Mengebor Investasi di Pusaran Transisi Energi
Sabtu, 16 September 2023 - 08:29 WIB
INDONESIA telah pulih dari pandemi dengan pertumbuhan ekonomi yang digadang-gadang akan menembus 5%. Sejumlah sektor menunjukkan tren bertumbuh. Seperti industri manufaktur, pengolahan, logam, mesin, dan alat transportasi. Bertumbuhnya beragam sektor industri itu membuat kebutuhan dan konsumsi energi melonjak.
baca juga: SKK Migas Kawal KKKS Digdayakan UMKM
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kebutuhan energi pada 2040 akan mencapai 2,1 miliar setara barel minyak (SBM), kemudian diperkirakan naik pada 2050 hingga mencapai 2,9 miliar SBM. Proyeksi peningkatan kebutuhan energi tersebut sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan pemerintah. Kebutuhan energi akan didominasi oleh sektor industri dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata 3,9% per tahun disusul sektor transportasi sebesar 3,2%.
Selain sektor industri, sektor komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian dan jumlah penduduk. Meskipun kesepakatan global terkait transisi energi menuju nol emisi telah digaungkan sejak 2016 silam, namun data menunjukkan, kebutuhan energi masih didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM) dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,8% per tahun. Ini terjadi karena penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien alias murah daripada energi lain seperti Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pembangunan ekonomi yang terus bertumbuh membutuhkan ketersediaan energi, termasuk minyak dan gas. Kebutuhan minyak dan gas hingga 2050 secara persentase akan turun, tetapi secara volume terus meningkat. Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) permintaan minyak dunia mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 88 juta barel per hari menjadi 101 juta barel per hari pada 2045.
Permintaan global yang terus meningkat, ketidakstabilan harga yang ekstrem, dan peraturan lingkungan hidup yang semakin ketat menjadi tantangan utama yang harus diatasi oleh para pelaku industri minyak dan gas. Termasuk membatasi dampak terhadap lingkungan, mengurangi biaya, dan mengoptimalkan hasil produksi secara keseluruhan.
Meskipun tak lagi menjadi pemain utama dari energi fosil, namun sejatinya Indonesia masih memiliki peluang untuk memanfaatkan momentum menghasilkan pundi-pundi devisa negara dari kenaikan harga minyak. Pada perdagangan Jumat (15/9/2023) harga minyak jenis Brent menguat 0,34% ke posisi USD94,02 per barel. Sedangkan harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 0,57% ke posisi USD90,67 per barel, yang menjadi rekor harga tertinggi di 2023.
baca juga: SKK Migas Terus Dorong Peningkatan Investasi Sektor Hulu
Seolah tak mau kehilangan momentum yang memiliki pattern berulang setiap waktu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( SKK Migas ) kembali menggelar The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIOG). Perhelatan ke-4 yang akan dilaksanakan di Nusa Dua, Bali pada 20-22 September 2023 ini diharapkan bisa ikut mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
baca juga: SKK Migas Kawal KKKS Digdayakan UMKM
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kebutuhan energi pada 2040 akan mencapai 2,1 miliar setara barel minyak (SBM), kemudian diperkirakan naik pada 2050 hingga mencapai 2,9 miliar SBM. Proyeksi peningkatan kebutuhan energi tersebut sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan pemerintah. Kebutuhan energi akan didominasi oleh sektor industri dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata 3,9% per tahun disusul sektor transportasi sebesar 3,2%.
Selain sektor industri, sektor komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian dan jumlah penduduk. Meskipun kesepakatan global terkait transisi energi menuju nol emisi telah digaungkan sejak 2016 silam, namun data menunjukkan, kebutuhan energi masih didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM) dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,8% per tahun. Ini terjadi karena penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien alias murah daripada energi lain seperti Energi Baru Terbarukan (EBT).
Pembangunan ekonomi yang terus bertumbuh membutuhkan ketersediaan energi, termasuk minyak dan gas. Kebutuhan minyak dan gas hingga 2050 secara persentase akan turun, tetapi secara volume terus meningkat. Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) permintaan minyak dunia mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 88 juta barel per hari menjadi 101 juta barel per hari pada 2045.
Permintaan global yang terus meningkat, ketidakstabilan harga yang ekstrem, dan peraturan lingkungan hidup yang semakin ketat menjadi tantangan utama yang harus diatasi oleh para pelaku industri minyak dan gas. Termasuk membatasi dampak terhadap lingkungan, mengurangi biaya, dan mengoptimalkan hasil produksi secara keseluruhan.
Meskipun tak lagi menjadi pemain utama dari energi fosil, namun sejatinya Indonesia masih memiliki peluang untuk memanfaatkan momentum menghasilkan pundi-pundi devisa negara dari kenaikan harga minyak. Pada perdagangan Jumat (15/9/2023) harga minyak jenis Brent menguat 0,34% ke posisi USD94,02 per barel. Sedangkan harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) naik 0,57% ke posisi USD90,67 per barel, yang menjadi rekor harga tertinggi di 2023.
baca juga: SKK Migas Terus Dorong Peningkatan Investasi Sektor Hulu
Seolah tak mau kehilangan momentum yang memiliki pattern berulang setiap waktu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( SKK Migas ) kembali menggelar The International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIOG). Perhelatan ke-4 yang akan dilaksanakan di Nusa Dua, Bali pada 20-22 September 2023 ini diharapkan bisa ikut mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda