Putusan MK No 141 Soal Syarat Usia Capres-Cawapres Perburuk Marwah Mahkamah Konstitusi
Sabtu, 02 Desember 2023 - 15:47 WIB
Hal lain yang aneh adalah pertimbangan hukum putusan No. 141 bahwa MK tidak mungkin menerapkan pasal 17 ayat (7) karena ketentuan pasal 45 ayat (4) dan pasal 66 ayat (3) PMK No. 2 Tahun 2021, yang mewajibkan Majelis Hakim bersidang dengan komposisi 9 atau sekurang-kurangnya 7 Hakim Konstitusi.
”Pandangan bahwa Hakim MK bersidang dengan sekurang-kurangnya 7 Hakim, sebetulnya MK telah mengantisipasi kemungkinan ada Hakim Konstitusi yang harus mundur dari perkara yang sedang disidangkan manakala ia berkepentingan atau memiliki conflict of interest, sehingga cukup dengan mengundurkan diri dari persidangan, maka persidangan bisa dilakukan cukup dengan sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi,” katanya.
Menurut Petrus, peraturan MK No.2 Tahun 2021 harus dipandang sebagai upaya mengantisipasi kemungkinan Hakim MK, sewaktu-waktu berada dalam posisi memiliki conflict of interest sebagaimana dialami Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam Perkara No.90 maka cukup dengan Anwar Usman mundur dari persidangan maka skandal nepotisme itu tidak akan terjadi.
Artinya jika saja saat itu Anwar Usman mundur dari persidangan perkara No.90 maka MK tidak mungkin menghadapi skandal politik yang mengguncang kancah perpolitikan yang berkepanjangan hingga saat ini, karena Hakim MK bisa bersidang dengan 7 atau 8 Hakim Konstitusi, agar Hakim MK terbebas dari ancaman pasal 17 ayat 6 dan ayat 7.
”Pertimbangan Hukum yang menyatakan ketentuan pasal 17 ayat 6 dan 7 tidak dapat diterapkan pada Hakim Konstitusi, atas alasan tidak adanya Majelis Hakim Pengganti, sementara ketentuan UU MK sendiri membuka pintu jalan keluar dengan persidangan cukup dengan sekurang-kurangnya 7 Hakim, jelas merupakan argumentasi yang bertujuan membodohi publik,” katanya.
Begitu pula dengan pernyataan Hakim Konstitusi dalam Putusan No.141 bahwa ketentuan pasal 17 ayat (6) tidak berlaku bagi Hakim Konstitusi terutama sanksi putusan tidak sah, sanksi administratif dan sanksi pidana, pertanyaannya mengapa Hakim Anwar Usman dijatuhi sanksi administratif, jawabannya karena Anwar Usman melanggar larangan pasal 17 ayat (5) UU No.48 tahun 2009 jo. Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
“Meniadakan berlakunya ketentuan pasal 17 ayat 6 dan ayat 7 pada Hakim Konstitusi, hal itu harus dengan UU bukan dengan tafsir UU oleh MK. Ketentuan pasal 73 UU HAM bahwa Hak dan Kebebasan yang diatur dalam UU hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, karena itu tidak diterapkan ketentuan pasal.17 ayat 6 pada Hakim Konstitusi tidak boleh berdasarkan tafsir Hakim melainkan hanya boleh dengan UU,” katanya.
”Pandangan bahwa Hakim MK bersidang dengan sekurang-kurangnya 7 Hakim, sebetulnya MK telah mengantisipasi kemungkinan ada Hakim Konstitusi yang harus mundur dari perkara yang sedang disidangkan manakala ia berkepentingan atau memiliki conflict of interest, sehingga cukup dengan mengundurkan diri dari persidangan, maka persidangan bisa dilakukan cukup dengan sekurang-kurangnya 7 orang Hakim Konstitusi,” katanya.
Menurut Petrus, peraturan MK No.2 Tahun 2021 harus dipandang sebagai upaya mengantisipasi kemungkinan Hakim MK, sewaktu-waktu berada dalam posisi memiliki conflict of interest sebagaimana dialami Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam Perkara No.90 maka cukup dengan Anwar Usman mundur dari persidangan maka skandal nepotisme itu tidak akan terjadi.
Artinya jika saja saat itu Anwar Usman mundur dari persidangan perkara No.90 maka MK tidak mungkin menghadapi skandal politik yang mengguncang kancah perpolitikan yang berkepanjangan hingga saat ini, karena Hakim MK bisa bersidang dengan 7 atau 8 Hakim Konstitusi, agar Hakim MK terbebas dari ancaman pasal 17 ayat 6 dan ayat 7.
”Pertimbangan Hukum yang menyatakan ketentuan pasal 17 ayat 6 dan 7 tidak dapat diterapkan pada Hakim Konstitusi, atas alasan tidak adanya Majelis Hakim Pengganti, sementara ketentuan UU MK sendiri membuka pintu jalan keluar dengan persidangan cukup dengan sekurang-kurangnya 7 Hakim, jelas merupakan argumentasi yang bertujuan membodohi publik,” katanya.
Begitu pula dengan pernyataan Hakim Konstitusi dalam Putusan No.141 bahwa ketentuan pasal 17 ayat (6) tidak berlaku bagi Hakim Konstitusi terutama sanksi putusan tidak sah, sanksi administratif dan sanksi pidana, pertanyaannya mengapa Hakim Anwar Usman dijatuhi sanksi administratif, jawabannya karena Anwar Usman melanggar larangan pasal 17 ayat (5) UU No.48 tahun 2009 jo. Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
“Meniadakan berlakunya ketentuan pasal 17 ayat 6 dan ayat 7 pada Hakim Konstitusi, hal itu harus dengan UU bukan dengan tafsir UU oleh MK. Ketentuan pasal 73 UU HAM bahwa Hak dan Kebebasan yang diatur dalam UU hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, karena itu tidak diterapkan ketentuan pasal.17 ayat 6 pada Hakim Konstitusi tidak boleh berdasarkan tafsir Hakim melainkan hanya boleh dengan UU,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda