Kekerasan terhadap Relawan Ganjar-Mahfud Rusak Netralitas TNI di Pemilu 2024
Minggu, 31 Desember 2023 - 18:14 WIB
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyatakan tindakan main hakim sendiri oleh Anggota TNI dari Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh Boyolali terhadap relawan Ganjar-Mahfud tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Tindakan itu dinilai memicu munculnya prasangka ketidaknetralan TNI dalam Pemilu 2024.
Hal ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menanggapi kasus penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud oleh Anggota TNI di Boyolali, Sabtu (30/12/2023). Akibat penganiayaan itu, sejumlah orang terpaksa dirawat di rumah sakit.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, alasan penganiayaan karena sejumlah anggota TNI merasa terganggu dengan suara knalpot bising (brong) dari motor relawan Ganjar-Mahfud sewaktu berkampanye di jalan raya tidak dapat dibenarkan. Sebab, jalan raya juga dilalui kendaraan besar dan berat (bus, truk, dll) yang juga membisingkan telinga.
Koalisi, kata Gufron, menilai tindakan kekerasan oleh anggota TNI merupakan tindakan kesewenang-wenangan hukum (above the law) yang brutal. Sebab, penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas Kepolisian atau Dinas Perhubungan, bukan TNI. Selain itu, korban adalah massa politik yang sedang berkampanye politik, maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Bawaslu.
"Tindakan main hakim sendiri atau kesewenang-wenangan hukum oleh anggota TNI dari Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Terlebih saat ini merupakan momentum kampanye politik, sehingga penganiayaan oleh Anggota TNI tersebut dilakukan terhadap salah satu relawan capres/cawapres, hal itu tentu dapat menyulut prasangka ketidaknetralan TNI dalam Pemilu," kata Gufron dalam keterangan tertulis dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Minggu (31/12/2023)
Koalisi juga menyesalkan rendahnya kepekaan dari para pelaku penganiayaan terhadap masa kampanye politik.
Seharusnya anggota TNI tersebut melaporkan dugaan pelanggaran lalu lintas ketertiban kampanye Pemilu dilaporkan ke Bawaslu, bukan main hakim sendiri.
"Harus dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku di lingkungan peradilan umum," kata Gufron.
Koalisi menilai Panglima TNI dan KSAD gagal menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2024. Apalagi sebelumnya juga ramai diberitakan adanya dugaan kuat keterlibatan Anggota TNI dalam pemasangan alat peraga kampanye. Kemudian ajudan Menteri Pertahanan (Menhan) Mayor TNI Teddy Widjaja yang ikut dalam barisan Timses Paslon 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Debat Pilpres 2024 dengan kostum serupa serta menunjukkan simbol-simbol dukungan kampanye paslon tersebut.
"Atas dasar hal tersebut, Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR untuk mengevaluasi dan mencopot Panglima TNI dan KSAD yang gagal mengontrol anggota, sehingga terjadi penganiayaan dan gagal menjaga citra TNI untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024," tulis Koalisi
dalam pernyataan tertulisnya.
Hal ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menanggapi kasus penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud oleh Anggota TNI di Boyolali, Sabtu (30/12/2023). Akibat penganiayaan itu, sejumlah orang terpaksa dirawat di rumah sakit.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, alasan penganiayaan karena sejumlah anggota TNI merasa terganggu dengan suara knalpot bising (brong) dari motor relawan Ganjar-Mahfud sewaktu berkampanye di jalan raya tidak dapat dibenarkan. Sebab, jalan raya juga dilalui kendaraan besar dan berat (bus, truk, dll) yang juga membisingkan telinga.
Koalisi, kata Gufron, menilai tindakan kekerasan oleh anggota TNI merupakan tindakan kesewenang-wenangan hukum (above the law) yang brutal. Sebab, penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas Kepolisian atau Dinas Perhubungan, bukan TNI. Selain itu, korban adalah massa politik yang sedang berkampanye politik, maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Bawaslu.
"Tindakan main hakim sendiri atau kesewenang-wenangan hukum oleh anggota TNI dari Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh, Boyolali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Terlebih saat ini merupakan momentum kampanye politik, sehingga penganiayaan oleh Anggota TNI tersebut dilakukan terhadap salah satu relawan capres/cawapres, hal itu tentu dapat menyulut prasangka ketidaknetralan TNI dalam Pemilu," kata Gufron dalam keterangan tertulis dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Minggu (31/12/2023)
Koalisi juga menyesalkan rendahnya kepekaan dari para pelaku penganiayaan terhadap masa kampanye politik.
Seharusnya anggota TNI tersebut melaporkan dugaan pelanggaran lalu lintas ketertiban kampanye Pemilu dilaporkan ke Bawaslu, bukan main hakim sendiri.
"Harus dilakukan penindakan tegas terhadap para pelaku di lingkungan peradilan umum," kata Gufron.
Koalisi menilai Panglima TNI dan KSAD gagal menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2024. Apalagi sebelumnya juga ramai diberitakan adanya dugaan kuat keterlibatan Anggota TNI dalam pemasangan alat peraga kampanye. Kemudian ajudan Menteri Pertahanan (Menhan) Mayor TNI Teddy Widjaja yang ikut dalam barisan Timses Paslon 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Debat Pilpres 2024 dengan kostum serupa serta menunjukkan simbol-simbol dukungan kampanye paslon tersebut.
"Atas dasar hal tersebut, Koalisi mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR untuk mengevaluasi dan mencopot Panglima TNI dan KSAD yang gagal mengontrol anggota, sehingga terjadi penganiayaan dan gagal menjaga citra TNI untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024," tulis Koalisi
dalam pernyataan tertulisnya.
(abd)
tulis komentar anda