UU PDP Proses Transisi, Pakar Ingatkan Mitigasi Kegagalan Perlindungan Data Pribadi
Kamis, 28 September 2023 - 22:11 WIB
"Kami juga mempertimbakan kondisi akses pengetahuan terkait PDP dan potensi dampaknya dalam pemahaman terkait PP PDP di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara Danny Kobrata dari Partner K&K Advocates di kesempatan yang sama menjelaskan, UU PDP saat ini masih dalam masa transisi dua tahun, sehingga saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempelajari dengan melakukan komparasi terhadap praktik yang berkembang di Indonesia dan di dunia internasional.
"Terlebih telah terjadinya kasus-kasus kebocoran data di Indonesia atau kasus penggunaan data pribadi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ungkap Danny.
Denny mengingatkan, kebocoran data yang terus terjadi hingga saat ini tidak hanya dialami perusahaan kecil, tetapi juga perusahaan besar yang sejatinya memiliki resources untuk menanggulangi kebocoran data. Indonesia menurutnya sangat rentan mengalami kebocoran data pribadi.
Maka mengapa penting bagi perusahaan untuk memastikan tidak menjadi korban kebocoran data pribadi.
"Pertama dampaknya ke reputasi perusahaan karena konsumen semakin sadar akan pentingnya data pribadi mereka," tegasnya.
"Kedua dampak pada risiko potensi sanksi hukum sanksi administratif, perdata, dan pidana. Kalau nanti telah diputuskan, denda administratif itu hingga 2% dari total pendapatan tahunan (masih dalam pembahasan), lalu denda perdata-pidana bisa sampai 60 miliar," sambungnya.
Danny pun memberi tips bagaimana meminimalkan risiko hukum dalam pelanggaran data pribadi. Tentu yang pertama adalah mematuhi kewajiban hukum. Dalam hal ini perusahaan harus mematuhi standar keamanan, memelihara SOP yang berkaitan dengan keamanan siber, dan melakukan pemberitahuan kepada regulator jika terjadi pelanggaran.
"Patuhi saja kewajiban hukum yang berlaku, karena perusahaan tidak selalu harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran data. Namun, perusahaan harus menunjukkan upaya serius dalam penanganan kebocoran data seperti regular training, pembentukan tim penanggulangan kebocoran data, dan melakukan penanganan kebocoran dengan cepat," jelas Danny.
Sedangkan Prof Sinta Dewi, Guru Besar Hukum Pelindungan Data Pribadi dan Ketua Cyber Law Centre Universitas Padjajaran menegaskan, Indonesia saat ini telah berpartisipasi dalam digital global. Maka satu prinsip utama adalah kepercayaan dalam menjaga akuntabiltias, transparasi data privacy.
Sementara Danny Kobrata dari Partner K&K Advocates di kesempatan yang sama menjelaskan, UU PDP saat ini masih dalam masa transisi dua tahun, sehingga saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempelajari dengan melakukan komparasi terhadap praktik yang berkembang di Indonesia dan di dunia internasional.
"Terlebih telah terjadinya kasus-kasus kebocoran data di Indonesia atau kasus penggunaan data pribadi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ungkap Danny.
Denny mengingatkan, kebocoran data yang terus terjadi hingga saat ini tidak hanya dialami perusahaan kecil, tetapi juga perusahaan besar yang sejatinya memiliki resources untuk menanggulangi kebocoran data. Indonesia menurutnya sangat rentan mengalami kebocoran data pribadi.
Maka mengapa penting bagi perusahaan untuk memastikan tidak menjadi korban kebocoran data pribadi.
"Pertama dampaknya ke reputasi perusahaan karena konsumen semakin sadar akan pentingnya data pribadi mereka," tegasnya.
"Kedua dampak pada risiko potensi sanksi hukum sanksi administratif, perdata, dan pidana. Kalau nanti telah diputuskan, denda administratif itu hingga 2% dari total pendapatan tahunan (masih dalam pembahasan), lalu denda perdata-pidana bisa sampai 60 miliar," sambungnya.
Danny pun memberi tips bagaimana meminimalkan risiko hukum dalam pelanggaran data pribadi. Tentu yang pertama adalah mematuhi kewajiban hukum. Dalam hal ini perusahaan harus mematuhi standar keamanan, memelihara SOP yang berkaitan dengan keamanan siber, dan melakukan pemberitahuan kepada regulator jika terjadi pelanggaran.
"Patuhi saja kewajiban hukum yang berlaku, karena perusahaan tidak selalu harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran data. Namun, perusahaan harus menunjukkan upaya serius dalam penanganan kebocoran data seperti regular training, pembentukan tim penanggulangan kebocoran data, dan melakukan penanganan kebocoran dengan cepat," jelas Danny.
Sedangkan Prof Sinta Dewi, Guru Besar Hukum Pelindungan Data Pribadi dan Ketua Cyber Law Centre Universitas Padjajaran menegaskan, Indonesia saat ini telah berpartisipasi dalam digital global. Maka satu prinsip utama adalah kepercayaan dalam menjaga akuntabiltias, transparasi data privacy.
Lihat Juga :
tulis komentar anda