Inpres Jokowi Jangan Hanya Menjadi Macan Kertas
Selasa, 11 Agustus 2020 - 07:28 WIB
JAKARTA - Penambahan kasus positif Covid-19 di tanah air kian hari kian bertambah. Pengabaian protokol Kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan saat di ruang publik dinilai sebagai salah satu pemicunya. Saatnya penegakan displin disertai sanksi tegas benar-benar diterapkan di lapangan.
Penerapan displin untuk mematuhi protokol Kesehatan mendapatkan momentum dengan keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No.6/2020 Tentang Peningkatan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19 . Ada beberapa hal yang diatur di dalam inpres tersebut dalam kaitannya penegakan disiplin protokol kesehatan. Di mana salah satunya memuat terkait dengan jenis-jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelanggar protokol kesehatan. “Teguran lisan atau teguran tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha,” demikian kutipan dalam instruksi tersebut.
Pada inpres itu disebutkan bahwa sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan diatur di dalam peraturan kepala daerah baik peraturan gubernur (pergub), peraturan bupati (perbup) maupun peraturan walikota (perwali). Hal ini sebagaimana perintah di dalam instruksi presiden bahwa kepala daerah harus membuat peraturan yang salah satunya memuat sanksi. “Memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian covid-19 yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum,” bunyi kutipan Inpres yang ditandatangani Presiden Jokowi 4 Agustus lalu. (Baca: Ganjil Genap Diperluas, Pengamat Sebut Berpotensi Bisa Timbulkan Klaster Baru Covid-19)
Dalam penyusunan dan penetapan peraturan kepala daerah harus memperhatikan dan disesuaikan dengan kearifan lokal dari masing-masing daerah. Para kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota harus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. “Dalam pelaksanaan penerapan sanksi peraturan gubernur/peraturan bupati/wali kota, melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, TNI dan Polri,” demikian instruksi presiden.
Keluarnya Inpres 6/2020 ini dinilai sebagai langkah tepat karena memastikan adanya payung hukum bagi penerapan sanksi atau denda bagi pelanggar protokol Kesehatan. Meskipun selama ini ada beberapa daerah telah mengeluarkan aturan protokol Kesehatan dengan ancaman sanksi dan denda, namun terkesan masih sporadis dan tidak mempunyai daya tekan kuat. Akibatnya, penerapan di lapangan masih setengah-setengah.
“Selama ini kan daerah sendiri-sendiri menerapkannya.Tapi instrumen regulasi yang kuat belum ada. Tapi tentunya tidak hanya berhenti di tataran penerbitan regulasi saja karena memang batu ujinya ada di efektivitas pelaksanaanya,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng saat dihubungi kemarin.
Perilaku Aparat Jadi Tantangan
Kendati demikian penerapan Inpres 6/2020 bukannya tanpa tantangan. Perilaku tidak disiplin tidak hanya ditunjukkan masyarakat umum saja. Selama ini justru banyak aparatur negara yang juga tidak menerapkan protokol Kesehatan untuk diri mereka saat beraktivitas di ruang publik. Kondisi ini kadang ditangkap oleh masyarakat awam sebagai bentuk inkonsistensi regulasi. “Mereka rapat juga ada yang tanpa masker. Lalu pelarangan perjalanan dinas juga dicabut. Selain membuat pergerakan PNS menjadi leluasa, tapi juga diikuti warga bisa lintas daerah,” ungkapnya. (Baca juga: Pengadilan Italia: Yerusalem Bukan Ibu Kota Israel!)
Endi mengatakan bahwa konsistensi aparatur pemerintah terhadap protokol kesehatan akan berpengaruh pada kesadaran masyarakat. Dia menilai kesadaran masyarakat sangatlah penting untuk dalam menjalankan protokol kesehatan. “Kalau mau diikuti masyarakat harusnya negara memberi contoh. Jangan malah menjadi pelaku pelanggaran. Tanpa adanya kesadaran masyarakat penegakan hukum pun akan menjadi tumpul,” tuturnya.
Penerapan displin untuk mematuhi protokol Kesehatan mendapatkan momentum dengan keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No.6/2020 Tentang Peningkatan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19 . Ada beberapa hal yang diatur di dalam inpres tersebut dalam kaitannya penegakan disiplin protokol kesehatan. Di mana salah satunya memuat terkait dengan jenis-jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelanggar protokol kesehatan. “Teguran lisan atau teguran tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha,” demikian kutipan dalam instruksi tersebut.
Pada inpres itu disebutkan bahwa sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan diatur di dalam peraturan kepala daerah baik peraturan gubernur (pergub), peraturan bupati (perbup) maupun peraturan walikota (perwali). Hal ini sebagaimana perintah di dalam instruksi presiden bahwa kepala daerah harus membuat peraturan yang salah satunya memuat sanksi. “Memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian covid-19 yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum,” bunyi kutipan Inpres yang ditandatangani Presiden Jokowi 4 Agustus lalu. (Baca: Ganjil Genap Diperluas, Pengamat Sebut Berpotensi Bisa Timbulkan Klaster Baru Covid-19)
Dalam penyusunan dan penetapan peraturan kepala daerah harus memperhatikan dan disesuaikan dengan kearifan lokal dari masing-masing daerah. Para kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota harus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. “Dalam pelaksanaan penerapan sanksi peraturan gubernur/peraturan bupati/wali kota, melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, TNI dan Polri,” demikian instruksi presiden.
Keluarnya Inpres 6/2020 ini dinilai sebagai langkah tepat karena memastikan adanya payung hukum bagi penerapan sanksi atau denda bagi pelanggar protokol Kesehatan. Meskipun selama ini ada beberapa daerah telah mengeluarkan aturan protokol Kesehatan dengan ancaman sanksi dan denda, namun terkesan masih sporadis dan tidak mempunyai daya tekan kuat. Akibatnya, penerapan di lapangan masih setengah-setengah.
“Selama ini kan daerah sendiri-sendiri menerapkannya.Tapi instrumen regulasi yang kuat belum ada. Tapi tentunya tidak hanya berhenti di tataran penerbitan regulasi saja karena memang batu ujinya ada di efektivitas pelaksanaanya,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng saat dihubungi kemarin.
Perilaku Aparat Jadi Tantangan
Kendati demikian penerapan Inpres 6/2020 bukannya tanpa tantangan. Perilaku tidak disiplin tidak hanya ditunjukkan masyarakat umum saja. Selama ini justru banyak aparatur negara yang juga tidak menerapkan protokol Kesehatan untuk diri mereka saat beraktivitas di ruang publik. Kondisi ini kadang ditangkap oleh masyarakat awam sebagai bentuk inkonsistensi regulasi. “Mereka rapat juga ada yang tanpa masker. Lalu pelarangan perjalanan dinas juga dicabut. Selain membuat pergerakan PNS menjadi leluasa, tapi juga diikuti warga bisa lintas daerah,” ungkapnya. (Baca juga: Pengadilan Italia: Yerusalem Bukan Ibu Kota Israel!)
Endi mengatakan bahwa konsistensi aparatur pemerintah terhadap protokol kesehatan akan berpengaruh pada kesadaran masyarakat. Dia menilai kesadaran masyarakat sangatlah penting untuk dalam menjalankan protokol kesehatan. “Kalau mau diikuti masyarakat harusnya negara memberi contoh. Jangan malah menjadi pelaku pelanggaran. Tanpa adanya kesadaran masyarakat penegakan hukum pun akan menjadi tumpul,” tuturnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda