Pemberantasan Korupsi Butuh Political Will Presiden
Kamis, 14 Desember 2023 - 12:59 WIB
JAKARTA - Kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi krusial agar pemberantasan korupsi lebih akseleratif. Pemberantasan korupsi dirasa tidak bisa dilakukan dengan cara biasa.
Diperlukan terobosan kebijakan dan langkah politik serius, terutama dari presiden sebagai pucuk pimpinan pemerintahan. Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar ( Amin ), Ari Yusuf Amir.
Ari mengatakan, Anies dan Muhaimin memastikan akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi. “Itulah yang menjadi komitmen pasangan Amin jika kelak diamanahi menjadi pemimpin negeri ini,” ujar Ari dalam diskusi bertajuk “Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (13/12/2023).
Adapun diskusi yang digelar oleh Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT) ini mengundang perwakilan tiga paslon capres-cawapres. Namun hanya paslon Amin dan Ganjar-Mahfud yang hadir memenuhi undangan.
Menurut Ari, seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tataran normatif dalam rangka pemberantasan korupsi. Lebih jauh, seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.
“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.
Terlebih situasinya, menurut Ari, praktik korupsi di Tanah Air sudah sangat mengerikan. Ari mengutip data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.
Sebelumnya, pada 2021 skor IPK Indonesia adalah 38. “Pada level ASEAN, kita termasuk negara terkorup ke-5. Skor IPK kita jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand,” ungkap Ari.
Diperlukan terobosan kebijakan dan langkah politik serius, terutama dari presiden sebagai pucuk pimpinan pemerintahan. Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar ( Amin ), Ari Yusuf Amir.
Ari mengatakan, Anies dan Muhaimin memastikan akan menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi. “Itulah yang menjadi komitmen pasangan Amin jika kelak diamanahi menjadi pemimpin negeri ini,” ujar Ari dalam diskusi bertajuk “Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Rabu (13/12/2023).
Adapun diskusi yang digelar oleh Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi (GAK LPT) ini mengundang perwakilan tiga paslon capres-cawapres. Namun hanya paslon Amin dan Ganjar-Mahfud yang hadir memenuhi undangan.
Menurut Ari, seorang presiden tidak boleh hanya berbicara pada tataran normatif dalam rangka pemberantasan korupsi. Lebih jauh, seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.
“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.
Terlebih situasinya, menurut Ari, praktik korupsi di Tanah Air sudah sangat mengerikan. Ari mengutip data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.
Sebelumnya, pada 2021 skor IPK Indonesia adalah 38. “Pada level ASEAN, kita termasuk negara terkorup ke-5. Skor IPK kita jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand,” ungkap Ari.
tulis komentar anda