Lima Hal Ini Menjadi Kendala Persidangan Virtual Temuan MA
Senin, 27 Juli 2020 - 13:24 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyatakan telah menemukan lima kendala atas pelaksanaan persidangan secara virtual melalui telekonferensi di berbagai pengadilan negeri di seluruh Indonesia.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan, MA telah melakukan pemantauan atas pelaksanaan persidangan secara virtual melalui video telekonferensi di berbagai pengadilan negeri yang ada di Indonesia. Dari hasil pemantauan tersebut, kata dia, maka MA telah menemukan dan memiliki catatan berupa beberapa kendala atas pelaksanaan persidangan secara virtual.
Kendala pertama, ungkap Abdullah, yakni dari sisi terdakwa. Saat persidangan melalui telekonferensi, terdakwa tidak bisa menyampaikan secara utuh dan mengekspresikan semua yang ada dalam pikirannya.
"Namanya diperiksa kan harus menyampaikan dengan ekspresi. Itu kan tidak bisa. Dari pengadilan ini tentu sudah memenuhi kewajibannya untuk semua sarana prasarana teleconference. Tetapi persidangan kan tidak hanya bisa pengadilan saja, tapi harus ada dengan Ditjenpas, dengan penuntut umum," ujar Abdullah saat dihubungi SINDOnews di Jakarta.
(Baca: Soal Sidang Virtual, MA Sudah Lakukan Perbaikan Sebelum Ada Kajian Ombudsman)
Kedua, saat persidangan secara virtual akan berlangsung nyatanya lembaga pemasyarakatan tidak mau menerima tahanan dari luar karena takut terpapar Covid-19. Akibatnya, kata Abdullah, tahanan masih tertahan di Polres, Polsek, dan Polda. Di sisi lain, saat Covid-19 berjalan pun masa penahanan seorang terdakwa yang berada di masing-masing rutan termasuk di Polres, Polsek, dan Polda terus berjalan.
"Masa penahanan berjalan terus nih. Masa penahanan berdasarkan hari kalender. Sementara masa penahanan terbatas. Akhirnya persidangan secara online," tuturnya.
Ketiga, di lembaga pemasyarakatan (lapas) sendiri belum ada fasilitas untuk sidang secara online melalui telekonferensi. Kalau toh ada, kata Abdullah, itu sangat-sangat darurat yang hanya bisa dilakukan pada saat itu. Dari sisi ruangan, pihak lapas baru dapat menyediakan saat persidangan akan berlangsung.
"Tetapi yang di Polda, yang di Polres, yang di Polsek kan tidak dirancang untuk itu. Ya jadi tempatnya pun tidak ada. Kalau toh ada, sangat-sangat darurat. Nah seperti itu. Sehingga persidangan banyak kendala seperti itu," ungkap Abdullah.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan, MA telah melakukan pemantauan atas pelaksanaan persidangan secara virtual melalui video telekonferensi di berbagai pengadilan negeri yang ada di Indonesia. Dari hasil pemantauan tersebut, kata dia, maka MA telah menemukan dan memiliki catatan berupa beberapa kendala atas pelaksanaan persidangan secara virtual.
Kendala pertama, ungkap Abdullah, yakni dari sisi terdakwa. Saat persidangan melalui telekonferensi, terdakwa tidak bisa menyampaikan secara utuh dan mengekspresikan semua yang ada dalam pikirannya.
"Namanya diperiksa kan harus menyampaikan dengan ekspresi. Itu kan tidak bisa. Dari pengadilan ini tentu sudah memenuhi kewajibannya untuk semua sarana prasarana teleconference. Tetapi persidangan kan tidak hanya bisa pengadilan saja, tapi harus ada dengan Ditjenpas, dengan penuntut umum," ujar Abdullah saat dihubungi SINDOnews di Jakarta.
(Baca: Soal Sidang Virtual, MA Sudah Lakukan Perbaikan Sebelum Ada Kajian Ombudsman)
Kedua, saat persidangan secara virtual akan berlangsung nyatanya lembaga pemasyarakatan tidak mau menerima tahanan dari luar karena takut terpapar Covid-19. Akibatnya, kata Abdullah, tahanan masih tertahan di Polres, Polsek, dan Polda. Di sisi lain, saat Covid-19 berjalan pun masa penahanan seorang terdakwa yang berada di masing-masing rutan termasuk di Polres, Polsek, dan Polda terus berjalan.
"Masa penahanan berjalan terus nih. Masa penahanan berdasarkan hari kalender. Sementara masa penahanan terbatas. Akhirnya persidangan secara online," tuturnya.
Ketiga, di lembaga pemasyarakatan (lapas) sendiri belum ada fasilitas untuk sidang secara online melalui telekonferensi. Kalau toh ada, kata Abdullah, itu sangat-sangat darurat yang hanya bisa dilakukan pada saat itu. Dari sisi ruangan, pihak lapas baru dapat menyediakan saat persidangan akan berlangsung.
"Tetapi yang di Polda, yang di Polres, yang di Polsek kan tidak dirancang untuk itu. Ya jadi tempatnya pun tidak ada. Kalau toh ada, sangat-sangat darurat. Nah seperti itu. Sehingga persidangan banyak kendala seperti itu," ungkap Abdullah.
tulis komentar anda