Tokoh NU dan Muhammadiyah Puji KSAD Dudung Jaga Netralitas TNI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya dan komitmen Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman menjaga netralitas TNI dari kegiatan politik praktis mendapat respons positif dari tokoh NU Muhammad AS Hikam dan tokoh muda Muhammadiyah Sunanto (Cak Nanto).
Hal ini disampaikan keduanya menanggapi imbauan Dudung yang meminta purnawiran TNI tidak menggunakan atribut TNI saat melakukan kegiatan berbau politis.
“Kalau pimpinan TNI sudah mengatakan sesuatu itu pasti berdasarkan aturan resmi. Pak Dudung bersikap hati-hati dan besikap waspada sebab bagaimanapun citra TNI di mata masyarakat kan sangat bagus. Mungkin Pak Dudung khawatir kalau sampai menggunakan seragam dan lain-lain nanti seolah-olah TNI dikesankan oleh publik ikut campur,” ujar Hikam, Selasa (15/8/2023).
Menurut Hikam, apa yang sampaikan Dudung kepada purnawirawan tersebut sebagai bentuk implementasi dari norma yang ada dalam tubuh TNI. Karena itu, komitmen Dudung menjaga netralitas TNI dalam urusan politik praktis harus dihormati. Purnawirawan memang tidak dilarang terjun ke politik praktis karena mereka sudah menjadi warga negara sipil. Tapi, menggunakan atribut TNI yang berpotensi merusak citra TNI sendiri harus dihindari.
“Normanya adalah TNI berasal dari rakyat karena itu di dalam soal politik TNI tidak mau ikut campur atau bercampur dengan politik praktis. Salah satu implementasinya adalah purnawirawan TNI walau punya hak sebagai warga negara sipil tapi jangan sampai menggunakan atribut-atribut yang terkesan bahwa itu atribut TNI,” katanya.
Menurut Hikam, penggunaan atribut TNI tidak berdampak pada institusi resmi TNI itu sendiri. Sebab, publik sudah bisa membaca dan membedakan institusi resmi TNI dan purnawirawan TNI yang berkegiatan politik.
“Kalau TNI resmi itu kan politik negara, dan tidak akan berpolitik praktis. Tapi kalau sudah purnawirawan sudah menjadi warga negara sipil walau tentu beliau-beliau itu sudah pernah berkecimpung di TNI maka sapta marga akan tetap ada, tidak bisa hilang. Tapi tidak ada kaitannya dengan institusi resmi TNI,” paparnya.
Hikam juga menyampaikan sejarah TNI lahir dari rakyat dan akan kembali kepada rakyat. Karenanya, TNI dan rakyat tidak bisa dipisahkan. “Dari zaman kelahirannya TNI berasal dari rakyat. Kan ada negara yang tentaranya itu bersal dari kalangan bangsawan. Tapi kalu pengalaman dari sejarah TNI aslinya , mau diapakan saja tidak bisa berubah. Kan ada pimpinan, ada kebijakan,” tegasnya.
Hal ini disampaikan keduanya menanggapi imbauan Dudung yang meminta purnawiran TNI tidak menggunakan atribut TNI saat melakukan kegiatan berbau politis.
“Kalau pimpinan TNI sudah mengatakan sesuatu itu pasti berdasarkan aturan resmi. Pak Dudung bersikap hati-hati dan besikap waspada sebab bagaimanapun citra TNI di mata masyarakat kan sangat bagus. Mungkin Pak Dudung khawatir kalau sampai menggunakan seragam dan lain-lain nanti seolah-olah TNI dikesankan oleh publik ikut campur,” ujar Hikam, Selasa (15/8/2023).
Menurut Hikam, apa yang sampaikan Dudung kepada purnawirawan tersebut sebagai bentuk implementasi dari norma yang ada dalam tubuh TNI. Karena itu, komitmen Dudung menjaga netralitas TNI dalam urusan politik praktis harus dihormati. Purnawirawan memang tidak dilarang terjun ke politik praktis karena mereka sudah menjadi warga negara sipil. Tapi, menggunakan atribut TNI yang berpotensi merusak citra TNI sendiri harus dihindari.
“Normanya adalah TNI berasal dari rakyat karena itu di dalam soal politik TNI tidak mau ikut campur atau bercampur dengan politik praktis. Salah satu implementasinya adalah purnawirawan TNI walau punya hak sebagai warga negara sipil tapi jangan sampai menggunakan atribut-atribut yang terkesan bahwa itu atribut TNI,” katanya.
Menurut Hikam, penggunaan atribut TNI tidak berdampak pada institusi resmi TNI itu sendiri. Sebab, publik sudah bisa membaca dan membedakan institusi resmi TNI dan purnawirawan TNI yang berkegiatan politik.
“Kalau TNI resmi itu kan politik negara, dan tidak akan berpolitik praktis. Tapi kalau sudah purnawirawan sudah menjadi warga negara sipil walau tentu beliau-beliau itu sudah pernah berkecimpung di TNI maka sapta marga akan tetap ada, tidak bisa hilang. Tapi tidak ada kaitannya dengan institusi resmi TNI,” paparnya.
Hikam juga menyampaikan sejarah TNI lahir dari rakyat dan akan kembali kepada rakyat. Karenanya, TNI dan rakyat tidak bisa dipisahkan. “Dari zaman kelahirannya TNI berasal dari rakyat. Kan ada negara yang tentaranya itu bersal dari kalangan bangsawan. Tapi kalu pengalaman dari sejarah TNI aslinya , mau diapakan saja tidak bisa berubah. Kan ada pimpinan, ada kebijakan,” tegasnya.