Menteri Siti Nurbaya Beberkan Kemajuan Aksi Perubahan Iklim
Sabtu, 13 Januari 2024 - 20:30 WIB
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membeberkan kemajuan aksi perubahan iklim Indonesia. Komitmen untuk dapat berkontribusi dalam upaya global pengendalian perubahan iklim dengan tetap menjaga kepentingan bangsa terus ditunjukkan Indonesia.
Kerja sama pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk terus menguatkan aksi nyata dan memimpin dengan contoh (leading by examples) dalam penanganan perubahan iklim dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pun membuahkan berbagai capaian.
Terkait keberhasilan itu, Siti Nurbaya menyatakan tentunya didukung dengan data dan informasi yang akurat, transparan, dan kredibel. Data terkait dengan tingkat pengurangan emisi GRK misalnya dapat dilaporkan bahwa dari hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional menunjukkan tingkat emisi GRK di 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e yang diperoleh dari masing-masing kategori/sektor, yakni energi sebesar 715,95 Mton CO2e, proses industri dan penggunaan produk sebesar 59.15 Mton CO2e, dan pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e.
Kemudian, kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 221,57 Mton CO2e dan limbah sebesar 221,57 Mton CO2e. Dikatakannya, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021), total tingkat emisi naik sebesar 6,9 %. Namun tingkat emisi 2022 apabila dibandingkan dengan Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42%.
Demikian juga untuk keberhasilan di sektor lain seperti Forestry and Other Land Use (FOLU). Dengan memperhatikan hasil permantauan perubahan tutupan hutan dari 2020 dan 2021, kata dia, dapat dilihat bahwa angka deforestasi netto Indonesia periode 2021-2022 mengalami penurunan sebesar 8,4%.
Dia melanjutkan, apabila dilihat dari data series setiap periode pengamatan mulai periode 1996-2000, besaran deforestasi dapat mengalami peningkatan atau pengurangan. Siti menjelaskan hal itu terjadi karena dinamisnya perubahan penutupan lahan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan penutupan hutan karena penanaman.
“Sebagai gambaran umum, data deforestasi mulai periode tahun 1996-2000 hingga periode tahun pemantauan 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir yaitu pada angka 0,11 juta hektare. Kemudian, data tahun 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun lagi hingga 104 ribu hektare dan di tahun 2023 juga lebih menurun lagi,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (13/1/2023).
Siti menyampaikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Kondisi ini, kata dia, diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal tahun dan secara konsisten dilakukan berbagai upaya untuk mencegah karhutla mulai dari monitoring hotspot, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum.
Kerja sama pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk terus menguatkan aksi nyata dan memimpin dengan contoh (leading by examples) dalam penanganan perubahan iklim dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pun membuahkan berbagai capaian.
Terkait keberhasilan itu, Siti Nurbaya menyatakan tentunya didukung dengan data dan informasi yang akurat, transparan, dan kredibel. Data terkait dengan tingkat pengurangan emisi GRK misalnya dapat dilaporkan bahwa dari hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional menunjukkan tingkat emisi GRK di 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e yang diperoleh dari masing-masing kategori/sektor, yakni energi sebesar 715,95 Mton CO2e, proses industri dan penggunaan produk sebesar 59.15 Mton CO2e, dan pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e.
Kemudian, kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 221,57 Mton CO2e dan limbah sebesar 221,57 Mton CO2e. Dikatakannya, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021), total tingkat emisi naik sebesar 6,9 %. Namun tingkat emisi 2022 apabila dibandingkan dengan Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama menunjukkan pengurangan sebesar 42%.
Demikian juga untuk keberhasilan di sektor lain seperti Forestry and Other Land Use (FOLU). Dengan memperhatikan hasil permantauan perubahan tutupan hutan dari 2020 dan 2021, kata dia, dapat dilihat bahwa angka deforestasi netto Indonesia periode 2021-2022 mengalami penurunan sebesar 8,4%.
Dia melanjutkan, apabila dilihat dari data series setiap periode pengamatan mulai periode 1996-2000, besaran deforestasi dapat mengalami peningkatan atau pengurangan. Siti menjelaskan hal itu terjadi karena dinamisnya perubahan penutupan lahan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sehingga mengakibatkan hilangnya penutupan hutan atau penambahan penutupan hutan karena penanaman.
“Sebagai gambaran umum, data deforestasi mulai periode tahun 1996-2000 hingga periode tahun pemantauan 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir yaitu pada angka 0,11 juta hektare. Kemudian, data tahun 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun lagi hingga 104 ribu hektare dan di tahun 2023 juga lebih menurun lagi,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (13/1/2023).
Siti menyampaikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Kondisi ini, kata dia, diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal tahun dan secara konsisten dilakukan berbagai upaya untuk mencegah karhutla mulai dari monitoring hotspot, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum.
tulis komentar anda