Mobilisasi ASN di Pilkada, Begini Modus-modusnya
Kamis, 23 Juli 2020 - 18:52 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengulas perilaku dan modus operandi mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut dia, potensi pelibatan dan mobilisasi ASN bisa dilakukan petahana maupun calon non-petahana, yang memiliki akses ke perangkat aparatur pemerintah sampai tingkat bawah.
Dalam konteks ini, Titi mengatakan bahwa ASN sebagai instrumen negara harus dimiliki semua kepentingan sekaligus tidak berafiliasi dengan kelompok politik mana pun.
"ASN punya hak pilih, tentu one person one vote one value. Tetapi ASN tidak punya hak untuk dipilih secara leluasa. Bisa kalau sudah tidak berstatus sebagai ASN, mengundurkan diri atau melepaskan status jabatannya," kata dia dalam diskusi virtual bertajuk 'Pilkada Tangsel di Tengah Pandemi: Uji Integritas Penyelenggara dan Netralitas ASN, Kamis (23/7/2020).
(Baca: Pilkada Serentak Ditunda, Bakal Ada Plt Kepala Daerah Massal)
Kenapa ASN memihak atau tidak netral dalam pilkada? Menurut Titi, yang pertama karena adanya hubungan kekerabatan antara oknum ASN dengan calon kepala daerah. Kedua, adanya tekanan struktural karena atasannya adalah kepala daerah petahana.
Ketiga, lanjut dia, adanya kekhawatiran adanya mutasi jabatan atau mandegnya jenjang karir apabila tidak ikut mendukung petahana. Keempat, adanya tukar jasa berkaitan dengan posisi atau jabatan aparatur sipil negara (ASN).
Kelima, pada daerah yang kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi, atau masing-masing maju sebagai kandidat calon kepala daerah maka ASN akan terpecah soliditasnya.
(Baca: Begini Nasib PNS Terdampak Perampingan Jika Tak Ada Instansi yang Menampung)
Titi mengungkapkan, tantangan pada masalah mobilisasi ASN dalam pilkada semakin berat di masa pandemi. Banyak program penanganan Covid-19 yang memicu praktik politisasi bansos serta program pemulihan dampak ekonominya oleh aktor politik yang berkompetisi.
“Politisasi program Covid-19 ini kemungkinan besar akan melibatkan ASN daerah. Kita harus mewaspadai netralitas ASN, kita harus belajar dari Pilkada terdahulu yang menjadi pemicu dan diputuskannya Pilkada ulang," tegas Titi.
Lihat Juga: Didukung Ribuan Mahasiswa, Ahmad Ali Satu-satunya Aktivis Mahasiswa Palu yang Menasional
Dalam konteks ini, Titi mengatakan bahwa ASN sebagai instrumen negara harus dimiliki semua kepentingan sekaligus tidak berafiliasi dengan kelompok politik mana pun.
"ASN punya hak pilih, tentu one person one vote one value. Tetapi ASN tidak punya hak untuk dipilih secara leluasa. Bisa kalau sudah tidak berstatus sebagai ASN, mengundurkan diri atau melepaskan status jabatannya," kata dia dalam diskusi virtual bertajuk 'Pilkada Tangsel di Tengah Pandemi: Uji Integritas Penyelenggara dan Netralitas ASN, Kamis (23/7/2020).
(Baca: Pilkada Serentak Ditunda, Bakal Ada Plt Kepala Daerah Massal)
Kenapa ASN memihak atau tidak netral dalam pilkada? Menurut Titi, yang pertama karena adanya hubungan kekerabatan antara oknum ASN dengan calon kepala daerah. Kedua, adanya tekanan struktural karena atasannya adalah kepala daerah petahana.
Ketiga, lanjut dia, adanya kekhawatiran adanya mutasi jabatan atau mandegnya jenjang karir apabila tidak ikut mendukung petahana. Keempat, adanya tukar jasa berkaitan dengan posisi atau jabatan aparatur sipil negara (ASN).
Kelima, pada daerah yang kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi, atau masing-masing maju sebagai kandidat calon kepala daerah maka ASN akan terpecah soliditasnya.
(Baca: Begini Nasib PNS Terdampak Perampingan Jika Tak Ada Instansi yang Menampung)
Titi mengungkapkan, tantangan pada masalah mobilisasi ASN dalam pilkada semakin berat di masa pandemi. Banyak program penanganan Covid-19 yang memicu praktik politisasi bansos serta program pemulihan dampak ekonominya oleh aktor politik yang berkompetisi.
“Politisasi program Covid-19 ini kemungkinan besar akan melibatkan ASN daerah. Kita harus mewaspadai netralitas ASN, kita harus belajar dari Pilkada terdahulu yang menjadi pemicu dan diputuskannya Pilkada ulang," tegas Titi.
Lihat Juga: Didukung Ribuan Mahasiswa, Ahmad Ali Satu-satunya Aktivis Mahasiswa Palu yang Menasional
(muh)
tulis komentar anda