Beban Kekuatan Rujukan

Senin, 27 Juli 2020 - 07:13 WIB
Fenomena Gibran bisa jadi puncak gunung es. Betapa banyak kasus lompatan politik yang terjadi dalam proses kandidasi. Ada anak, mantu, istri, suami maupun kerabat orang berkuasa di daerah yang melenggang menjadi kandidat, bahkan di beberapa daerah menjadi hambatan serius bagi proses kandidasi yang terbuka, jujur, dan kompetitif. Kekuatan rujukan tidak hanya dari orang berkuasa secara politik baik di pusat maupun di daerah. Ada juga kekuatan rujukan dari pihak yang berkuasa secara ekonomi. Pihak eksternal seperti pengusaha atau kongsi para pengusaha yang bersedia menjadi “investor” untuk mensponsori proses pemenangan pasangan calon tertentu.

Politik Ijon

Praktik politik ijon terjadi saat para pebisnis menunggangi dan mengendalikan politisi melalui pembiayaan pencalonan dan kampanye (modal finansial) dan politisi yang didukung tersebut membalasnya dengan jaminan politik untuk pemberian ataupun pengamanan konsesi bisnis seperti kaveling proyek, eksploitasi sumber daya alam, perizinan, dan proteksi politik jika perusahaan mendapatkan masalah.

Kekuatan rujukan dari keluarga, kerabat atau penguasa “investor” bisa menjadi beban politik karena akan menimbulkan praktik oligarki yang masif dan eksesif. International Encyclopedia of Social Sciences, oligarki didefinisikan sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaannya berada di tangan minoritas alias dikendalikan hanya sedikit orang. Analis politik Northwestern University, Jeffrey Winters, dalam bukunya Oligarchy (2011) memberi catatan demokrasi kerap dikuasai oleh kaum oligark, sehingga makin jauh dari cita-cita memakmurkan rakyat. Winters menjelaskan bahwa oligarki menekankan kekuatan sumber daya material sebagai basis dan upaya pertahanan kekayaan diri mereka. Adanya ketidaksetaraan material tersebut kemudian menghasilkan ketidaksetaraan kekuasaan politik.

Praktik seperti ini akan menjadi beban sepanjang masa kekuasaannya lima tahun dan terus menjadi “benalu” jika yang bersangkutan berkuasa dua periode. Secara sadar, akan muncul sistem tidak sehat di banyak daerah yang pemenangannya disebabkan kekuatan rujukan politik dinasti ataupun politik ijon. Menurut Adam Przeworski dalam Sustainable Democracy (1999), birokrasi oligarki akan membentuk kartel yang berkewajiban menentang para pesaingnya sekaligus membatasi kompetisi, menghalangi akses, dan mendistribusikan keuntungan kekuasaan politik di antara sesama anggota kartel. Jika itu yang menjadi pilihan, bahaya lanjutannya adalah kekuasaan menjadi proyek individual para elite partai beserta asosiasi korporatisnya.

Benar bahwa setiap orang memiliki hak yang melekat pada dirinya untuk memilih dan dipilih, termasuk hak untuk mencalonkan diri di pilkada. Hanya, kualitas demokrasi tentunya juga akan ditentukan oleh kualitas proses yang dilalui saat pilkada dilaksanakan. Jika sedari awal, partai tidak peduli dengan pelembagaan politik di internal mereka, pragmatis dalam menentukan kandidat, tentunya sulit berharap banyak dari mereka yang terpilih dengan beban kekuatan rujukan. Beban tersebut tergambar dari kian banyaknya praktik pelanggaran jabatan karena korupsi, abuse of power, konflik kepentingan, dan sejumlah praktik buruk kekuasaan.

Kekuasaan sesungguhnya bukan barang mainan karena saat pilkada digelar lantas dimenangi sesungguhnya tersemat mandat kuasa rakyat. Hanya, dalam praktiknya, substansi demokrasi tidak berjalan karena terhalang oleh ragam kepentingan terutama sekelompok orang yang mengumulasikan kuasa ekonomi dan politik secara bersamaan. Pilkada bukan lagi menjadi mekanisme demokrasi, melainkan menjadi panggung formalitas pengabsahan orang-orang yang sudah dipersiapkan!
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(ras)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More