Pihak Umrah Backpacker Minta Maaf, Kemenag Tetap Proses Laporan ke Polisi
Sabtu, 07 Oktober 2023 - 11:08 WIB
JAKARTA - Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin mengatakan tetap memproses laporan ke pihak kepolisian meski salah satu pihak penyelenggara umrah backpacker telah meminta maaf. Hal ini sebagai wujud pemerintah melindungi dan memberi jaminan keselamatan untuk ibadah ke Tanah Suci.
"Ya memang pihak backpacker tadi ada permintaan maaf. Tetapi khusus pengaduan ini kan dikirimkan ke kepolisian nanti tetap proses-proses tahapan itu dilakukan,"kata Nur Arifin, Sabtu (7/10/2023).
Nur kembali menegaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bahwa bisnis perjalanan ibadah umrah dijalankan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Lembaga tersebut justru jauh lebih aman dan pengawasannya lebih mudah.
"Kami sampaikan bahwa peraturan perundang-undangan itu sama sekali tidak mempersulit masyarakat untuk ibadah justru mempermudah dengan memberikan jaminan layanan. Kalau umrah melalui PPIU itu jelas ada jaminan layanan baik jaminan layanan ibadah, kalau ada apa-apa negara berhak menuntut yang telah berizin tadi untuk kalau ada pelanggar,"katanya.
Berbeda dengan umrah backpacker yang dikelola tanpa melalui lembaga dan tidak berizin dikhawatirkan dapat menyulitkan jemaah saat menjalani ibadah ke tanah suci. "Tapi kalau ada yang melakukan umrah tanpa backpacker tentu negara engga hadir, tidak ada jaminan, kasihan rakyat malah jadi korban. Kalau ada apa-apa pun tidak ada jaminan ada permasalahan kesehatan tidak ada jaminan dan sebagainya jadi memastikan rakyatnya menerima layanan,"ucapnya.
Dengan demikian, jemaah yang menjadi umrah backpacker kata Nur Arifin tidak bisa melaporkan keluhannya kepada Kemenag. Sebab travel yang tidak memiliki izin di luar kewenangan Kemenag.
"Travel-travel yang tidak berizin itu di luar kewenangan kementerian agama. Maka dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini, pihak aparat penegak hukum kepolisian punya wewenang jika orang melaporkan kepada kami tentu kami teruskan kepada pihak yang berwenang, karena posisi Kemenag tidak punya kewenangan untuk melakukan tindakan hukum kepada yang tidak berizin,"tuturnya.
Sebagai informasi, di dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 disebutkan setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. Larangan tersebut diancam dengan sanksi pidana penjara selama 6 tahun atau pidana denda Rp6 miliar.
Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa pidana kurungan 8 tahun atau denda Rp8 miliar.
"Ya memang pihak backpacker tadi ada permintaan maaf. Tetapi khusus pengaduan ini kan dikirimkan ke kepolisian nanti tetap proses-proses tahapan itu dilakukan,"kata Nur Arifin, Sabtu (7/10/2023).
Nur kembali menegaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 bahwa bisnis perjalanan ibadah umrah dijalankan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Lembaga tersebut justru jauh lebih aman dan pengawasannya lebih mudah.
"Kami sampaikan bahwa peraturan perundang-undangan itu sama sekali tidak mempersulit masyarakat untuk ibadah justru mempermudah dengan memberikan jaminan layanan. Kalau umrah melalui PPIU itu jelas ada jaminan layanan baik jaminan layanan ibadah, kalau ada apa-apa negara berhak menuntut yang telah berizin tadi untuk kalau ada pelanggar,"katanya.
Berbeda dengan umrah backpacker yang dikelola tanpa melalui lembaga dan tidak berizin dikhawatirkan dapat menyulitkan jemaah saat menjalani ibadah ke tanah suci. "Tapi kalau ada yang melakukan umrah tanpa backpacker tentu negara engga hadir, tidak ada jaminan, kasihan rakyat malah jadi korban. Kalau ada apa-apa pun tidak ada jaminan ada permasalahan kesehatan tidak ada jaminan dan sebagainya jadi memastikan rakyatnya menerima layanan,"ucapnya.
Dengan demikian, jemaah yang menjadi umrah backpacker kata Nur Arifin tidak bisa melaporkan keluhannya kepada Kemenag. Sebab travel yang tidak memiliki izin di luar kewenangan Kemenag.
"Travel-travel yang tidak berizin itu di luar kewenangan kementerian agama. Maka dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini, pihak aparat penegak hukum kepolisian punya wewenang jika orang melaporkan kepada kami tentu kami teruskan kepada pihak yang berwenang, karena posisi Kemenag tidak punya kewenangan untuk melakukan tindakan hukum kepada yang tidak berizin,"tuturnya.
Sebagai informasi, di dalam Pasal 115 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 disebutkan setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. Larangan tersebut diancam dengan sanksi pidana penjara selama 6 tahun atau pidana denda Rp6 miliar.
Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa pidana kurungan 8 tahun atau denda Rp8 miliar.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda