Pemimpin Harus Menjunjung Etika Bukan Halalkan Segala Cara
Selasa, 19 Desember 2023 - 16:41 WIB
JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengingatkan seorang pemimpin harus memiliki keutamaan, yakni menjunjung tinggi kemanusiaan. Karakter itu tidak bisa ditukar dengan gimmick atau aksesori.
"Keutamaan itu, yaitu orang yang menjunjung tinggi kemanusiaan, tidak menghina kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, nilai kerakyatan dan keadilan. Maka karakter itu tidak bisa ditukar dengan gimmick, aksesori, karena karakter itu menyangkut perilaku seseorang," kata Romo Benny, sapaan akrabnya, Selasa (19/12/2023).
Menurutnya, seseorang yang memiliki keutamaan akan selalu menjaga teguh etika dan kejujuran. Ia juga akan memiliki sikap satu dalam kata dan perbuatan.
"Nilai itu tidak bisa dijungkirbalikkan dengan melegalkan segala cara. Maka pemimpin yang berkarakter adalah pemimpin yang berkeutamaan, pemimpin yang menjunjung tinggi etika," kata Romo Benny.
Situasi politik hari ini dinilai tidak lagi menjunjung etika. Misalnya skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), netralitas aparat negara untuk Pemilu 2024, dan sebagainya.
"Maka tindakan-tindakan yang bertentangan dengan etis adalah ketika melegalkan segala cara untuk meraih kemenangan dengan menggunakan segala cara untuk merekayasa, sehingga ketidakjujuran, rekayasa mengenai kecurangan, rekayasa mengenai penggunaan fasilitas negara itu kan sebenarnya pemimpin yang tidak etis," kata Romo Benny.
Padahal Pancasila sebagai dasar negara, berbicara tentang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, kesatuan, dan keadilan.
"Nilai itu harus menjadi kepatuhan setiap orang yang akan menjadi seorang pemimpin. Maka etika itu kan bisa membedakan mana yang baik dan buruk, etika itu menyangkut apa yang pantas dan tidak pantas, apa yang layak dan tidak layak," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan putri Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid dalam acara Haul ke-14 Gus Dur bertema Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur, Sabtu (17/12/2023) malam.
"Keutamaan itu, yaitu orang yang menjunjung tinggi kemanusiaan, tidak menghina kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, nilai kerakyatan dan keadilan. Maka karakter itu tidak bisa ditukar dengan gimmick, aksesori, karena karakter itu menyangkut perilaku seseorang," kata Romo Benny, sapaan akrabnya, Selasa (19/12/2023).
Menurutnya, seseorang yang memiliki keutamaan akan selalu menjaga teguh etika dan kejujuran. Ia juga akan memiliki sikap satu dalam kata dan perbuatan.
"Nilai itu tidak bisa dijungkirbalikkan dengan melegalkan segala cara. Maka pemimpin yang berkarakter adalah pemimpin yang berkeutamaan, pemimpin yang menjunjung tinggi etika," kata Romo Benny.
Situasi politik hari ini dinilai tidak lagi menjunjung etika. Misalnya skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), netralitas aparat negara untuk Pemilu 2024, dan sebagainya.
"Maka tindakan-tindakan yang bertentangan dengan etis adalah ketika melegalkan segala cara untuk meraih kemenangan dengan menggunakan segala cara untuk merekayasa, sehingga ketidakjujuran, rekayasa mengenai kecurangan, rekayasa mengenai penggunaan fasilitas negara itu kan sebenarnya pemimpin yang tidak etis," kata Romo Benny.
Padahal Pancasila sebagai dasar negara, berbicara tentang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, kesatuan, dan keadilan.
"Nilai itu harus menjadi kepatuhan setiap orang yang akan menjadi seorang pemimpin. Maka etika itu kan bisa membedakan mana yang baik dan buruk, etika itu menyangkut apa yang pantas dan tidak pantas, apa yang layak dan tidak layak," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan putri Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid dalam acara Haul ke-14 Gus Dur bertema Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur, Sabtu (17/12/2023) malam.
Lihat Juga :
tulis komentar anda