan 2023 : (tanggal 1 Januari - 31 Desember 2023) berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level high: 10.673 titik, pada periode yang sama 2019 jumlah hotspot sebanyak 29.341 titik atau terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 18.668 titik/63,62 %.
Selain itu, lanjut dia, sektor energi memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik melalui proses transisi energi, khususnya pengembangan energi baru, terbarukan, dan konservasi energi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan (EBTKE), Rencana Pengembangan PLT Berbasis EBT pada Green RUPTL PLN 2021 - 2030 dengan mengacu Green RUPTL, pengembangan EBT akan menghasilkan total investasi sekitar USD 55,18 miliar, membuka 281.566 lapangan kerja baru dan mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.
Siti mengatakan bahwa kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja atau Result-Based Payment (RBP). Pada saat ini, ujar dia, Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar, dengan total komitmen RBP sebesar USD 439,8 Juta, di mana dari total komitmen tersebut Indonesia telah menerima pembayaran sebesar USD 279,8 juta.
“Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima RBP telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+,” ungkapnya.
Lebih lanjut Siti membeberkan berbagai keberhasilan di atas tidak terlepas dari peran penting masyarakat yang secara partisipatif telah melakukan aksi iklim baik adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak. Pada 2023, ProKlim telah bertransformasi (rekonseptualisasi) menjadi Program Komunitas untuk Iklim (ProKlim).
“Dengan konsep yang baru diharapkan ProKlim dapat menjangkau kelompok yang lebih luas dan membuka peluang seluruh pihak untuk memberikan konstribusi lebih luas, seperti: komunitas sekolah, komunitas kampus, komunitas pesantren, komunitas penggiat lingkungan, dan komunitas lainnya,” imbuhnya.
Dia menuturkan, keberhasilan negosiasi di tingkat global pun berperan penting bagi kemajuan aksi perubahan iklim Indonesia. Melalui diplomasi dan negosiasi, sambung dia, Indonesia memperjuangkan upaya pengendalian perubahan iklim di tingkat global.
Dia menambahkan, partisipasi dan diplomasi Indonesia melalui aksi nyata (leading by example) telah memberikan warna dan mempengaruhi hasil berbagai negosiasi isu perubahan iklim. Lebih lanjut, aksi-aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia lebih awal menginisiasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim sebelum aksi tersebut menjadi komitmen atau keputusan di tingkat global.
Dia mengungkapkan Indonesia juga berhasil memitigasi dampak El Nino sehingga jumlah hotspot dan luas karhutla tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Luas karhutla pada 2023 adalah 1.161.192 ha, sedangkan luas karhutla pada 2019 adalah 1.649.258 ha. Kata dia, penurunan luas karhutla jika dibandingkan 2019 seluas 488.065 ha atau 29,59%.
Sedangkan perbandingan total jumlah hotspot 2019 dan 2023 : (tanggal 1 Januari - 31 Desember 2023) berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level high: 10.673 titik, pada periode yang sama 2019 jumlah hotspot sebanyak 29.341 titik atau terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 18.668 titik/63,62 %.
Selain itu, lanjut dia, sektor energi memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik melalui proses transisi energi, khususnya pengembangan energi baru, terbarukan, dan konservasi energi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan (EBTKE), Rencana Pengembangan PLT Berbasis EBT pada Green RUPTL PLN 2021 - 2030 dengan mengacu Green RUPTL, pengembangan EBT akan menghasilkan total investasi sekitar USD 55,18 miliar, membuka 281.566 lapangan kerja baru dan mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.
Siti mengatakan bahwa kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja atau Result-Based Payment (RBP). Pada saat ini, ujar dia, Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar, dengan total komitmen RBP sebesar USD 439,8 Juta, di mana dari total komitmen tersebut Indonesia telah menerima pembayaran sebesar USD 279,8 juta.
“Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima RBP telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+,” ungkapnya.
Lebih lanjut Siti membeberkan berbagai keberhasilan di atas tidak terlepas dari peran penting masyarakat yang secara partisipatif telah melakukan aksi iklim baik adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak. Pada 2023, ProKlim telah bertransformasi (rekonseptualisasi) menjadi Program Komunitas untuk Iklim (ProKlim).
“Dengan konsep yang baru diharapkan ProKlim dapat menjangkau kelompok yang lebih luas dan membuka peluang seluruh pihak untuk memberikan konstribusi lebih luas, seperti: komunitas sekolah, komunitas kampus, komunitas pesantren, komunitas penggiat lingkungan, dan komunitas lainnya,” imbuhnya.
Dia menuturkan, keberhasilan negosiasi di tingkat global pun berperan penting bagi kemajuan aksi perubahan iklim Indonesia. Melalui diplomasi dan negosiasi, sambung dia, Indonesia memperjuangkan upaya pengendalian perubahan iklim di tingkat global.
Dia menambahkan, partisipasi dan diplomasi Indonesia melalui aksi nyata (leading by example) telah memberikan warna dan mempengaruhi hasil berbagai negosiasi isu perubahan iklim. Lebih lanjut, aksi-aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia lebih awal menginisiasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim sebelum aksi tersebut menjadi komitmen atau keputusan di tingkat global.
tulis komentar anda