Akademisi Sebut Perbedaan Hari Raya Idulfitri Adalah Rahmat
Kamis, 20 April 2023 - 19:48 WIB
Rubi berharap, dengan momentum Ramadan dan Idulfitri ini, umat kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya yakni mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan kedamaian.
Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan, sejatinya momentum ini mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat meredam perpecahan bangsa.
Ia menjelaskan, bulan Ramadan dikenal memiliki banyak kemuliaan, mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga bulan syahru jihad atau bulan jihad.
Dikatakan syahru jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam.
Namun semangat ini kerap disalahartikan oleh beberapa kelompok dengan konteks yang tidak sesuai. Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), sehingga berpendapat bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat teror bagi kelompok radikal-terorisme.
"Ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa atau menahan diri, itu pada dasarnya kita sedang berjihad, oleh karena itulah Ramadan disebut juga dengan dengan syahrul jihad," tuturnya.
Menurut Rubi, ada satu peristiwa luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya saat bulan Ramadan, yaitu peristiwa Perang Badar.
Dalam kondisi berpuasa, Nabi Muhammad beserta 313 pasukannya melawan 1.000 Kafir Qurais dalam Perang Badar. Dengan kondisi timpang, akhirnya umat Islam memenangkan perang bersejarah tersebut.
Namun, Rubi mengatakan, eforia kemenangan Perang Badar ini digambarkan oleh Rasulullah sebagai satu perang yang tidak seberapa. Seusai memenangi perang, Nabi Muhammad mengatakan, roza’kna min jihadil asgar ila jihadil akbar (kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar). Kemudian para sahabat bertanya, ‘lalu seperti apa jihad akbar itu ya Rasulullah?’.
"Rasulullah menjawab jihadul akbar jihadul nafs, jihad akbar itu adalah perang melawan diri sendiri. Jadi sebenarnya jihad yang paling besar itu bukan jihad secara fisik berperang dan lain-lain," ungkapnya.
Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan, sejatinya momentum ini mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat meredam perpecahan bangsa.
Ia menjelaskan, bulan Ramadan dikenal memiliki banyak kemuliaan, mulai dari bulan suci, bulan penuh rahmat, hingga bulan syahru jihad atau bulan jihad.
Dikatakan syahru jihad, karena secara historis pelaksanaan Ramadan pada masa Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan peristiwa perang dan kemenangan yang diraih umat Islam.
Namun semangat ini kerap disalahartikan oleh beberapa kelompok dengan konteks yang tidak sesuai. Jihad kerap diartikan dengan makna perang (qital), sehingga berpendapat bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk membuat teror bagi kelompok radikal-terorisme.
"Ketika umat Islam sedang menjalankan ibadah puasa atau menahan diri, itu pada dasarnya kita sedang berjihad, oleh karena itulah Ramadan disebut juga dengan dengan syahrul jihad," tuturnya.
Menurut Rubi, ada satu peristiwa luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya saat bulan Ramadan, yaitu peristiwa Perang Badar.
Dalam kondisi berpuasa, Nabi Muhammad beserta 313 pasukannya melawan 1.000 Kafir Qurais dalam Perang Badar. Dengan kondisi timpang, akhirnya umat Islam memenangkan perang bersejarah tersebut.
Namun, Rubi mengatakan, eforia kemenangan Perang Badar ini digambarkan oleh Rasulullah sebagai satu perang yang tidak seberapa. Seusai memenangi perang, Nabi Muhammad mengatakan, roza’kna min jihadil asgar ila jihadil akbar (kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar). Kemudian para sahabat bertanya, ‘lalu seperti apa jihad akbar itu ya Rasulullah?’.
"Rasulullah menjawab jihadul akbar jihadul nafs, jihad akbar itu adalah perang melawan diri sendiri. Jadi sebenarnya jihad yang paling besar itu bukan jihad secara fisik berperang dan lain-lain," ungkapnya.
tulis komentar anda