Elsam: Menkumham Gagal Atasi Masalah Kepadatan Penghuni Lapas
Rabu, 15 Juli 2020 - 15:19 WIB
JAKARTA - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly jauh panggang dari api. Salah satunya, belum mampu mengatasi kanal-kanal kebijakan punitif yang menyebabkan kepadatan penghuni atau overcrowding lembaga pemasyarakatan (lapas).
Buruknya kinerja politikus PDIP tersebut dianggap sudah cukup menjadi alasan perlunya pergantian posisi menteri. Terlebih lagi, belakangan isu reshuffle kabinet berembus kembali setelah muncul video Presiden Jokowi yang marah dalam rapat kabinet, bulan lalu.
“Kalau memang ada sosok yang lebih baik ya lebih baik diganti. Saya rasa pemerintah kecolongan RKUHP tahun lalu dan soal overcrowding yang tidak kunjung selesai itu cukup untuk jadi alasan,” ujar Staf Advokasi Hukum ELSAM Sekar Banjaran kepada SINDOnews, Selasa (14/7/2020).
(Baca: Apresiasi Bawa Pulang Maria Pauline Lumowa, Menkumham Diingatkan Tangkap Buronan Lain)
Hal itu sekaligus menyikapi cerita Surya Anta, mantan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat yang menuliskan kisahnya melalui cuitan dalam media sosial pribadinya, Minggu (12/7) lalu. Ia membeberkan kondisi buruk pada Rutan Salemba mulai dari kondisi pemenuhan hak dasar WBP yang tidak memadai.
“Persoalan yang diungkapkan bung Surya Anta itu dampak dari kondisi overcrowding lapas. Supaya masalah ini tidak terulang lagi yang harus diselesiakan ya persoalan overcrowding-nya lapas,” ujar dia.
Sekar menyebut Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 11 tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded pada rumah tahanan negara (rutan) dan lapas sudah baik untuk menegakkan HAM. Tetapi, belum cukup untuk mengatasi permasalahan hak asasi yang ada di lapas.
(Baca: Sejumlah Lembaga Desak Reformasi Kebijakan Pidana Terkait Lapas)
Ia juga melihat Dirjen PAS sudah mempunyai itikad baik mengurus masalah tersebut. Namun, permasalahannya itu tidak bisa ditangani sendirian. Menurutnya, perlu ada peran Menkumham untuk menjadi dinamisator supaya ada pembaruan KUHAP, evaluasi menyeluruh terhadap upaya reformasi hukum pidana dalam RKUHP dan undang-undang terkait pidana di luar KUHP, mengefektifkan pidana denda, dan bentuk alternatif pemidanaan non-pemenjaraan lainnya.
“Nah, peran Menkumham sebagai dinamisator juga supaya bisa menjembatani suara dari pemerintah ke DPR, supaya DPR tahu betul problem lapas itu tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan parsial harus ada kebijakan yang holistik pembaharuan hukum pidana melalui tidak hanya RUU Pemasyarakatan saja tetapi juga RUU KUHAP dan RUU KUHP,” terang dia.
Sekar menilai Lapas harus menjadi lembaga yang humanis, ramah HAM supaya bisa mengembalikan martabat narapidana untuk bisa kembali menjalani hidupnya setelah keluar dari bilik bui.
Buruknya kinerja politikus PDIP tersebut dianggap sudah cukup menjadi alasan perlunya pergantian posisi menteri. Terlebih lagi, belakangan isu reshuffle kabinet berembus kembali setelah muncul video Presiden Jokowi yang marah dalam rapat kabinet, bulan lalu.
“Kalau memang ada sosok yang lebih baik ya lebih baik diganti. Saya rasa pemerintah kecolongan RKUHP tahun lalu dan soal overcrowding yang tidak kunjung selesai itu cukup untuk jadi alasan,” ujar Staf Advokasi Hukum ELSAM Sekar Banjaran kepada SINDOnews, Selasa (14/7/2020).
(Baca: Apresiasi Bawa Pulang Maria Pauline Lumowa, Menkumham Diingatkan Tangkap Buronan Lain)
Hal itu sekaligus menyikapi cerita Surya Anta, mantan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat yang menuliskan kisahnya melalui cuitan dalam media sosial pribadinya, Minggu (12/7) lalu. Ia membeberkan kondisi buruk pada Rutan Salemba mulai dari kondisi pemenuhan hak dasar WBP yang tidak memadai.
“Persoalan yang diungkapkan bung Surya Anta itu dampak dari kondisi overcrowding lapas. Supaya masalah ini tidak terulang lagi yang harus diselesiakan ya persoalan overcrowding-nya lapas,” ujar dia.
Sekar menyebut Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 11 tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded pada rumah tahanan negara (rutan) dan lapas sudah baik untuk menegakkan HAM. Tetapi, belum cukup untuk mengatasi permasalahan hak asasi yang ada di lapas.
(Baca: Sejumlah Lembaga Desak Reformasi Kebijakan Pidana Terkait Lapas)
Ia juga melihat Dirjen PAS sudah mempunyai itikad baik mengurus masalah tersebut. Namun, permasalahannya itu tidak bisa ditangani sendirian. Menurutnya, perlu ada peran Menkumham untuk menjadi dinamisator supaya ada pembaruan KUHAP, evaluasi menyeluruh terhadap upaya reformasi hukum pidana dalam RKUHP dan undang-undang terkait pidana di luar KUHP, mengefektifkan pidana denda, dan bentuk alternatif pemidanaan non-pemenjaraan lainnya.
“Nah, peran Menkumham sebagai dinamisator juga supaya bisa menjembatani suara dari pemerintah ke DPR, supaya DPR tahu betul problem lapas itu tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan parsial harus ada kebijakan yang holistik pembaharuan hukum pidana melalui tidak hanya RUU Pemasyarakatan saja tetapi juga RUU KUHAP dan RUU KUHP,” terang dia.
Sekar menilai Lapas harus menjadi lembaga yang humanis, ramah HAM supaya bisa mengembalikan martabat narapidana untuk bisa kembali menjalani hidupnya setelah keluar dari bilik bui.
(muh)
tulis komentar anda