Pakar Komunikasi Beri Tips Kampanye Pilkada saat COVID-19
Rabu, 22 Juli 2020 - 20:32 WIB
JAKARTA - Pilkada 2020 di 270 daerah yang digelar saat pandemi COVID-19 membuat banyak penyesuaian di setiap tahapannya, termasuk masa kampanye yang harus menghindari kerumunan orang banyak. Pemanfaatan media sosial (medsos) menjadi keniscayaan dalam kampanye di pilkada kali ini.
Pakar Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto pun memberikan sejumlah tips dan ilmu untuk melakukan kampanye pilkada di tengah pandemic. Semua diungkap Gun Gun dalam diskusi Fokus SINDO yang bertajuk "Kampanye di Masa Pandemi" secara virtual, Rabu (22/7/2020).
"Kampanye merupakan tahapan penting untuk memberi masukan, tingkat kepercayaan publik kepada kandidat, sekaligus uji publik kepada visi misi dan gagasan. Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang dibatasi waktunya, pun demikian di UU Pilkada dan Peraturan KPU," kata Gun Gun mengawali diskusi.( )
Karena waktunya dibatasi 71 hari, Gun Gun melanjutkan, maka kampanye harus dimanfaatkan optimal oleh seluruh pasangan calon (paslon), bukan soal pencitraan semata tapi bagaimana subatansi yang disampaikan paslon itu agar kampanye tetap berkualiats di tengah keterbatasan dan pandemi. Proses kampanye harus dimodifikasi supaya relevan dengan komitmen untuk penanggulangan COVID-19.
"Korsel (Korea Selatan) dengan tegas melarang kerumunan dan tidak ada kampanye yang sifatnya rapat umum yang tidak terkontrol, serta penyampaian visi misi secara daring. Singapura, dipanjangkannya waktu penyampaian visi misi di televisi atau media konvensional. Penyelenggaraan pemilu di perspektif pandemi sudah sukses dilakukan di Korsel dan Singapura," katanya.
Gun Gun menjelaskan, model aktivitas kampanye di medsos atau daring itu membutuhkan kreativitas dan butuh cara-cara yang tidak konvensional. Kampanye di medsos harus interaktif, dan ini jauh berbeda dengan kampanye konvensional yang lebih retorika, dan linier atau searah. Jadi, kalau di medsos tidak interaktif, berjarak, apa yang disampaikan hanya segmen tertentu yang tidak dipahami betul, maka akan paslon itu akan kehilangan ceruk pemilih.( )
"Contoh kampanye milenial, harus menyentuh ego involvement anak muda punya semacam keinginan apa itu, keinginan apa itu harus dibaca berdasarkan basis riset. Model Lionel Ostegaard yang paling cocok, hal yang dilakukan pertama kali adalah problem identification," kata Gun Gun.
Ia mencontohkan, untuk Depok ada beberapa masalah sebagai kota penyangga Jakarta, baik masalah demografi, disparitas dan Depok sebagai kota pemukiman. Jadi, agak sulit kalau semua masalah itu dibawa ke ruang medsos. Sehingga, paslon perlu membawa narasi sederhana yang bisa dipahami cepat oleh masyarakat luas khususnya di medsos.
Apalagi, masyarakat Depok penggunaan medsosnya tinggi, kaum urban kelas menengah dan terkoneksi dengan medsos. Sehingga, medsos bisa dioptimalkan dengan syarat aktif, inovatif dan terikat secara emosional. Penggunaan bahasa dan isu yang diangkat sangat mempengaruhi.
Pakar Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto pun memberikan sejumlah tips dan ilmu untuk melakukan kampanye pilkada di tengah pandemic. Semua diungkap Gun Gun dalam diskusi Fokus SINDO yang bertajuk "Kampanye di Masa Pandemi" secara virtual, Rabu (22/7/2020).
"Kampanye merupakan tahapan penting untuk memberi masukan, tingkat kepercayaan publik kepada kandidat, sekaligus uji publik kepada visi misi dan gagasan. Kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang dibatasi waktunya, pun demikian di UU Pilkada dan Peraturan KPU," kata Gun Gun mengawali diskusi.( )
Karena waktunya dibatasi 71 hari, Gun Gun melanjutkan, maka kampanye harus dimanfaatkan optimal oleh seluruh pasangan calon (paslon), bukan soal pencitraan semata tapi bagaimana subatansi yang disampaikan paslon itu agar kampanye tetap berkualiats di tengah keterbatasan dan pandemi. Proses kampanye harus dimodifikasi supaya relevan dengan komitmen untuk penanggulangan COVID-19.
"Korsel (Korea Selatan) dengan tegas melarang kerumunan dan tidak ada kampanye yang sifatnya rapat umum yang tidak terkontrol, serta penyampaian visi misi secara daring. Singapura, dipanjangkannya waktu penyampaian visi misi di televisi atau media konvensional. Penyelenggaraan pemilu di perspektif pandemi sudah sukses dilakukan di Korsel dan Singapura," katanya.
Gun Gun menjelaskan, model aktivitas kampanye di medsos atau daring itu membutuhkan kreativitas dan butuh cara-cara yang tidak konvensional. Kampanye di medsos harus interaktif, dan ini jauh berbeda dengan kampanye konvensional yang lebih retorika, dan linier atau searah. Jadi, kalau di medsos tidak interaktif, berjarak, apa yang disampaikan hanya segmen tertentu yang tidak dipahami betul, maka akan paslon itu akan kehilangan ceruk pemilih.( )
"Contoh kampanye milenial, harus menyentuh ego involvement anak muda punya semacam keinginan apa itu, keinginan apa itu harus dibaca berdasarkan basis riset. Model Lionel Ostegaard yang paling cocok, hal yang dilakukan pertama kali adalah problem identification," kata Gun Gun.
Ia mencontohkan, untuk Depok ada beberapa masalah sebagai kota penyangga Jakarta, baik masalah demografi, disparitas dan Depok sebagai kota pemukiman. Jadi, agak sulit kalau semua masalah itu dibawa ke ruang medsos. Sehingga, paslon perlu membawa narasi sederhana yang bisa dipahami cepat oleh masyarakat luas khususnya di medsos.
Apalagi, masyarakat Depok penggunaan medsosnya tinggi, kaum urban kelas menengah dan terkoneksi dengan medsos. Sehingga, medsos bisa dioptimalkan dengan syarat aktif, inovatif dan terikat secara emosional. Penggunaan bahasa dan isu yang diangkat sangat mempengaruhi.
tulis komentar anda