Window Time dan Tren Distribusi Konten

Senin, 03 Juli 2023 - 16:51 WIB
Kemala Atmojo - Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni. Foto/Dok Pribadi
Kemala Atmojo

Peminat dan Pemerhati Masalah Filsafat, Hukum, dan Seni

Dunia Over The Top (OTT) dengan aneka platform-nya tidak saja mengubah cara produksi konten yang akan dibuat, tetapi juga mengubah strategi pemasaran dan pola distribusinya. Sebut misalnya konten dan distribusi film. Ini tidak saja terjadi di Indonesia, tapi melanda seluruh dunia. Selama berpuluh-puluh tahun, bisnis peredaran film mengenal apa yang disebut dengan “window time”. Ini salah satu ciri unik atau karakteristik bisnis film yang tak mudah dicarikan padanannya dalam perdagangan umum komoditi lain.



Selama ini, sebagai bagian dari bisnis perfilman, sebuah film mempunyai beberapa format dan waktu dalam eksploitasi ekonominya. Mulai dari theatrical, home video, pay tv, cable tv, public tv, dan seterusnya. Telah berpuluh tahun format eksploitasi semacam itu dipegang teguh oleh produser agar membawa hasil ekonomi yang maksimal bagi pemilik hak ciptanya. Di dunia perfilman, urutan prioritas dalam rangkaian eksploitasi tersebut disebut sebagai window time.

Selama suatu film sedang berada dalam tahap eksploitasi di bioskop, misalnya, maka kegiatan eksploitasi berikutnya harus ditunda dulu sampai eksploitasi di tahap yang sedang berlangsung selesai. Mekanisme window time inilah yang antara lain menjamin maksimalisasi hasil eksploitasi ekonomi film.

Mekanisme window time juga mempunyai implikasi eliminasi persaingan antar-substitusi format penyajian film. Dengan begitu suatu film tidak akan mengalami persaingan kanibalistik yang akan merugikan pemegang hak cipta film. Maka, penting sekali bagi para produser atau pemegang hak cipta untuk memperhatikan dan menjaga prinsip window time ini agar dapat memaksimalkan eksploitasi ekonomi filmnya

Jika mau diurut, begini kira-kira rentetan window time selama ini: Window time teater (bioskop), yakni pemutaran di bioskop. Di sini film diputar secara eksklusif selama periode waktu tertentu. Pemutaran di bioskop ini menjadi sumber pendapat utama bagi pemilik film selama ini. Kelebihan bioskop, setiap pasang mata (penonton) harus membeli tiket jika ingin menyaksikan filmnya. Jadi, per tiket per kepala.

Lalu, jika beruntung, misalnya karena filmnya disukai penonton, maka dikenal istilah “jackpot” alias meledak alias booming alias box office atau yang istilah yang lain. Hal semacam itu sulit didapat dari platfom OTT. Sebab umumnya hubungan produser dengan platform OTT adalah “penjualan putus” atau untuk periode tertentu dengan harga yang sudah ditentukan sebelumnya.

Selesai penayangan di bioskop, kemudian masuk ke tahap video untuk rumah tangga (home video), baik dalam bentuk DVD atau Blu-ray untuk dijual satuan atau disewakan dalam kurun waktu tertentu. Pada tahap ini film tersebut dapat ditonton oleh seluruh keluarga. Namun, biasanya, ada aturan yang harus ditaati.Misalnya, DVD itu tidak untuk dikomersialkan atau diputar dengan penarikan tiket. Selanjutnya masuk ke tahap penayangan televisi berbayar dan kemudian televisi tertentu yang bekerja sama. Di sini film tersebut memungkinkan bisa mencapai audiens yang lebih luas.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More