Art(ificial) Generations, Disrupsi di Dunia Seni Visual oleh Platform AI Generatif
Jum'at, 12 Mei 2023 - 18:46 WIB
Ardiyansah
Digital Media Enthusiast,
Senior Business Analyst,
BINUS Digital
TAK LAMA setelah geger ChatGPT, teknologi kecerdasan buatan kembali membuat kejutan. Kali ini, dunia seni visual yang dibuat goncang dengan munculnya platform generative AI seperti MidJourney yang berhasil menyulut perdebatan sekaligus menantang dunia seni dan desain yang selama ini dibangun di atas keyakinan bahwa kreativitas manusia itu superior dan tak tergantikan.
Dalam beberapa bulan saja, Midjourney melejit dari laboratorium proyek eksperimental menjadi panggung pameran global ‘karya seni’ robot digital yang diperkuat oleh algoritma generatif. Algoritma ini ‘dilatih’ untuk mengamati karya visual terdahulu, kemudian mengumpulkan dan menganalisis referensi berupa warna, bentuk, tekstur, corak, langgam dan berbagai parameter lainnya, hingga akhirnya men-generate suatu ‘karya baru’ melalui umpan dan perintah berupa prompt.
Pendeknya, algoritma ini mampu mengubah teks yang kita masukkan, menjadi karya visual (image) yang kualitasnya sulit dibedakan (oleh awam) dari hasil karya manusia tulen. Mungkin untuk pertama kalinya, jarak antara karya seni manusia dan ‘karya seni’ robot sedemikian dekat dan kaburnya.
Image yang dihasilkan oleh Midjourney bersifat unik. Artinya, setiap prompt atau perintah yang diberikan akan menghasilkan tafsiran visual yang berbeda, yang berarti menghasilkan image yang berbeda-beda pula. Misalnya, ketika kita memasukkan prompt seperti “three happy little girls, hugging, smiling, artwork by studio ghibli.”
Maka secara otomatis (dan sangat cepat) Midjourney akan menghasilkan empat alternatif yang semuanya adalah hasil tafsiran dari satu prompt yang kita buat tersebut.
Digital Media Enthusiast,
Senior Business Analyst,
BINUS Digital
TAK LAMA setelah geger ChatGPT, teknologi kecerdasan buatan kembali membuat kejutan. Kali ini, dunia seni visual yang dibuat goncang dengan munculnya platform generative AI seperti MidJourney yang berhasil menyulut perdebatan sekaligus menantang dunia seni dan desain yang selama ini dibangun di atas keyakinan bahwa kreativitas manusia itu superior dan tak tergantikan.
Dalam beberapa bulan saja, Midjourney melejit dari laboratorium proyek eksperimental menjadi panggung pameran global ‘karya seni’ robot digital yang diperkuat oleh algoritma generatif. Algoritma ini ‘dilatih’ untuk mengamati karya visual terdahulu, kemudian mengumpulkan dan menganalisis referensi berupa warna, bentuk, tekstur, corak, langgam dan berbagai parameter lainnya, hingga akhirnya men-generate suatu ‘karya baru’ melalui umpan dan perintah berupa prompt.
Pendeknya, algoritma ini mampu mengubah teks yang kita masukkan, menjadi karya visual (image) yang kualitasnya sulit dibedakan (oleh awam) dari hasil karya manusia tulen. Mungkin untuk pertama kalinya, jarak antara karya seni manusia dan ‘karya seni’ robot sedemikian dekat dan kaburnya.
Image yang dihasilkan oleh Midjourney bersifat unik. Artinya, setiap prompt atau perintah yang diberikan akan menghasilkan tafsiran visual yang berbeda, yang berarti menghasilkan image yang berbeda-beda pula. Misalnya, ketika kita memasukkan prompt seperti “three happy little girls, hugging, smiling, artwork by studio ghibli.”
Maka secara otomatis (dan sangat cepat) Midjourney akan menghasilkan empat alternatif yang semuanya adalah hasil tafsiran dari satu prompt yang kita buat tersebut.
tulis komentar anda