Komisioner KPU Tak Menyangka Putusan Penundaan Pemilu Jadi Pemersatu Bangsa
Kamis, 09 Maret 2023 - 16:47 WIB
JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Mochammad Afifuddin tak menyangka putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024 menjadi pemersatu bangsa. Pasalnya, para pakar mengecam putusan Hakim Tengku Oyong, H Bakri, dan Dominggus Silaban.
"Alhamdulillah, saya tidak menyangka putusan PN ini menyatukan para pakar. Ini keputusan yang apa, pemersatu bangsa. Istilahnya sekarang begitu pemersatu bangsa," ujar Afifuddin usai kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Dia mengatakan, KPU sedang menyiapkan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dengan mempertimbangkan berbagai usulan para pakar terkait. "Dan akhirnya kita bisa silaturahmi dan belajar banyak hal, istilah-istilah teknis dan lain-lainnya yang menjadi modal kami untuk mematangkan lagi memori banding yang sejatinya sudah siap," ucapnya.
Dia menambahkan, KPU sengaja melaksanakan FGD dengan memanggil sejumlah narasumber dari pakar hukum dan pakar hukum tata negara untuk mendapatkan masukan. "Pesan-pesan yang disampaikan tadi intinya yang saya tangkap adalah meminta KPU untuk percaya diri melakukan tahapan, percaya diri menghadapi vonis PN Jakarta Pusat, dan percaya diri melakukan banding," tuturnya.
Dia pun mengaku banyak belajar dengan pendapat dari para pakar. "Semalam di acara televisi Prof Gayus Lumbuun mengusulkan akta van dading. Jadi ada usul-usulan lain berkembang," ungkapnya.
Meskipun menjadi polemik, dia melihat putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 membuka mata semua pihak terkait proses demokrasi di Indonesia. "Putusan PN Jakarta Pusat ini membuat mata kita terbelalak, dan yang paling penting membuat konsolidasi orang untuk menjaga KPU melaksanakan pemilu sesuai tahapan lima tahunan pada 2024 dan ini penting bagi kami untuk minta kerja sama dan support dari para pakar," pungkasnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Alhamdulillah, saya tidak menyangka putusan PN ini menyatukan para pakar. Ini keputusan yang apa, pemersatu bangsa. Istilahnya sekarang begitu pemersatu bangsa," ujar Afifuddin usai kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Dia mengatakan, KPU sedang menyiapkan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dengan mempertimbangkan berbagai usulan para pakar terkait. "Dan akhirnya kita bisa silaturahmi dan belajar banyak hal, istilah-istilah teknis dan lain-lainnya yang menjadi modal kami untuk mematangkan lagi memori banding yang sejatinya sudah siap," ucapnya.
Dia menambahkan, KPU sengaja melaksanakan FGD dengan memanggil sejumlah narasumber dari pakar hukum dan pakar hukum tata negara untuk mendapatkan masukan. "Pesan-pesan yang disampaikan tadi intinya yang saya tangkap adalah meminta KPU untuk percaya diri melakukan tahapan, percaya diri menghadapi vonis PN Jakarta Pusat, dan percaya diri melakukan banding," tuturnya.
Dia pun mengaku banyak belajar dengan pendapat dari para pakar. "Semalam di acara televisi Prof Gayus Lumbuun mengusulkan akta van dading. Jadi ada usul-usulan lain berkembang," ungkapnya.
Meskipun menjadi polemik, dia melihat putusan PN Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024 membuka mata semua pihak terkait proses demokrasi di Indonesia. "Putusan PN Jakarta Pusat ini membuat mata kita terbelalak, dan yang paling penting membuat konsolidasi orang untuk menjaga KPU melaksanakan pemilu sesuai tahapan lima tahunan pada 2024 dan ini penting bagi kami untuk minta kerja sama dan support dari para pakar," pungkasnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
(rca)
tulis komentar anda