Kapuskes: Penyebab Kematian Jemaah Haji Didominasi Penyakit Jantung dan Paru
Rabu, 12 April 2023 - 13:50 WIB
JAKARTA - Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut ada sejumlah penyakit yang perlu diwaspadai jemaah haji. Pasalnya, penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Liliek Marhaendro Susilo saat memberikan pembekalan kepada Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Menurut Liliek, jemaah haji Indonesia sebagian besar memiliki riwayat penyakit. Adapun penyakit yang paling banyak diderita jemaah antara lain, Dislipidemia atau gangguan metabolisme lemak, Hipertensi, Diabetes Melicus dan sebagainya.
"Penyakit-penyakit yang menjadi pemicu penyakit yang lebih berat seperti diabetes melicus, gangguan metabolisme lemak, kemudian juga inspeksi saluran pernapasan. Itu penyakit yang nantinya menimbulkan penyakit lebih berat dan dapat menyebabkan kematian karena jantung, paru, hipertensi, stroke," katanya, Rabu (12/4/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun sejak 2018 hingga 2022, kata Liliek, penyebab kematian jemaah haji Indonesia terbanyak karena penyakit jantung dan paru. Kematian jemaah haji Indonesia banyak terjadi pada puncak haji setelah melakukan ibadah di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Hal itu terjadi karena stamina jemaah haji sudah lemah akibat banyaknya aktivitas fisik. "Puncak kematian harian tertinggi terjadi pada masa Armuzna sampai 5 hari pasca Armuzna, ini masa-masa kritis karena jemaah harus berjalan kaki," kata dia.
Untuk mencegah hal tersebut, Liliek meminta pembimbing ibadah haji untuk melihat secara hati-hati kondisi kesehatan jemaah dan jangan semua jemaah diperlakukan sama dalam melakukan aktivitas. Terutama sebelum puncak haji. "Sebaiknya aktivitasnya disesuaikan dengan kemampuan fisik masing-masing. Armuzna itu puncak haji, saat itu jemaah harusnya dalam puncak kebugarannya bukan dalam puncak kelelahannya," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan mendirikan klinik di hotel. Di mana setiap jemaah yang lalu lalang akan melewati klinik tersebut. "Tujuannya, kalau mereka mengalami gangguan kesehatan bisa langsung konsultasi kepada tenaga kesehatan," katanya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menugaskan dokter-dokter spesialis di setiap sektor. Mereka ini berada di luar hotel seperti di tempat ibadah agar lebih mendekat kepada jemaah.
"Di situ kita tempatkan dokter-dokter spesialis sehingga bisa langsung diidentifikasi jemaah yang sakit apakah ini bisa dirujuk ke rumah sakit haji indonesia yang sifatnya darurat atau di klinik arab saudi supaya jemaah ini dapat penanganan yang cepat dan tepat," ucapnya.
Hal itu disampaikan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Liliek Marhaendro Susilo saat memberikan pembekalan kepada Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur.
Menurut Liliek, jemaah haji Indonesia sebagian besar memiliki riwayat penyakit. Adapun penyakit yang paling banyak diderita jemaah antara lain, Dislipidemia atau gangguan metabolisme lemak, Hipertensi, Diabetes Melicus dan sebagainya.
"Penyakit-penyakit yang menjadi pemicu penyakit yang lebih berat seperti diabetes melicus, gangguan metabolisme lemak, kemudian juga inspeksi saluran pernapasan. Itu penyakit yang nantinya menimbulkan penyakit lebih berat dan dapat menyebabkan kematian karena jantung, paru, hipertensi, stroke," katanya, Rabu (12/4/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun sejak 2018 hingga 2022, kata Liliek, penyebab kematian jemaah haji Indonesia terbanyak karena penyakit jantung dan paru. Kematian jemaah haji Indonesia banyak terjadi pada puncak haji setelah melakukan ibadah di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Hal itu terjadi karena stamina jemaah haji sudah lemah akibat banyaknya aktivitas fisik. "Puncak kematian harian tertinggi terjadi pada masa Armuzna sampai 5 hari pasca Armuzna, ini masa-masa kritis karena jemaah harus berjalan kaki," kata dia.
Untuk mencegah hal tersebut, Liliek meminta pembimbing ibadah haji untuk melihat secara hati-hati kondisi kesehatan jemaah dan jangan semua jemaah diperlakukan sama dalam melakukan aktivitas. Terutama sebelum puncak haji. "Sebaiknya aktivitasnya disesuaikan dengan kemampuan fisik masing-masing. Armuzna itu puncak haji, saat itu jemaah harusnya dalam puncak kebugarannya bukan dalam puncak kelelahannya," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan mendirikan klinik di hotel. Di mana setiap jemaah yang lalu lalang akan melewati klinik tersebut. "Tujuannya, kalau mereka mengalami gangguan kesehatan bisa langsung konsultasi kepada tenaga kesehatan," katanya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menugaskan dokter-dokter spesialis di setiap sektor. Mereka ini berada di luar hotel seperti di tempat ibadah agar lebih mendekat kepada jemaah.
"Di situ kita tempatkan dokter-dokter spesialis sehingga bisa langsung diidentifikasi jemaah yang sakit apakah ini bisa dirujuk ke rumah sakit haji indonesia yang sifatnya darurat atau di klinik arab saudi supaya jemaah ini dapat penanganan yang cepat dan tepat," ucapnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda