Soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Pengamat Minta MK Akomodasi Milenial dan Gen Z
Rabu, 30 Agustus 2023 - 14:53 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) didesak mengakomodasi Milenial dan generasi Z. Hal itu menyusul gugatan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Wakil Dekan FH Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Erfandi menjelaskan, dalam Pemilu 2024, jumlah pemilih saat ini didominasi oleh kelompok Milenial dan Gen Z yang jumlahnya 56%.
"Jadi dari aspek ketatanegaraan jumlah yang di dominasi oleh kaum Milenial perlu di akomodasi oleh konstitusi untuk dapat mendudukkan wakilnya baik sebagai capres atau cawapres termasuk anggota DPR dan kepala daerah. Karena itu hal yang lumrah dan konstitusional," kata Erfandi, Rabu (30/8/2023).
Menurut Erfandi, MK perlu mempertimbangkan hal tersebut terkait dengan keputusan permohonan uji materi itu. "Tidak mungkin pembuat kebijakan menegasikan jumlah pemilih Milenial dengan membatasi capres dan cawapres atau kepala daerah yang masih muda," ujar Erfandi.
Pasalnya, kata Erfandi, dalam azas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil), bagaimana bisa mewujudkan keadilan sebagai azas pemilu apabila batas usia pemilih 17 tahun, namun hak dipilih 40 tahun. "Inikan enggak proporsional karena ada disparitas usia yang sangat jauh antara 17 tahun dengan 40 tahun," ucap Erfandi.
Erfandi berpandangan, kalau alasan MK tidak bisa memutuskan batas usia capres dan cawapres karena mau open legal policy, perlu dipertimbangkan pula bahwa lembaga konstitusi tersebut pernah memutus perkara open legal policy dengan dikeluarkan putusan MK Nomor 86/PUU/X/2012.
"Apalagi open legal policy itu juga ada batasannya misalnya UU yang dibuat DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD dan mengikuti perkembangan zaman. Kalau dalam perkembangan Pemilu 2024 di dominasi oleh pemilih milenial apa tidak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan milenial tersebut," papar Erfandi.
Erfandi menekankan, wajar apabila ada pihak yang tidak sepakat terhadap batasan usia 40 tahun dengan melakukan Judicial Review ke MK. Menurutnya, itu adalah hak konstitusional setiap warga negara yang juga harus di hormati secara hukum.
"Memang secara prinsip di dalam Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk ikut dalam pemerintahan termasuk dalam hal menjadi capres ataupun cawapres. Sehingga dalam beberapa UU kemudian diturunkan mengenai syarat menjadi capres dan atau cawapres seperti pengaturan mengenai usia 35 tahun di dalam pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2003 dan pasal 5 UU Nomor 42 Tahun 2008. Namun demikian perkembangan mengenai usia capres berubah menjadi 40 tahun di Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017," tutupnya.
Wakil Dekan FH Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Erfandi menjelaskan, dalam Pemilu 2024, jumlah pemilih saat ini didominasi oleh kelompok Milenial dan Gen Z yang jumlahnya 56%.
"Jadi dari aspek ketatanegaraan jumlah yang di dominasi oleh kaum Milenial perlu di akomodasi oleh konstitusi untuk dapat mendudukkan wakilnya baik sebagai capres atau cawapres termasuk anggota DPR dan kepala daerah. Karena itu hal yang lumrah dan konstitusional," kata Erfandi, Rabu (30/8/2023).
Baca Juga
Menurut Erfandi, MK perlu mempertimbangkan hal tersebut terkait dengan keputusan permohonan uji materi itu. "Tidak mungkin pembuat kebijakan menegasikan jumlah pemilih Milenial dengan membatasi capres dan cawapres atau kepala daerah yang masih muda," ujar Erfandi.
Pasalnya, kata Erfandi, dalam azas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil), bagaimana bisa mewujudkan keadilan sebagai azas pemilu apabila batas usia pemilih 17 tahun, namun hak dipilih 40 tahun. "Inikan enggak proporsional karena ada disparitas usia yang sangat jauh antara 17 tahun dengan 40 tahun," ucap Erfandi.
Erfandi berpandangan, kalau alasan MK tidak bisa memutuskan batas usia capres dan cawapres karena mau open legal policy, perlu dipertimbangkan pula bahwa lembaga konstitusi tersebut pernah memutus perkara open legal policy dengan dikeluarkan putusan MK Nomor 86/PUU/X/2012.
"Apalagi open legal policy itu juga ada batasannya misalnya UU yang dibuat DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD dan mengikuti perkembangan zaman. Kalau dalam perkembangan Pemilu 2024 di dominasi oleh pemilih milenial apa tidak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan milenial tersebut," papar Erfandi.
Erfandi menekankan, wajar apabila ada pihak yang tidak sepakat terhadap batasan usia 40 tahun dengan melakukan Judicial Review ke MK. Menurutnya, itu adalah hak konstitusional setiap warga negara yang juga harus di hormati secara hukum.
"Memang secara prinsip di dalam Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk ikut dalam pemerintahan termasuk dalam hal menjadi capres ataupun cawapres. Sehingga dalam beberapa UU kemudian diturunkan mengenai syarat menjadi capres dan atau cawapres seperti pengaturan mengenai usia 35 tahun di dalam pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2003 dan pasal 5 UU Nomor 42 Tahun 2008. Namun demikian perkembangan mengenai usia capres berubah menjadi 40 tahun di Pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017," tutupnya.
(cip)
tulis komentar anda