Mampukah N219 Amphibious Sukses di Pasaran?

Selasa, 26 Desember 2023 - 05:03 WIB
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
INDUSTRI dirgantara Tanah Air selangkah lagi menapaki babak baru. N219 Amphibious karya PT Dirgantara Indonesia (DI) pada pertengahan 2024 nanti akan menjalani uji coba. Diperkirakan uji coba pesawat turunan N219 tidak menemui hambatan, sebagaimana halnya dijalani N219. Bila tahapan tersebut bisa dilalui, maka pesawat tersebut bisa diproduksi secara massal dan dioperasionalkan secara komersil. Uji coba N219 Amphibious tentu mengarah pada kemampuan take off maupun landing di perairan laut.

baca juga: DKPPU Pastikan Sertifikasi N219 Berjalan Sesuai Rencana

Sebagai pesawat amfibi, pesawat 100 persen rancangan anak bangsa ini dilengkapi dengan float atau pengapung sebagai pengganti roda untuk pendaratan di atas air. Untuk pengembangan komposit float tersebut, Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) bekerja sama dengan sejumlah pihak, dan merangkul PT Lundin Industry Invest untuk memproduksinya.

Selain bisa mendarat di air, pesawat ini juga mampu mendarat di darat karena di dalam float terdapat roda pendarat (landing gear). Piranti ini bisa dikeluarkan pada saat melakukan pendaratan di darat, dan disimpan saat mendarat di air. Dengan demikian, pesawat ini sangat multi fungsi dan dapat beroperasi di lebih banyak medan.

Untuk pengembangan pesawat amfibi ini, sejak 2018 Lapan berkolaborasi dengan PT DI dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kerja bareng ini dilakukan dengan melakukan feasibility study -baik berupa survei untuk pengoperasian pesawat amfibi, marketing, dan engineering.



Sedangkan BPPT digandeng untuk melakukan pengujian model pesawat amfibi yang telah dirancang. Pengujian yang dilakukan berupa wind tunnel test dan hydrodynamic test team. Untuk membangun prototipe N219 Amphibious ini dianggarkan dana sebesar Rp210 miliar. Selain untuk membuat prototipe pesawat, dana juga diarahkan untuk melakukan sertifikasi standar internasional, sehingga nantinya N219 Amphibious bisa dikomersialisasi secara global.

Sebelumnya, sang kakak - N219 yang diberi nama Nurtanio- telah melewati beberapa materi uji dinamis critical pada proses sertifikasi pesawat angkut ringan. Materi dimaksud meliputi uji one engine out (salah satu mesin dimatikan), uji flutter (model separuh sayap), serta uji stall (kemungkinan pesawat kehilangan daya angkat).

Guna pelaksanaan sertifikasi tersebut, PT DI telah membuat 4 pesawat N-219 untuk dipergunakan pada pengujian. Perinciannya, 2 pesawat dibuat untuk uji darat dan 2 pesawat lainnya untuk uji terbang. Selanjutnya, N219 telah melalui tahap akhir pengujian berupa uji terbang yang dilakukan pilot Kementerian Perhubungan untuk membuktikan bahwa pesawat N219 aman.

Bersyukur, semua tahapan tersebut berhasil dilalui dengan sempurna. Untuk N219 Amphibious, sebelumnya sudah mendapat sertifikasi, namun hanya berstandar nasional. Agar bisa dikomersialkan secara global, juga harus mendapat sertifikasi internasional dari The Federal Aviation Administration (FAA).

baca juga: N219, Simbol Optimisme Kemandirian Dirgantara Indonesia

Walaupun mengalami keterlambatan, pengembangan N219, termasuk versi amfibi, berjalan lancar. Sejak awal PT DI sudah mengumumkan ratusan pesawat sudah dipesan, terutama dari kalangan pemerintah daerah. Begitupun pengembangan N219 Amphibious tentu berasal dari perhitungan ekonomi yang matang. Benarkah hadirnya N219 Amphibious untuk menjawab kebutuhan pasar? Dan apakah pesawat berpenumpang 19 itu akan laris manis di pasaran?

Pertimbangan Pasar Realistis

Pengembangan pesawat N219 merupakan bagian dari tanggungjawab Lapan sebagai pemegang amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dibanding produk yang dikembangkan PT DI sebelumnya, yakni N245, maka N219 terkesan tidak ambisius. Paling tidak hal tersebut dilihat dari ukuran pesawat yang jauh lebih kecil. Keputusan bisnis yang diambil untuk memproduksi N219 dan N219 Amphibi mengindikasikan PT DI memilih realistis mengeluarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar negeri ini.

Dalam marketing, keputusan produksi secara sederhana mengacu pada tiga pertimbangan, yakni segmenting, targeting, dan positioning atau lazim disingkat STP. Model pemasaran dilakukan dengan pentahapan, yakni melakukan segmentasi pasar, menargetkan segmentasi pasar yang diyakini paling menguntungkan, serta memposisikan produk yang dijual dengan cara paling bernilai.

Bagaimana operasionalisasi STP tersebut? Untuk segmentasi pasar, keputusan diambil mempertimbangkan kondisi demografis, geografis, psikografis, dan perilaku. Adapun targeting mengarah pertimbangan ukuran segmentasi pasar, profitabilitas, aksesibilitas, fokus pada manfaat, dan ada perbedaan terukur antar-segmen. Sedangkan positioning mempertimbangkan penawaran solusi, identifikasi unique selling proposition, dan membuka kampanye spesifik pada segmentasi target pasar.

Bila dipahami, pemasaran STP ini mengarah pada auidens, bukan produk. Model ini fokus memilih segmen yang paling bernilai dalam bisnis. Dengan begitu, pengembangan produk bisa dilakukan dengan identifikasi peluang pertumbuhan pasar lebih tepat, mengalokasikan sumber daya secara efektif dan efisien, dan membuat perusahaan lebih kompetitif.

baca juga: Yonzipur 10 Divif 2 Kostrad Punya M3 Amphibious Pontoon, Apa Itu?

Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan saat berbicara pada Indonesia Development Forum (IDF) 2023 yang diselenggarakan Kementerian PPN RI/Bappenas di Radisson Golf & Convention Center Batam, Kepulauan Riau, menekankan bahwa pengembangan pesawat N219, khususnya N219 Amphibious, diarahkan untuk peningkatan konektivitas antarpulau di Indonesia. Dengan begitu, kehadiran N219 Amphibious dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, serta penyebaran pusat-pusat pertumbuhan ke wilayah yang belum berkembang.

Saat memutuskan mengembangkan N219 Amphibious pada 2018, Lapan bekerja sama dengan PT DI dan BPPT telah melakukan feasibility study, baik berupa survei untuk pengoperasian pesawat amfibi, marketing, dan engineering.Lapan ingin mengembangkan pesawat yang mampu berperan multi fungsi. Karena itulah, dikembangkan N219 Amphibious yang bisa memenuhi kebutuhan dimaksud karena kemampuan amfibinya. Bukan hanya untuk kebutuhan penumpang dan kargo, tapi untuk keperluan militer dan disaster relief aircraft.

Lapan merancang N219 Amphibious melayani rute penerbangan jarak pendek, sehingga cocok sebagai transportasi antardaerah dengan wilayah kepulauan. Pesawat ini juga menjadi solusi kondisi landasan bandara tidak mulus karena pesawat ini mampu lepas landas dan mendarat di air. Karena itu, pesawat ini diyakini akan tepat manfaatnya bagi daerah terpencil atau pulau-pulau kecil di Indonesia yang tidak mempunyai landasan udara.

Potensi Kebutuhan

Feasibility study yang dilakukan Lapan bersama BPPT dan PT DI, termasuk di antaranya dari sisi marketing, menunjukkan keputusan membangun N219 Amphibious ini berdasarkan keyakinan pesawat jenis ini sangat dibutuhkan masyarakat atau audiens di Tanah Air dan berpotensi diserap pasar secara luas. Pesawat N219 Amphibious cocok dengan karakteristik geografi Nusantara dan demografi yang tersebar di pulau-pulau terpencil.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More