Ini Pasal yang Bisa Membuat Jaksa dan Polisi Kapok Menyelingkuhi Hukum

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 10:21 WIB
Toh sanksi yang dijatuhkan terhadap mereka hanya berkisar 2,5 tahun-7 tahun penjara. Demikian halnya sanksi pidana bagi polisi. Dalam kasus pembobolan BNI yang melibatkan Maria P. Lumowa dkk, dua jenderal polisi yang mulanya berniat melindungi para tersangka hanya dihukum ringan. Kabareskrim Komisaris Jenderal Suyitno Landung hanya dijatuhi sanksi 1 tahun 6 bulan penjara. Dan Direktur Krimnal Khusus Brigadir Jenderal Samuel Ismoko dihukum 13 bulan penjara.

Perkecualian berlaku bagi jaksa Urip Tri Gunawan dan Irjen Djoko Susilo. Urip, terdakwa penerima suap Rp6,5 miliar dari Artalyta Suryani, orang kepercayaan buronan Syamsul Nursalim dihukum 20 tahun penjara. Tapi dia mendapat korting hukuman (remisi) lima tahun). Alhasil, pada pada tahun kesepuluh dia sudah berhak atas pembebasan bersyarat (telah menjalani dua pertiga hukuman). Urip ditangkap awal Maret 2008, mendapatkan pembebasan bersyarat pada 12 Mei 2017.

Akan halnya Djoko Susillo dihukum 18 tahun penjara (bekekuatan hukum tetap). Namun seperti Urip, ia tentu masih punya hak mendapatkan remisi.

Remisi bagi koruptor sebetulnya pernah diusulkan oleh Komisi Pemberantas korupsi (KPK) untuk dihapus pada tahun 2011. Namun, wacana ini tak berlanjut. Kementerian Hukum dan HAM berpendapat UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan Keppres no, 174 Tahun 1999 tentang Remisi masih memberi hak itu bagi narapidana.

Pendapat itu pun didukung oleh Komnas HAM yang menyatakan tidak boleh ada diskriminasi dalam memperlakukan narapidana, termasuk dalam hak mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. Alhasil, hingga kini para tikus pemangsa uang rakyat masih punya kesempatan mendapat korting hukuman.

Pinangki, sarjana hukum lulusan Universitas Ibnu Chaldun, niscaya tahu persis hukuman di pengadilan tingkat pertama bukan harga mati. Para terdakwa masih punya peluang mendapat diskon hukuman di tingkat banding, kasasi, bahkan Peninjauan Kembali. Kalaupun harus dihukum, seperti Urip, seniornya, ia masih berhak mendapatkan remisi.

Sebenarnya sistem hukum pidana Indonesia memiliki sebuah taring yang tajam guna menggertak para aparat penegak hukum berpikir 13 kali untuk melakukan perbuatan tercela. Taring itu tak lain Pasal 52 KUHP. Pasal itu berbunyi sebagai berikut:

“Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan dan sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiga”.

Nah, terbongkarnya kasus pelarian Djoko Tjandra seharusnya jadi momentum untuk membongkar praktik busuk di tubuh instansi penegak hukum. Salah satu caranya, ya mereaktivasi pasal 52 KUHP yang sudah lama diabaikan. Tanpa itu, kisah tentang jaksa, polisi, hakim, bahkan pengacara nakal, masih akan terus muncul di kemudian hari.
(rza)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More