Jembatan Peradaban Nahdlatul Ulama
Senin, 05 Juni 2023 - 14:37 WIB
Ridwan
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (Compose) dan Dosen Ilmu Politik
Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
SALAH satu implikasi dari tesis benturan peradaban (clash of civilizations) adalah penguatan fundamentalisme keagamaan yang telah merebakkan konflik kekerasan di dunia global. Dalam ujaran lain, dunia telah menyaksikan pelbagai konflik kekerasan yang terus berlangsung hingga hari ini, khususnya sejak pengeboman WTC 2001 di New York USA, hingga berkuasa dan melemahnya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria/Sham).
Dalam pelbagai peristiwa konflik kekerasan, agama acap digunakan sebagai senjata politik untuk menghancurkan pihak lain yang dianggap musuh. Adalah Samuel Huntington (1993) yang menekankan bahwa sumber dari pertikaian dan konflik di dunia tidak lagi berdasar ideologi dan ekonomi, tetapi berbasis budaya, yang juga sedikit banyak terinspirasi ajaran agama.
Berakhirnya era perang dingin telah menyulap lanskap politik internasional bergerak ke arah hubungan dan jalinan yang naik turun antara peradaban Barat dan peradaban non-Barat. Di mana peradaban yang pertama disebut tidak lagi semata-mata melihat peradaban yang terakhir sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang dapat ikut serta menentukan wajah dunia global yang lebih damai.
Dewasa ini, upaya membangun jembatan peradaban (civilizational bridge) sedang digalakkan oleh berbagai kalangan, organisasi masyarakat sipil dan negara maupun kombinasi dari pelbagai entitas yang ada, tidak terkecuali di Indonesia. Misalnya, di Tanah Air upaya mengkonstruksi jembatan peradaban sedang dilakukan oleh Nahdhatul Ulama (NU).
Religion Twenty (R20) dan Fikih Peradaban adalah dua inisiatif utama dari NU, yang diinisiasi KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) untuk mengembalikan agama sebagai solusi tinimbang sebagai sumber konflik yang menghancurkan peradaban. Karenanya, tulisan singkat ini ingin membahas peran yang dimainkan NU dalam membangun jembatan peradaban.
NU didirikan oleh para kyai dan guru/pengajar di pesantren pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Mereka mendirikan NU untuk menyuarakan, menampilkan dan memfasilitasi kepentingan Muslim abangan dan sistem pesantren. Pada masa itu, anggota-anggota NU dan Muhammadiyah kebanyakan adalah petani di Jawa dan Sumatera.
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (Compose) dan Dosen Ilmu Politik
Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
SALAH satu implikasi dari tesis benturan peradaban (clash of civilizations) adalah penguatan fundamentalisme keagamaan yang telah merebakkan konflik kekerasan di dunia global. Dalam ujaran lain, dunia telah menyaksikan pelbagai konflik kekerasan yang terus berlangsung hingga hari ini, khususnya sejak pengeboman WTC 2001 di New York USA, hingga berkuasa dan melemahnya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria/Sham).
Dalam pelbagai peristiwa konflik kekerasan, agama acap digunakan sebagai senjata politik untuk menghancurkan pihak lain yang dianggap musuh. Adalah Samuel Huntington (1993) yang menekankan bahwa sumber dari pertikaian dan konflik di dunia tidak lagi berdasar ideologi dan ekonomi, tetapi berbasis budaya, yang juga sedikit banyak terinspirasi ajaran agama.
Berakhirnya era perang dingin telah menyulap lanskap politik internasional bergerak ke arah hubungan dan jalinan yang naik turun antara peradaban Barat dan peradaban non-Barat. Di mana peradaban yang pertama disebut tidak lagi semata-mata melihat peradaban yang terakhir sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang dapat ikut serta menentukan wajah dunia global yang lebih damai.
Dewasa ini, upaya membangun jembatan peradaban (civilizational bridge) sedang digalakkan oleh berbagai kalangan, organisasi masyarakat sipil dan negara maupun kombinasi dari pelbagai entitas yang ada, tidak terkecuali di Indonesia. Misalnya, di Tanah Air upaya mengkonstruksi jembatan peradaban sedang dilakukan oleh Nahdhatul Ulama (NU).
Religion Twenty (R20) dan Fikih Peradaban adalah dua inisiatif utama dari NU, yang diinisiasi KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) untuk mengembalikan agama sebagai solusi tinimbang sebagai sumber konflik yang menghancurkan peradaban. Karenanya, tulisan singkat ini ingin membahas peran yang dimainkan NU dalam membangun jembatan peradaban.
NU didirikan oleh para kyai dan guru/pengajar di pesantren pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Mereka mendirikan NU untuk menyuarakan, menampilkan dan memfasilitasi kepentingan Muslim abangan dan sistem pesantren. Pada masa itu, anggota-anggota NU dan Muhammadiyah kebanyakan adalah petani di Jawa dan Sumatera.
Lihat Juga :
tulis komentar anda