Soal RUU HIP: Mendukung Enggan, Menolak Segan
Kamis, 16 Juli 2020 - 07:31 WIB
Sikap pemerintah yang “mengulur waktu” ini makin menegaskan kesan serba salah dalam menghadapi dinamika penolakan RUU HIP. Di satu sisi, pemerintah tidak ingin melawan arus deras penolakan dari kelompok Islam. Namun, di sisi lain, pemerintah ingin menjaga marwah PDI Perjuangan (PDIP) sebagai fraksi yang disebut-sebut sebagai pengusul RUU HIP. Bagaiamanapun, PDIP adalah partai penyokong utama Presiden Jokowi. Jika RUU HIP serta merta dicabut, maka dengan sendirinya itu menghadirkan kekalahan telak bagi PDIP.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, pemerintah memang tidak hitam putih menyikapi RUU HIP. Banyak pertimbangan politik dan untung rugi yang mesti dihitung sebelum mengambil keputusan. Di satu satu sisi masyarakat meminta RUU dibatalkan atau dicabut dari prolegnas, namun disisi lainnya inisiator RUU HIP di tengarai dari PDIP.
“Bagaimana pun PDIP ini partai pemenang pemilu dan tempat bernaungnya presiden,” ujarnya saat dihubungikemarin. (Baca juga: Usia Garuda Diramal HanyaTinggal 4 Tahun Saja)
Adi mengatakan, pernyataan Menko Polhukam kemarin juga memberi makna lain. Pemerintah ingin menegaskan bahwa mereka bukan inisiator RUU HIP.
“Alasannya sederhana, agar ekses negatif atau bola liar RUU ini tidak mengarah ke pemerintah,” katanya.
Dua Alasan
Penolakan atas RUU HIP antara lain dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada beberapa hal yang disoroti di RUU ini, di antaranya tidak masuknya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan partai tersebut sebagai organisasi terlarang. Sehingga, RUU ini mengesankan ingin menghidupakn ideologi komunisme, marxisme, dan leninisme di Indonesia.
RUU HIP juga dinilai telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945.
MUI dengan tegas menolak konsep Trisila dan Ekasila dalam RUU tersebut. Memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”, dinilai sebagai upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri. Bahkan, itu dianggap sebagai upaya melumpuhkan keberadaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagian
Kemarin, pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP dengan dua alasan. Pertama, ingin fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19) yang saat ini angka pasien barunya terus naik dan menimbulkan permasalahan, baik kesehatan maupun ekonomi. Alasan kedua, pemerintah juga merespons masukan dari masyarakat yang menolak RUU ini. Pemerintah merasa perlu menndengar masukan lebih banyak lagi.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, pemerintah memang tidak hitam putih menyikapi RUU HIP. Banyak pertimbangan politik dan untung rugi yang mesti dihitung sebelum mengambil keputusan. Di satu satu sisi masyarakat meminta RUU dibatalkan atau dicabut dari prolegnas, namun disisi lainnya inisiator RUU HIP di tengarai dari PDIP.
“Bagaimana pun PDIP ini partai pemenang pemilu dan tempat bernaungnya presiden,” ujarnya saat dihubungikemarin. (Baca juga: Usia Garuda Diramal HanyaTinggal 4 Tahun Saja)
Adi mengatakan, pernyataan Menko Polhukam kemarin juga memberi makna lain. Pemerintah ingin menegaskan bahwa mereka bukan inisiator RUU HIP.
“Alasannya sederhana, agar ekses negatif atau bola liar RUU ini tidak mengarah ke pemerintah,” katanya.
Dua Alasan
Penolakan atas RUU HIP antara lain dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ada beberapa hal yang disoroti di RUU ini, di antaranya tidak masuknya Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan partai tersebut sebagai organisasi terlarang. Sehingga, RUU ini mengesankan ingin menghidupakn ideologi komunisme, marxisme, dan leninisme di Indonesia.
RUU HIP juga dinilai telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945.
MUI dengan tegas menolak konsep Trisila dan Ekasila dalam RUU tersebut. Memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”, dinilai sebagai upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri. Bahkan, itu dianggap sebagai upaya melumpuhkan keberadaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagian
Kemarin, pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP dengan dua alasan. Pertama, ingin fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19) yang saat ini angka pasien barunya terus naik dan menimbulkan permasalahan, baik kesehatan maupun ekonomi. Alasan kedua, pemerintah juga merespons masukan dari masyarakat yang menolak RUU ini. Pemerintah merasa perlu menndengar masukan lebih banyak lagi.
tulis komentar anda