Ketum PBNU: Piagam PBB Titik Pangkal Segala Macam Perdamaian Secara Syariat
Selasa, 28 Maret 2023 - 01:57 WIB
JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ditandatangani di San Francisco, Amerika Serikat, pada 26 Juni 1945, menjadi titik tolak (titik pangkal) berbagai macam perdamaian secara syariat.
Hanya Piagam PBB yang ditandatangani oleh 50 negara anggota saat itu yang dapat menghentikan perang.
"Titik tolak dari segala macam perdamaian itu secara syariat adalah Piagam PBB. alau tidak ada itu, tidak ada landasannya. Tanpa ada perjanjian itu, ya kita semua tidak pernah meninggalkan kewajiban perang," ujar Gus Yahya.
Hal itu disampaikan Gus Yahya dalam seminar nasional dengan tema "Prospek dan Tantangan Fiqih Peradaban sebagai Solusi Krisis Tata Dunia Global" yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Senin (27/3/2023).
Gus Yahya menjelaskan, Piagam PBB menjadi sebuah perjanjian internasional pertama yang memiliki kesepakatan untuk tidak meneruskan perang, terutama dalam konflik antaridentitas.
Sehingga, dalam muktamar fiqih peradaban yang digelar PBNU beberapa waktu lalu, memutuskan Piagam PBB sah menurut syariat. Isi perjanjian itu dinilai telah mengikat baik kepada entitas-entitas politik maupun pribadi-pribadi muslim di seluruh dunia.
"Ahamdulillah, dalam muktamar internasional jawabannya sah. Piagam PBB sah dari segi isinya, karena tidak melanggar, tidak bertentangan dengan syariat, semuanya sesuai. Sah dari segi penandatanganannya karena melibatkan entitas entitas sosial politik yang secara de facto/de jure memang menjadi pihak dalam pihak negara-negara bangsa," katanya.
Hanya Piagam PBB yang ditandatangani oleh 50 negara anggota saat itu yang dapat menghentikan perang.
"Titik tolak dari segala macam perdamaian itu secara syariat adalah Piagam PBB. alau tidak ada itu, tidak ada landasannya. Tanpa ada perjanjian itu, ya kita semua tidak pernah meninggalkan kewajiban perang," ujar Gus Yahya.
Hal itu disampaikan Gus Yahya dalam seminar nasional dengan tema "Prospek dan Tantangan Fiqih Peradaban sebagai Solusi Krisis Tata Dunia Global" yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Senin (27/3/2023).
Gus Yahya menjelaskan, Piagam PBB menjadi sebuah perjanjian internasional pertama yang memiliki kesepakatan untuk tidak meneruskan perang, terutama dalam konflik antaridentitas.
Sehingga, dalam muktamar fiqih peradaban yang digelar PBNU beberapa waktu lalu, memutuskan Piagam PBB sah menurut syariat. Isi perjanjian itu dinilai telah mengikat baik kepada entitas-entitas politik maupun pribadi-pribadi muslim di seluruh dunia.
"Ahamdulillah, dalam muktamar internasional jawabannya sah. Piagam PBB sah dari segi isinya, karena tidak melanggar, tidak bertentangan dengan syariat, semuanya sesuai. Sah dari segi penandatanganannya karena melibatkan entitas entitas sosial politik yang secara de facto/de jure memang menjadi pihak dalam pihak negara-negara bangsa," katanya.
tulis komentar anda