Anwar Abbas Hubungkan Impor Beras dengan Biaya Pemilu 2024
Senin, 08 Mei 2023 - 11:05 WIB
JAKARTA - Waketum MUI Anwar Abbas mempertanyakan mengapa Indonesia hingga kini masih mengimpor beras. Padahal Indonesia disebut sudah swasembada beras sejak 2019.
Berdasarkan data tahun itu misalnya, Indonesia surplus beras sebanyak 2,38 juta ton. Tahun 2020 surplus 2,13 juta ton, tahun 2021 surplus 1,31 juta ton dan tahun 2022 surplus 1,34 juta ton.
"Pertanyaannya mengapa pemerintah masih harus mengimpor beras padahal sejak tahun 2019 produksi kita melimpah. Jadi dari data tersebut negara kita sejak tahun 2019 sudah swasembada beras sehingga tidak perlu lagi mengimpor tetapi mengapa pada tahun 2022 dan 2023 kita masih mengimpor beras," kata Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (8/5/2023).
Lantas dia mempertanyakan apakah Kementrian Perdagangan tidak bertanya dan berkoordinasi dengan Kementrian Pertanian (Kementan) terkait jumlah produksi padi secara nasional. Sebab Kementan telah menyimpulkan bahwa Indonesa tidak perlu impor karena produksi dalam negeri cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan beras nasional.
"Tapi pertanyaannya kenapa Menteri Perdagangan tetap saja mengimpor beras? Ada apa ini? Berbagai tafsiran tentu akan muncul, di antaranya karena sebentar lagi tahun 2024 akan pemilu, tentu partai- partai yang akan ikut pemilu memerlukan dana," kata dia.
Menurut Anwar, hal itu menjadi cara yang sangat mudah bagi mereka untuk mendapatkan dana tersebut. Salah satunya yaitu dengan membeli beras di tempat yang murah di luar negeri dan menjualnya ke tempat yang lebih mahal di dalam negeri.
"Sehingga keuntungan yang didapat sudah akan cukup membiayai kebutuhan partai-partai tersebut dalam menghadapi pemilu," tutur Anwar.
Dia menilai bahwa politik Indonesia masih belum berorientasi kepada kepentingan rakyat. Tetapi lebih kepada kepentingan penguasa dan kepentingan partai.
"Padahal tugas pemerintah dan politisi tersebut selain melindungi rakyat terutama dalam hal ini adalah para petani juga mensejahterkan mereka," ujarnya.
Selain itu dia menyebut nasib rakyat di Indonesia masih belum mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah dan para politisi. Karena bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana meraup suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu yang akan datang dan tetap dapat berkuasa melestarikan kekuasaannya.
"Kasihan sekali nasib bangsaku karena mereka masih dipimpin oleh pemerintah yang bermental politisi belum lagi negarawan yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat dari kepentingan diri dan kelompok serta partainya," tuturnya.
Berdasarkan data tahun itu misalnya, Indonesia surplus beras sebanyak 2,38 juta ton. Tahun 2020 surplus 2,13 juta ton, tahun 2021 surplus 1,31 juta ton dan tahun 2022 surplus 1,34 juta ton.
"Pertanyaannya mengapa pemerintah masih harus mengimpor beras padahal sejak tahun 2019 produksi kita melimpah. Jadi dari data tersebut negara kita sejak tahun 2019 sudah swasembada beras sehingga tidak perlu lagi mengimpor tetapi mengapa pada tahun 2022 dan 2023 kita masih mengimpor beras," kata Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (8/5/2023).
Lantas dia mempertanyakan apakah Kementrian Perdagangan tidak bertanya dan berkoordinasi dengan Kementrian Pertanian (Kementan) terkait jumlah produksi padi secara nasional. Sebab Kementan telah menyimpulkan bahwa Indonesa tidak perlu impor karena produksi dalam negeri cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan beras nasional.
"Tapi pertanyaannya kenapa Menteri Perdagangan tetap saja mengimpor beras? Ada apa ini? Berbagai tafsiran tentu akan muncul, di antaranya karena sebentar lagi tahun 2024 akan pemilu, tentu partai- partai yang akan ikut pemilu memerlukan dana," kata dia.
Menurut Anwar, hal itu menjadi cara yang sangat mudah bagi mereka untuk mendapatkan dana tersebut. Salah satunya yaitu dengan membeli beras di tempat yang murah di luar negeri dan menjualnya ke tempat yang lebih mahal di dalam negeri.
"Sehingga keuntungan yang didapat sudah akan cukup membiayai kebutuhan partai-partai tersebut dalam menghadapi pemilu," tutur Anwar.
Dia menilai bahwa politik Indonesia masih belum berorientasi kepada kepentingan rakyat. Tetapi lebih kepada kepentingan penguasa dan kepentingan partai.
"Padahal tugas pemerintah dan politisi tersebut selain melindungi rakyat terutama dalam hal ini adalah para petani juga mensejahterkan mereka," ujarnya.
Selain itu dia menyebut nasib rakyat di Indonesia masih belum mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah dan para politisi. Karena bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana meraup suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu yang akan datang dan tetap dapat berkuasa melestarikan kekuasaannya.
"Kasihan sekali nasib bangsaku karena mereka masih dipimpin oleh pemerintah yang bermental politisi belum lagi negarawan yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat dari kepentingan diri dan kelompok serta partainya," tuturnya.
(muh)
tulis komentar anda