Pengamat Hukum Tegaskan Putusan MKMK Jadi Penentu terkait Dinasti Politik
Selasa, 07 November 2023 - 00:29 WIB
JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie, akan memutuskan dugaan pelanggaran kode etik terhadap hakim yang menyidangkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, Selasa (7/11/2023) sore. Putusan tersebut menuai banyak kontroversi sebab diduga melahirkan dinasti politik.
Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan kepala daerah bisa ikut Pilpres 2024 walaupun belum berusia 40 tahun. Pascaputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka langsung mengambil momentum untuk ikut berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Pengamat Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti menyebutkan, jika putusan MKMK masih melenggangkan Gibran ikut Pilpres, hal tersebut menegaskan adanya politik dinasti di Republik ini. Sebab dalam persidangan, Anwar Usman selaku ketua MK, ikut sebagai majelis hakim dalam persidangan.
Hal tersebut dikatakan Bivitri dalam acara diskusi, bedah buku yang ditulis langsung oleh Jimly Asshiddiqie berjudul 'Oligarki dan totalitarianisme baru'. Buku itu terbitan LP3ES pada tahun 2022.
"Besok itu kalau putusannya ternyata tidak menimbulkan sesuatu yang baru, seakan-akan praktik dinasti politik itu dibenarkan, bahkan oleh Mahkamah Konstitusi, itu yang sebenarnya mengerikan," ucap Bivitri, Senin (6/11/2023).
Dalam buku tersebut, Bivitri melihat, Jimly menyoroti dua hal dalam politik dinasti, "Pertama menurut dia penentu yang melanggengkan oligarki, itu betul-betul dia (Jimly Asshiddiqie) tulis dia menyalahkan tiga hal itu kekuasaan politik, kekuasaan bisnis, dan budaya dinasti keluarga," sambungnya.
Selanjutnya, Bivitri mengatakan, Jimly menuliskan kalau totalitarianisme baru muncul gara-gara benturan kepentingan yang luar biasa. Benturan kepentingan itu dihasilkan salah satunya dari politik dinasti.
"Karena itu sebenernya gagasan dia (Jimly) cukup detail tuh soal benturan kepentingan, makanya sesungguhnya kami punya harapan yang sangat besar, besok Pak Jimly dan Wahiduddin Adams dan juga Pak Bintan Saragih benar-benar bisa melihat benturan kepentingan itu," katanya.
Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan kepala daerah bisa ikut Pilpres 2024 walaupun belum berusia 40 tahun. Pascaputusan tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka langsung mengambil momentum untuk ikut berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Pengamat Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti menyebutkan, jika putusan MKMK masih melenggangkan Gibran ikut Pilpres, hal tersebut menegaskan adanya politik dinasti di Republik ini. Sebab dalam persidangan, Anwar Usman selaku ketua MK, ikut sebagai majelis hakim dalam persidangan.
Hal tersebut dikatakan Bivitri dalam acara diskusi, bedah buku yang ditulis langsung oleh Jimly Asshiddiqie berjudul 'Oligarki dan totalitarianisme baru'. Buku itu terbitan LP3ES pada tahun 2022.
"Besok itu kalau putusannya ternyata tidak menimbulkan sesuatu yang baru, seakan-akan praktik dinasti politik itu dibenarkan, bahkan oleh Mahkamah Konstitusi, itu yang sebenarnya mengerikan," ucap Bivitri, Senin (6/11/2023).
Dalam buku tersebut, Bivitri melihat, Jimly menyoroti dua hal dalam politik dinasti, "Pertama menurut dia penentu yang melanggengkan oligarki, itu betul-betul dia (Jimly Asshiddiqie) tulis dia menyalahkan tiga hal itu kekuasaan politik, kekuasaan bisnis, dan budaya dinasti keluarga," sambungnya.
Selanjutnya, Bivitri mengatakan, Jimly menuliskan kalau totalitarianisme baru muncul gara-gara benturan kepentingan yang luar biasa. Benturan kepentingan itu dihasilkan salah satunya dari politik dinasti.
"Karena itu sebenernya gagasan dia (Jimly) cukup detail tuh soal benturan kepentingan, makanya sesungguhnya kami punya harapan yang sangat besar, besok Pak Jimly dan Wahiduddin Adams dan juga Pak Bintan Saragih benar-benar bisa melihat benturan kepentingan itu," katanya.
tulis komentar anda