Berikut Sejumlah Penyebab Tumbuhnya Politik Dinasti
Selasa, 14 Juli 2020 - 20:03 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) Andriadi Achmad mengatakan, politik dinasti adalah bentuk dari kekalahan demokrasi. Andriadi menilai, gejala politik dinasti di Indonesia mewabah pascareformasi.
Menurut dia, realitas itu besar kemungkinan disebabkan Pemilu menggunakan metode proporsional terbuka dalam Pileg dan Pilkada serta Pilpres secara langsung. (Baca juga: Merancang Korupsi dari Ranjang)
"Di mana faktor keterpilihan dari kandidat baik di eksekutif melalui pemilihan langsung maupun legislatif melalui suara terbanyak, sehingga cenderung mengandalkan modal popularitas, modal keturunan dan modal finansial," kata Andriadi, Selasa (14/7/2020).
Sehingga kata Andriadi, ideologi atau program kerja kandidat yang bertarung tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan dalam menentukan kemenangan.
"Coba kita lihat di sekitar kita sebagai contoh dinasti politik di kota Bekasi, dimana Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi, Rahmat Effendi (RE), diduga mendorong putri dan kerabatnya untuk maju pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) 2019 lalu, baik di tingkat kota maupun provinsi," ucapnya.
"Untuk DPRD Provinsi Jawa Barat, ada nama Ade Puspita Sari yang merupakan anak kandung RE. Sementara untuk DPRD Kota Bekasi, ada Solecha (adik), Syafei (sepupu) dan Rahmawati (keponakan), maju sebagai caleg. Semuanya maju lewat partai yang sama, yakni Partai Golkar," sambungnya.
(Baca juga: Pilkada Sragen, Demokrat Tepis Isu Politik Dinasti)
Sekadar diketahui, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat ada delapan dari sembilan partai politik yang lolos ke parlemen menyumbang 48 legislator yang memiliki hubungan kekerabatan dengan politikus atau pejabat negara lainnya, yaitu 10 legislator dari PDIP, 9 legislator dari Partai Golkar, 8 legislator dari Partai Nasdem, 6 legislator dari Partai Demokrat, 5 legislator dari Gerindra, lima legislator PAN, 3 legislator PKS dan 2 legislator PKB.
"Politik Dinasti di DPR tumbuh subur, data awal dari Formappi ada sekitar 48 legislator. Akan tetapi, saya berkeyakinan bisa lebih dari data tersebut yang belum teridentifikasi terkait dengan politik dinasti. Selagi politik dinasti masih menggurita, saya agak pesimis dengan kualitas, profesionalitas dan kemampuan sang legislator dalam menjalankan tugas sebagai wakil atau penyambung lidah rakyat. Jangan sampai menjadi penyambung lidah dinasti keluarganya," kata Andriadi.
Menurut dia, realitas itu besar kemungkinan disebabkan Pemilu menggunakan metode proporsional terbuka dalam Pileg dan Pilkada serta Pilpres secara langsung. (Baca juga: Merancang Korupsi dari Ranjang)
"Di mana faktor keterpilihan dari kandidat baik di eksekutif melalui pemilihan langsung maupun legislatif melalui suara terbanyak, sehingga cenderung mengandalkan modal popularitas, modal keturunan dan modal finansial," kata Andriadi, Selasa (14/7/2020).
Sehingga kata Andriadi, ideologi atau program kerja kandidat yang bertarung tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan dalam menentukan kemenangan.
"Coba kita lihat di sekitar kita sebagai contoh dinasti politik di kota Bekasi, dimana Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi, Rahmat Effendi (RE), diduga mendorong putri dan kerabatnya untuk maju pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) 2019 lalu, baik di tingkat kota maupun provinsi," ucapnya.
"Untuk DPRD Provinsi Jawa Barat, ada nama Ade Puspita Sari yang merupakan anak kandung RE. Sementara untuk DPRD Kota Bekasi, ada Solecha (adik), Syafei (sepupu) dan Rahmawati (keponakan), maju sebagai caleg. Semuanya maju lewat partai yang sama, yakni Partai Golkar," sambungnya.
(Baca juga: Pilkada Sragen, Demokrat Tepis Isu Politik Dinasti)
Sekadar diketahui, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencatat ada delapan dari sembilan partai politik yang lolos ke parlemen menyumbang 48 legislator yang memiliki hubungan kekerabatan dengan politikus atau pejabat negara lainnya, yaitu 10 legislator dari PDIP, 9 legislator dari Partai Golkar, 8 legislator dari Partai Nasdem, 6 legislator dari Partai Demokrat, 5 legislator dari Gerindra, lima legislator PAN, 3 legislator PKS dan 2 legislator PKB.
"Politik Dinasti di DPR tumbuh subur, data awal dari Formappi ada sekitar 48 legislator. Akan tetapi, saya berkeyakinan bisa lebih dari data tersebut yang belum teridentifikasi terkait dengan politik dinasti. Selagi politik dinasti masih menggurita, saya agak pesimis dengan kualitas, profesionalitas dan kemampuan sang legislator dalam menjalankan tugas sebagai wakil atau penyambung lidah rakyat. Jangan sampai menjadi penyambung lidah dinasti keluarganya," kata Andriadi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda