Komnas PT Kritisi Pernyataan Kemenkumham soal Produk Tembakau
Selasa, 24 Oktober 2023 - 19:26 WIB
JAKARTA - Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengkritisi pernyataan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait produk tembakau. Kemenkumham menyatakan produk tembakau adalah produk legal, sehingga memiliki hak dan ruang untuk melakukan promosi.
Pernyataan Kemenkumham tersebut memang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun menurut Manajer Program Komnas PT, Nina Samidi, pernyataan Kemenkumham dan putusan hukum tersebut merupakan pemikiran primitif dan fatal.
"Rokok (yang merupakan) produk legal ini harus diatur. Jika Kemenkumham mengutip putusan MK bahwa rokok itu legal memang benar, tapi legal terbatas. Argumentasi rokok sebagai produk legal, sehingga tidak boleh dilarang iklan, ini pernyataan primitif dan fatal," kata Nina Samidi dan konferensi pers dukungan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan di Jakarta, Selasa (23/10/2023).
Sebelumnya, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Cahyani Suryandari menegaskan bahwa status legal bagi produk tembakau telah dinyatakan melalui enam putusan MK. Produk tembakau berbeda dengan narkotika dan psikotropika. Dengan begitu, setiap regulasi yang berkaitan dengan produk tembakau harus mengacu pada putusan MK tersebut.
"Memang kita bicara pengamanan bagi produk tembakau ini tidak (bisa) lepas dari putusan MK. Dari putusan MK, rokok bukanlah barang ilegal, sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan walau dengan syarat tertentu," katanya.
Mengacu pada putusan MK, kata Cahyani, iklan bagi produk tembakau seharusnya diperbolehkan. "(Putusan MK) tidak pernah menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan, tidak ada larangan untuk diperjualbelikan, sehingga rokok adalah barang legal. Saya melihat putusan MK (itu) melindungi petani tembakau dan produk," kata Cahyani.
Senada dengan Kemenkumham, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Ariyanto memandang rencana pelarangan total iklan bagi produk tembakau tidak diperlukan, apalagi mempertimbangkan perkembangan teknologi yang dapat mengatur target secara spesifik.
"Saat ini terdapat berbagai macam channel, platform, atau media yang memiliki kemampuan targeting (menentukan target audiens) yang semakin tajam atau fokus pada sasaran demografis tertentu, termasuk untuk memapar (iklan) pada umur dewasa. Ini sangat mungkin dilakukan," katanya.
Apalagi, kata Janoe, produk tembakau tidak ilegal. Artinya, sebagai produk legal maka produk tembakau bisa dipasarkan, dijual, atau dikomunikasikan dalam bentuk iklan. "Kalau iklannya harus memenuhi persyaratan atau aturan-aturan itu betul. Selama ini, iklan-iklan produk tembakau telah memenuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Regulasi terkait iklan bagi produk tembakau juga sudah ada dan diperkuat lagi dengan peraturan internal insan periklanan. Peraturan yang dijalankan oleh P3I adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI Amandemen 2020) yang telah mengatur secara komprehensif mengenai iklan produk tembakau.
Pernyataan Kemenkumham tersebut memang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun menurut Manajer Program Komnas PT, Nina Samidi, pernyataan Kemenkumham dan putusan hukum tersebut merupakan pemikiran primitif dan fatal.
"Rokok (yang merupakan) produk legal ini harus diatur. Jika Kemenkumham mengutip putusan MK bahwa rokok itu legal memang benar, tapi legal terbatas. Argumentasi rokok sebagai produk legal, sehingga tidak boleh dilarang iklan, ini pernyataan primitif dan fatal," kata Nina Samidi dan konferensi pers dukungan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan di Jakarta, Selasa (23/10/2023).
Sebelumnya, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Cahyani Suryandari menegaskan bahwa status legal bagi produk tembakau telah dinyatakan melalui enam putusan MK. Produk tembakau berbeda dengan narkotika dan psikotropika. Dengan begitu, setiap regulasi yang berkaitan dengan produk tembakau harus mengacu pada putusan MK tersebut.
"Memang kita bicara pengamanan bagi produk tembakau ini tidak (bisa) lepas dari putusan MK. Dari putusan MK, rokok bukanlah barang ilegal, sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan walau dengan syarat tertentu," katanya.
Mengacu pada putusan MK, kata Cahyani, iklan bagi produk tembakau seharusnya diperbolehkan. "(Putusan MK) tidak pernah menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan, tidak ada larangan untuk diperjualbelikan, sehingga rokok adalah barang legal. Saya melihat putusan MK (itu) melindungi petani tembakau dan produk," kata Cahyani.
Senada dengan Kemenkumham, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Ariyanto memandang rencana pelarangan total iklan bagi produk tembakau tidak diperlukan, apalagi mempertimbangkan perkembangan teknologi yang dapat mengatur target secara spesifik.
"Saat ini terdapat berbagai macam channel, platform, atau media yang memiliki kemampuan targeting (menentukan target audiens) yang semakin tajam atau fokus pada sasaran demografis tertentu, termasuk untuk memapar (iklan) pada umur dewasa. Ini sangat mungkin dilakukan," katanya.
Apalagi, kata Janoe, produk tembakau tidak ilegal. Artinya, sebagai produk legal maka produk tembakau bisa dipasarkan, dijual, atau dikomunikasikan dalam bentuk iklan. "Kalau iklannya harus memenuhi persyaratan atau aturan-aturan itu betul. Selama ini, iklan-iklan produk tembakau telah memenuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Regulasi terkait iklan bagi produk tembakau juga sudah ada dan diperkuat lagi dengan peraturan internal insan periklanan. Peraturan yang dijalankan oleh P3I adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI Amandemen 2020) yang telah mengatur secara komprehensif mengenai iklan produk tembakau.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda