Muhammadiyah dan NU Mundur dari Program Kemendikbud, Nadiem Harus Jelaskan
Jum'at, 24 Juli 2020 - 22:00 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan Program Organisasi Penggerak (PO) sejak Maret 2020. Ini merupakan program "Merdeka Belajar" yang memfokuskan siswa untuk meningkatkan numerasi, literasi, dan karakter.
(Baca juga: Lupakan Muhammadiyah dan NU, Politikus PAN Kritisi Mendikbud)
Tapi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mengundurkan diri dari program POP tersebut.
Hal itu pun mendapat sorotan dari Peneliti Parameter Research Konsultindo, Edison Lapelo. Menurutnya, Mendikbud Nadiem Makarim harus menjelaskan kepada publik soal polemik POP yang membuat dua ormas islam terbesar itu mundur. (Baca juga: Ikuti Langkah NU-Muhammadiyah, PGRI Nyatakan Tak Bergabung di POP)
"Secara objektif kami kira ini sesuatu yang mesti diklarifikasikan oleh Menteri, kenapa dan mengapa sampai lembaga seperti PGRI, Muhammadiyah dan NU bisa menarik diri dari program dan organisasi Penggerak Kemendikbud ini. Padahal kita ketahui bahwa lembaga-lembaga ini sudah sangat aktif bermitra dengan Kementrian Pendidikan selama ini," urai Edison, Jumat (24/7/2020).
Apalagi kata Edison, sudah menjadi kelaziman bahwa PGRI, Muhammadiyah serta NU juga merupakan lembaga yang sangat concern dengan dunia pendidikan. "Memang kita sudah mendapatkan poin kenapa mereka mundur dari lembaga-lembaga tersebut tetapi pihak kementrian harus juga memberi penjelasan yang juga objektif," tuturnya.
Kemudian, terkait desakan mundurnya Nadiem terkait kasus ini, Edison pun memiliki pandangannya sendiri. Dia menyatakan soal reshuffle adalah hal prerogaif Presiden Jokowi.
"Tapi dengan fenomena yang terjadi di akhir ini khusus di dunia pendidikan saya kira Pak Presiden wajib mengevaluasi kinerja Menteri secara komprehensif. Ini karena sampai hari ini masyarakat banyak mengalami kesulitan terkait dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sangat berdampak pada save economy keluarga yang menimbulkan kecemasan bahkan menghadirkan tindakan-tindakan yang menimbulkan keresahan di masyarakat," paparnya.
Dia menyarankan, solusi secara umum yaitu Menteri Nadiem harus menerapkan Manajeman Pendidikan dalam dunia pendidikan yang selama ini sudah diterapkan. Edison mebambahkan, jangan melakukan perubahan dengan menggunakan Manajemen Bisnis dalam dunia pendidikan.
"Konkritnya adalah kalau belajar online, kita butuh handphone, akses internet, ini tentunya berkaitan dengan economy bussines. Karena itu butuh ketegasan Menteri untuk menindaklanjuti Permendikbud Nomor 19 dan Nomor 20 Thn 2020 secara tegas. Sehingga bagi saya, supaya persoalan fenomena seperti ini tidak mengalami kegaduhan dan menimbulkan interpretasi yang berlebihan. Maka saya meminta Pak Menteri untuk gunakanlah Manajemen Pendidikan yang tepat," ujarnya.
"Jangan mengatasnamakan perubahan lalu menyelipkan dan memasukkan manajemen bisnis dalam dunia pendidikan. Sebaiknya dan seharusnya sebagai menteri tidak usah malu untuk bertanya, tidak usah ragu-ragu untuk meminta pendapat dari orang-orang yang benar-benar kompeten di Negara ini," pungkasnya.
(Baca juga: Lupakan Muhammadiyah dan NU, Politikus PAN Kritisi Mendikbud)
Tapi Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan mengundurkan diri dari program POP tersebut.
Hal itu pun mendapat sorotan dari Peneliti Parameter Research Konsultindo, Edison Lapelo. Menurutnya, Mendikbud Nadiem Makarim harus menjelaskan kepada publik soal polemik POP yang membuat dua ormas islam terbesar itu mundur. (Baca juga: Ikuti Langkah NU-Muhammadiyah, PGRI Nyatakan Tak Bergabung di POP)
"Secara objektif kami kira ini sesuatu yang mesti diklarifikasikan oleh Menteri, kenapa dan mengapa sampai lembaga seperti PGRI, Muhammadiyah dan NU bisa menarik diri dari program dan organisasi Penggerak Kemendikbud ini. Padahal kita ketahui bahwa lembaga-lembaga ini sudah sangat aktif bermitra dengan Kementrian Pendidikan selama ini," urai Edison, Jumat (24/7/2020).
Apalagi kata Edison, sudah menjadi kelaziman bahwa PGRI, Muhammadiyah serta NU juga merupakan lembaga yang sangat concern dengan dunia pendidikan. "Memang kita sudah mendapatkan poin kenapa mereka mundur dari lembaga-lembaga tersebut tetapi pihak kementrian harus juga memberi penjelasan yang juga objektif," tuturnya.
Kemudian, terkait desakan mundurnya Nadiem terkait kasus ini, Edison pun memiliki pandangannya sendiri. Dia menyatakan soal reshuffle adalah hal prerogaif Presiden Jokowi.
"Tapi dengan fenomena yang terjadi di akhir ini khusus di dunia pendidikan saya kira Pak Presiden wajib mengevaluasi kinerja Menteri secara komprehensif. Ini karena sampai hari ini masyarakat banyak mengalami kesulitan terkait dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sangat berdampak pada save economy keluarga yang menimbulkan kecemasan bahkan menghadirkan tindakan-tindakan yang menimbulkan keresahan di masyarakat," paparnya.
Dia menyarankan, solusi secara umum yaitu Menteri Nadiem harus menerapkan Manajeman Pendidikan dalam dunia pendidikan yang selama ini sudah diterapkan. Edison mebambahkan, jangan melakukan perubahan dengan menggunakan Manajemen Bisnis dalam dunia pendidikan.
"Konkritnya adalah kalau belajar online, kita butuh handphone, akses internet, ini tentunya berkaitan dengan economy bussines. Karena itu butuh ketegasan Menteri untuk menindaklanjuti Permendikbud Nomor 19 dan Nomor 20 Thn 2020 secara tegas. Sehingga bagi saya, supaya persoalan fenomena seperti ini tidak mengalami kegaduhan dan menimbulkan interpretasi yang berlebihan. Maka saya meminta Pak Menteri untuk gunakanlah Manajemen Pendidikan yang tepat," ujarnya.
"Jangan mengatasnamakan perubahan lalu menyelipkan dan memasukkan manajemen bisnis dalam dunia pendidikan. Sebaiknya dan seharusnya sebagai menteri tidak usah malu untuk bertanya, tidak usah ragu-ragu untuk meminta pendapat dari orang-orang yang benar-benar kompeten di Negara ini," pungkasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda