MK Tolak Gugatan Presidential Threshold 20%
Selasa, 28 Februari 2023 - 16:59 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 20% kursi DPR atau 25% suara nasional di pemilu sebelumnya. Aturan ini terdapat dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2023).
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan, Mahkamah telah menguji konstitusional terhadap Pasal 222 sebanyak 27 kali. Dari jumlah itu, lima putusan menyatakan menolak permohonan dan putusan lainnya tidak dapat diterima.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Menurutnya, gugatan yang diajukan Herifuddin tak jauh berbeda dengan putusan sebelumnya terkait ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden.
"Merujuk semua putusan tersebut pada intinya Mahkamah berpendirian bahwa ambang batas pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden konstitusional," kata Saldi.
Untuk diketahui, gugatan presidential threshold yang tergister dengan perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023 dilayangkan guru honorer dari Riau Herifuddin Daulay. Herifuddin juga menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu terkait klausul perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Peraturan tambahan berupa Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i pada UU Pemilu, menurut pemohon, menjadi pokok dasar dari adanya pembatasan pribadi jabatan calon Presiden dan atau Wakil Presiden untuk menjabat lebih dari dua kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun berselang.
Baca juga: PKS Gabung Koalisi Perubahan, Anies: Presidential Threshold 20% Telah Terlampaui
Pemohon berpendapat pembatasan jabatan presiden justru lebih besar mudharat ketimbang manfaatnya. Karena itu, norma yang mengatur pembatasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya dua kali masa jabatan harus dihapus. Dalam petitumnya, pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan untuk menyatakan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2023).
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan, Mahkamah telah menguji konstitusional terhadap Pasal 222 sebanyak 27 kali. Dari jumlah itu, lima putusan menyatakan menolak permohonan dan putusan lainnya tidak dapat diterima.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Menurutnya, gugatan yang diajukan Herifuddin tak jauh berbeda dengan putusan sebelumnya terkait ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden.
"Merujuk semua putusan tersebut pada intinya Mahkamah berpendirian bahwa ambang batas pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden konstitusional," kata Saldi.
Untuk diketahui, gugatan presidential threshold yang tergister dengan perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023 dilayangkan guru honorer dari Riau Herifuddin Daulay. Herifuddin juga menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu terkait klausul perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Peraturan tambahan berupa Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i pada UU Pemilu, menurut pemohon, menjadi pokok dasar dari adanya pembatasan pribadi jabatan calon Presiden dan atau Wakil Presiden untuk menjabat lebih dari dua kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun berselang.
Baca juga: PKS Gabung Koalisi Perubahan, Anies: Presidential Threshold 20% Telah Terlampaui
Pemohon berpendapat pembatasan jabatan presiden justru lebih besar mudharat ketimbang manfaatnya. Karena itu, norma yang mengatur pembatasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya dua kali masa jabatan harus dihapus. Dalam petitumnya, pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan untuk menyatakan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda