Jenderal-Jenderal yang Dihukum Karena Salah dan yang Dicopot Karena Benar
Kamis, 16 Juli 2020 - 06:10 WIB
Pada 10 Oktober 2006, PN Jakarta Selatan memvonis Suyitno Landung dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana denda Rp50 juta subsider 6 bulan kurungan. Suyitno dianggap terbukti menerima suap berupa mobil Nissan X-Trail Type ST (standar) seharga Rp247 juta. Suyitno telah bebas sejak 5 Juni 2007 setelah menjalani masa pidana.
Sementara itu Samuel Ismoko divonis PN Jakarta Selatan selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan pada 26 September 2006. Ismoko menerima suap berupa travel cek Rp200 juta dari BNI dan travel cek Rp50 juta dari atasannya. Seluruh travel cek ini diberikan karena keberhasilan Ismoko melakukan penyidikan kasus Deposito On Call (DOC) BPD Bali pada BNI.
Berikutnya Ismoko juga menyetujui pencabutan blokir rekening PT Brocollin International dan menyetujui penjualan aset dalam bentuk tujuh buah sertifikat tanah di Cilincing, Jakarta Utara yang dilakukan oleh Jeffrey Baso selaku Direktur Utama PT Triranu Caraka Pacific. Total hasil penjualan aset itu sejumlah Rp6,3 miliar tapi hanya disetorkan Rp1 miliar ke BNI.
Dalam persidangan, Ismoko membantah dugaan penerimaan Rp15,5 miliar dari Adrian sebagaimana didakwakan dan dituntut JPU.
Perkara atas nama Ismoko sempat naik ke tahap banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim banding mengurangi masa pidananya selama 5 bulan pada Januari 2007. Pada 8 Februari 2007, Ismoko resmi menghirup udara bebas.
Dicopot saat gencar memberantas pembalakan liar
Toh ada juga kisah jenderal polisi yang teguh menjaga integritasnya. Dia adalah Irjen Sutjiptadi. Saat menjabat sebagai Kapolda Riau tahun 2006 ia sangat gigih memberantas pembalakan liar (illegal logging). Dia sangat geram dengan pembalakan liar di Bumi Lancang Kuning yang gundul akibat ulah para cukong. Dalam sebuah seminar bertajuk “Pentingnya Penanganan Illegal Logging dan kepastian hukum” di Hotel Ibis Pekanbaru,September 2007, ia menegaskan dirinya bertanggung jawab melindungi hutan dan kerugian besar bagi masyarakat Indonesia. “Saya ditugaskan ke sini Lillahi ta’ala untuk selamatkan hutan Riau. Sedih hati saya melihat hutan Riau luluh lantak seperti sekarang ini. Akibat dari pembalakan liar, masyarakat yang harus menanggungnya,” ujarnya.
Langkahnya mendapat dukungan besar dari LSM seperti Walhi, masyarakat setempat, tokoh masyarakat Riau. Dari informasi yang digali hampir 1 tahun, akhirnya Sutjiptadi mendapat suatu korelasi antara penguasa serta para pengusaha dan cukong pembalakan liar. Dia menjadi Kapolda Riau pertama yang berani lantang berbicara bahwa pembalakan liar besar-besaran di Riau diduga melibatkanempat bupati dan Gubernur Rusli Zainal (2003-2008 dan 2008-2013).
Dugaan keterlibatan pejabat tinggi didasarkan dari fakta di lapangan bahwakecil kemungkinan pelaku pembalakan liar dalam skala besar berdiri sendiri. Singkat cerita, ia berhasil mengemas 47 kasus pembalakan liar dan memulai penyelidikan terhadap 12 kasus pembalakan liar kelas kakap. Harapan untuk memberantas pembalakkan liar sekaligus menghukum para pelakunya tidak mendapat dukungan yang berarti dari pemerintahan SBY-JK. Menteri Kehutanan MS Kaban yang namanya masuk dalam kasus penerbitan surat izin pembalakkan liar hutan Riau seluas 100 ribu hektare yang merugikan negara Rp 1.2 triliun, tidak terima.
Sutjiptadi mendadak dimutasi bersama petinggi Polri lain pada 2 Mei 2008. Belakangan, Rusli Zainal dijerat dua perkara sekaligus, yakni suap kehutanan dan korupsi proyek PON 2014. PN Riau menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan penjara. Hak politiknya pun dicabut. Putusan ini dikuatkan MA. Namun ia mengajukan Peninjauan Kembali. Hakim agung yang mengadili mengabulkan upaya hukum luar biasa itu. Ia pun mendapat diskon hukuman sebanyak 4 tahun.
Sementara itu Samuel Ismoko divonis PN Jakarta Selatan selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan pada 26 September 2006. Ismoko menerima suap berupa travel cek Rp200 juta dari BNI dan travel cek Rp50 juta dari atasannya. Seluruh travel cek ini diberikan karena keberhasilan Ismoko melakukan penyidikan kasus Deposito On Call (DOC) BPD Bali pada BNI.
Berikutnya Ismoko juga menyetujui pencabutan blokir rekening PT Brocollin International dan menyetujui penjualan aset dalam bentuk tujuh buah sertifikat tanah di Cilincing, Jakarta Utara yang dilakukan oleh Jeffrey Baso selaku Direktur Utama PT Triranu Caraka Pacific. Total hasil penjualan aset itu sejumlah Rp6,3 miliar tapi hanya disetorkan Rp1 miliar ke BNI.
Dalam persidangan, Ismoko membantah dugaan penerimaan Rp15,5 miliar dari Adrian sebagaimana didakwakan dan dituntut JPU.
Perkara atas nama Ismoko sempat naik ke tahap banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim banding mengurangi masa pidananya selama 5 bulan pada Januari 2007. Pada 8 Februari 2007, Ismoko resmi menghirup udara bebas.
Dicopot saat gencar memberantas pembalakan liar
Toh ada juga kisah jenderal polisi yang teguh menjaga integritasnya. Dia adalah Irjen Sutjiptadi. Saat menjabat sebagai Kapolda Riau tahun 2006 ia sangat gigih memberantas pembalakan liar (illegal logging). Dia sangat geram dengan pembalakan liar di Bumi Lancang Kuning yang gundul akibat ulah para cukong. Dalam sebuah seminar bertajuk “Pentingnya Penanganan Illegal Logging dan kepastian hukum” di Hotel Ibis Pekanbaru,September 2007, ia menegaskan dirinya bertanggung jawab melindungi hutan dan kerugian besar bagi masyarakat Indonesia. “Saya ditugaskan ke sini Lillahi ta’ala untuk selamatkan hutan Riau. Sedih hati saya melihat hutan Riau luluh lantak seperti sekarang ini. Akibat dari pembalakan liar, masyarakat yang harus menanggungnya,” ujarnya.
Langkahnya mendapat dukungan besar dari LSM seperti Walhi, masyarakat setempat, tokoh masyarakat Riau. Dari informasi yang digali hampir 1 tahun, akhirnya Sutjiptadi mendapat suatu korelasi antara penguasa serta para pengusaha dan cukong pembalakan liar. Dia menjadi Kapolda Riau pertama yang berani lantang berbicara bahwa pembalakan liar besar-besaran di Riau diduga melibatkanempat bupati dan Gubernur Rusli Zainal (2003-2008 dan 2008-2013).
Dugaan keterlibatan pejabat tinggi didasarkan dari fakta di lapangan bahwakecil kemungkinan pelaku pembalakan liar dalam skala besar berdiri sendiri. Singkat cerita, ia berhasil mengemas 47 kasus pembalakan liar dan memulai penyelidikan terhadap 12 kasus pembalakan liar kelas kakap. Harapan untuk memberantas pembalakkan liar sekaligus menghukum para pelakunya tidak mendapat dukungan yang berarti dari pemerintahan SBY-JK. Menteri Kehutanan MS Kaban yang namanya masuk dalam kasus penerbitan surat izin pembalakkan liar hutan Riau seluas 100 ribu hektare yang merugikan negara Rp 1.2 triliun, tidak terima.
Sutjiptadi mendadak dimutasi bersama petinggi Polri lain pada 2 Mei 2008. Belakangan, Rusli Zainal dijerat dua perkara sekaligus, yakni suap kehutanan dan korupsi proyek PON 2014. PN Riau menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan penjara. Hak politiknya pun dicabut. Putusan ini dikuatkan MA. Namun ia mengajukan Peninjauan Kembali. Hakim agung yang mengadili mengabulkan upaya hukum luar biasa itu. Ia pun mendapat diskon hukuman sebanyak 4 tahun.
tulis komentar anda