Melawan Pusaran Badai Pasca-Indonesia Batal Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Sabtu, 01 April 2023 - 12:56 WIB
Sebetulnya, sikap frontal Bung Karno dilakukan sepenuhnya demi kepentingan nasional, merebut kembali Papua. Seperti kata Bung Karno, internasionalisme dan nasionalisme harus berdampingan namun kepentingan nasional harus diutamakan. Internasionaslime tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam bumi nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam tamansari internasionalisme, kata Bung Karno.

Apalagi sejarah mencatat hanya ada 5 negara yang menolak melakukan pertandingan dengan timnas Israel, yakni Indonesia pada saat kualifikasi Piala Dunia 1958 dan Asian Games 1962, pemerintah Mesir dan Turki pada 1958, Pemerintah Iran dan Argentina saat pertandingan ujicoba pada pada 2018. Dengan demikian, sebetulnya tidak terlalu relevan memainkan isu Bung Karno, dan penolakan timnas Israel, karena justru kepentingan nasional menjadi terabaikan.

Faktor kedua adalah tekanan dari kelompok kepentingan berbasiskan massa Islam, yakni Partai Keadilan Sejahtera, Persaudaraan Alumni 212, BDS Indonesia (Boycott, Divestment, and Sanction), Mer-C, Aqsa Workin Group, KISDI, Aliansi Solo Raya, dan PP KAMMI. Ditambah organisasi kemasyaratan dan keagamaan yang mewakili kalangan Islam seperti PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia. Mereka memang memiliki alasan ideologis yang kuat terhadap perjuangan kemerdekaan negara Palestina.

Faktor ketiga adalah koordinasi dan kepemimpinan yang lemah dari menteri-menteri yang terkait secara langsung dengan event dan isu ini. Begitu isu anti-Israel muncul, tidak ada kementerian yang siap mengantisipasinya. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan PSSI saling lempar tangan. PSSI menyatakan urusan diplomasi dan kehadiran timnas Israel adalah urusan diplomatik Kemenlu, sementara Kemenlu menyatakan urusan Piala Dunia U-20 dan tim peserta adalah urusan PSSI semata.

Selain itu, tersirat jelas juga Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, dan Gubernur Bali, tidak dilibatkan dalam rapat-rapat persiapan Piala Dunia U-20. Tidak heran, meski sudah ada perjanjian yang ditandatangani lima kepala daerah yang jadi tuan rumah, dua kepala daerah berani melanggarnya dan Menko PMK baru mendatangi kepala daerah tersebut untuk membujuk setelah mereka menyatakan penolakannya ke publik.

Tampaknya, tidak ada rapat kabinet yang membahas persoalan kisruh timnas Israel ini. Bahkan, saya tidak tahu, apakah syarat-syarat buat Israel ketika tampil bertanding, yang disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy kepada FIFA sudah dibahas di rapat kabinet. Syarat Indonesia ini kemudian ditolak FIFA karena badan ini menganut asas non-diskriminasi.

PSSI juga lalai mengantisipasi kehadiran timnas Israel. Ketika Israel tampil peringkat kedua di Slovakia otomatis mendapatkan tiket. PSSI tidak memandang isu ini menjadi isu penting yang harus diantisipasi di awal.

Alhasil, demi menyelamatkan muka PSSI, Erick Thohir langsung terbang ke Doha, bertemu Presiden FIFA Gianni Infantino, pada Rabu siang. Tampaknya, waktu yang mepet, membuat pertemuan itu tidak mampu mengubah keputusan kolektif yang telah dibuat FIFA. Alhasil, FIFA pada Rabu malam pukul 22.00 waktu setempat, mengumumkan rilis resmi pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah.

Pada pusaran badai pertama ini, kita bersama-sama mengetahui endingnya, yang berujung pada kekecewaan dan kesedihan Presiden Jokowi dan pecinta sepakbola nasional. Ada faktor politik, ada faktor lemahnya koordinasi di internal pemerintahan, ketidaksinkronan langkah, serta faktor kelalaian dan keterlambatan PSSI mengantisipasi isu.

Pusaran Badai Kedua
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More