Netralitas TNI di Pemilu 2024
Kamis, 05 Oktober 2023 - 05:16 WIB
‘’PELIHARA TNI, pelihara angkatan perang kita, jangan sampai TNI dikuasai partai politik manapun.’’ Penegasan yang disampaikan Panglima Besar Jenderal Soedirman di fase awal pasca-kemerdekaan tersebut sebagai petuah yang lazim disampaikan seorang pemimpin demi menjaga agar TNI kala itu tetap fokus bertugas menjaga marwah Ibu Pertiwi dan mempertahankan negara agar tidak kembali dijajah.
baca juga: Tokoh NU dan Muhammadiyah Puji KSAD Dudung Jaga Netralitas TNI
Namun, dalam perjalanan sejarah negeri ini, ternyata politik praktis memang tidak pernah berhenti menggoda dan menarik TNI. Catatan kelam keterlibatan TNI dalam politik bisa ditelusuri sejak Soedirman masih hidup, era orde lama yang memecah TNI dalam berbagai kelompok aliran seperti komunis, hingga orde baru yang ditandai dengan Dwi Fungsi ABRI.
Walapun reformasi memunculkan komitmen back to basic yang mendorong TNI berkonsentrasi penuh pada tugas sebagai garda bangsa profesional dan keluarnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI yang melarang prajurit TNI terlibat dalam politik dan bisnis, bukan berarti pertautan TNI dengan kepentingan politik benar-benar sudah tidak ada lagi.
Dalam konteks ini, titik krusial acap kali muncul pada setiap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). Pada Pemilu 2004 misalnya, Imparsial mencatat adanya pelanggaran netralitas TNI berupa penggunaan kendaraan militer untuk mobilisasi massa. Pelanggaran dengan pola dan level berbeda juga masih muncul pada Pemilu 2009 dan 2014. Pun pada 2019, Bawaslu masih menemukan 1.096 pelanggaran netralitas aparatur negara, termasuk di dalamnya dari unsur TNI.
baca juga: Laksamana Yudo Jamin Netralitas Prajurit TNI di Pemilu 2024
Jelang tahun politik 2024, sejauh ini belum muncul laporan tentang keterlibatan TNI dalam politik praktis. Namun bukan berarti kerawanan tersebut tidak ada. Dan titik rawan itu di antaranya datang dari para purnawirawan yang terjun langsung menjadi calon legislative, baik di DPRD II, DPRD I, maupun DPR RI. Gula-gula kekuasaan yang sangat menggiurkan akan menjadi variabel yang mendorong pemanfaatan TNI untuk kepentingan pragmatis.
Kewaspadaan tersebut harus menjadi perhatian mengingat besarnya purnawirawan TNI yang turun gelanggang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Hal tersebut bisa dilihat dari Daftar Calon Sementara (DCS) yang telah dikeluarkan KPU. Dari list tertera di caleg DPR RI misalnya, nama-nama purnawirawan jenderal TNI tersebar hampir di semua parpol. Keberadaan mereka sangat potensial menyeret oknum prajurit maupun institusi –dengan berbagai skala- untuk kepentingan pemenangan.
Tak kalah rawannya adalah kehadiran para purnawirawan sebagai tim sukses pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Nama-nama yang sudah muncul dalam tim sukses ini bahkan pada level mantan panglima TNI. Beberapa nama purnawiran jenderal terkemuka pun sudah menjadi rahasia publik berada di balik partai politik dan pasangan capres-cawapres. Terlebih, ada juga purnawirawan yang bakal maju dalam kontestansi pemilihan presiden, yakni Letjen (Purn) Prabowo Subianto .
baca juga: Tokoh NU dan Muhammadiyah Puji KSAD Dudung Jaga Netralitas TNI
Namun, dalam perjalanan sejarah negeri ini, ternyata politik praktis memang tidak pernah berhenti menggoda dan menarik TNI. Catatan kelam keterlibatan TNI dalam politik bisa ditelusuri sejak Soedirman masih hidup, era orde lama yang memecah TNI dalam berbagai kelompok aliran seperti komunis, hingga orde baru yang ditandai dengan Dwi Fungsi ABRI.
Walapun reformasi memunculkan komitmen back to basic yang mendorong TNI berkonsentrasi penuh pada tugas sebagai garda bangsa profesional dan keluarnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI yang melarang prajurit TNI terlibat dalam politik dan bisnis, bukan berarti pertautan TNI dengan kepentingan politik benar-benar sudah tidak ada lagi.
Dalam konteks ini, titik krusial acap kali muncul pada setiap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). Pada Pemilu 2004 misalnya, Imparsial mencatat adanya pelanggaran netralitas TNI berupa penggunaan kendaraan militer untuk mobilisasi massa. Pelanggaran dengan pola dan level berbeda juga masih muncul pada Pemilu 2009 dan 2014. Pun pada 2019, Bawaslu masih menemukan 1.096 pelanggaran netralitas aparatur negara, termasuk di dalamnya dari unsur TNI.
baca juga: Laksamana Yudo Jamin Netralitas Prajurit TNI di Pemilu 2024
Jelang tahun politik 2024, sejauh ini belum muncul laporan tentang keterlibatan TNI dalam politik praktis. Namun bukan berarti kerawanan tersebut tidak ada. Dan titik rawan itu di antaranya datang dari para purnawirawan yang terjun langsung menjadi calon legislative, baik di DPRD II, DPRD I, maupun DPR RI. Gula-gula kekuasaan yang sangat menggiurkan akan menjadi variabel yang mendorong pemanfaatan TNI untuk kepentingan pragmatis.
Kewaspadaan tersebut harus menjadi perhatian mengingat besarnya purnawirawan TNI yang turun gelanggang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Hal tersebut bisa dilihat dari Daftar Calon Sementara (DCS) yang telah dikeluarkan KPU. Dari list tertera di caleg DPR RI misalnya, nama-nama purnawirawan jenderal TNI tersebar hampir di semua parpol. Keberadaan mereka sangat potensial menyeret oknum prajurit maupun institusi –dengan berbagai skala- untuk kepentingan pemenangan.
Tak kalah rawannya adalah kehadiran para purnawirawan sebagai tim sukses pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Nama-nama yang sudah muncul dalam tim sukses ini bahkan pada level mantan panglima TNI. Beberapa nama purnawiran jenderal terkemuka pun sudah menjadi rahasia publik berada di balik partai politik dan pasangan capres-cawapres. Terlebih, ada juga purnawirawan yang bakal maju dalam kontestansi pemilihan presiden, yakni Letjen (Purn) Prabowo Subianto .
tulis komentar anda