DPR Soroti Persaingan BPJPH dengan MUI soal Sertifikasi Produk Halal
Selasa, 14 Juli 2020 - 13:45 WIB
JAKARTA - Komisi VIII DPR menyoroti soal persaingan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberikan sertifikasi halal . Terlebih, BPJPH dinilai kurang memiliki gaung dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai leading sector sertifikasi produk halal yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Hal ini, disampaikan sejumlah anggota Komisi VIII DPR dengan Kepala BPJPH Sukoso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR dengan BPJPH Kemenag di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/7/2020).
"Sertifikasi halal yang semula digarap MUI yang selama itu voluntary, sejak 17 Oktober 2019 menjadi mandatory atau wajib tapi gaungnya masih datar-datar saja, bahkan saya tidak bisa mebedakan label halal yang dikeluarkan BPJPH atau MUI karena keduanya berlaku," kata anggota Fraksi Partai Demokrat Nanang Samodra dalam RDP.( )
Nanang melihat, kendala lembaga pemeriksa halal dan verifikasi karena adanya kesan saya MUI belum ikhlas dalam menyerahkan kewenangan itu kepada BPJPH. Namun, dia berharap firasatnya salah. Tapi nyatanya, MUI menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar bagaimana supaya kewenangan ini kembali ke MUI. Kemudian, ada dua NGO yakni Halal Institute dan Indonesia Halal Watch yang nampak terbelah dukungannya kepada dua lembaga ini.
Karena itu, dia menyarankan agar BPJPH melakukan pendekatan internal dengan MUI. Karena, kalau perselisihan ini terus terjadi maka tidak akan terlihat hasil perkembangannya di masyarakat. Karena, masyarakat justru menjadi bingung. Dan lagi, BPJPH tidak terlihat gaungnya padahal anggaran sudah berjalan di tahun ke-3. Informasi soal biaya sertifikasi, syarat dan alurnya pun tidak ada di website halal.go.id.
"Pendekatan pribadi atau persuasif dilakukan BPJPH dengan MUI, sharing dengan MUI diberikan peran apa, tidak saling gugat, begitu BPJPH keluarkan LPH di Sucofindo dengan Unhas menggugat karena tidak diajak berunding, di sini berkilah ajak berunding, siapa di mana harus jelas. Harus ada pendekatan yang bagus antara BPJPH dengan MUI memuluskan ini," katanya.( )
Kemudian, anggota Fraksi PDIP Samsu Niang juga mengkritik BPJPH yang tak kunjung menunjukkan gaungnya sejak awal dibentuk. Sementara, MUI masih menunjukkan sikap seakan masih kewenangan dan tanggung jawab tentang sertifikasi halal ini sehingga, BPJPH ini nampak seperti banci.
"Belum ada gregetnya karen adanya MUI yang masih seakan-akan punya kewenangan dan tanggung jawab akan program ini sehingga program bapak kelihatan banci gitu, tidak ada apa-apanya," kata Samsu dalam kesempatan sama.
Sehingga fakta di lapangan, dia melanjutkan, semua yang hendak mengajukan izin produk halal itu langsung ke MUI bukan ke BPJPH. Apalagi, segala izin tertulis termasuk untuk menjadi auditor harus ada fatwa MUI, semua izin dari MUI sehingga BPJPH ini tampak tidak ada gunanya dan Kemenag jadi proses administrasi saja.
"Perlu sinergi MUI dengan lembaga bapak, karena sampai kapan pun bapak tidak bisa berbuat apa-apa. Ini yang bapak perlu komunikasi dengan baik supaya lembaga bapak diakui masyarakat bawah karena selama ini izin-izin ke MUI bukan ke lembaga bapak," katanya.
Hal ini, disampaikan sejumlah anggota Komisi VIII DPR dengan Kepala BPJPH Sukoso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VIII DPR dengan BPJPH Kemenag di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/7/2020).
"Sertifikasi halal yang semula digarap MUI yang selama itu voluntary, sejak 17 Oktober 2019 menjadi mandatory atau wajib tapi gaungnya masih datar-datar saja, bahkan saya tidak bisa mebedakan label halal yang dikeluarkan BPJPH atau MUI karena keduanya berlaku," kata anggota Fraksi Partai Demokrat Nanang Samodra dalam RDP.( )
Nanang melihat, kendala lembaga pemeriksa halal dan verifikasi karena adanya kesan saya MUI belum ikhlas dalam menyerahkan kewenangan itu kepada BPJPH. Namun, dia berharap firasatnya salah. Tapi nyatanya, MUI menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar bagaimana supaya kewenangan ini kembali ke MUI. Kemudian, ada dua NGO yakni Halal Institute dan Indonesia Halal Watch yang nampak terbelah dukungannya kepada dua lembaga ini.
Karena itu, dia menyarankan agar BPJPH melakukan pendekatan internal dengan MUI. Karena, kalau perselisihan ini terus terjadi maka tidak akan terlihat hasil perkembangannya di masyarakat. Karena, masyarakat justru menjadi bingung. Dan lagi, BPJPH tidak terlihat gaungnya padahal anggaran sudah berjalan di tahun ke-3. Informasi soal biaya sertifikasi, syarat dan alurnya pun tidak ada di website halal.go.id.
"Pendekatan pribadi atau persuasif dilakukan BPJPH dengan MUI, sharing dengan MUI diberikan peran apa, tidak saling gugat, begitu BPJPH keluarkan LPH di Sucofindo dengan Unhas menggugat karena tidak diajak berunding, di sini berkilah ajak berunding, siapa di mana harus jelas. Harus ada pendekatan yang bagus antara BPJPH dengan MUI memuluskan ini," katanya.( )
Kemudian, anggota Fraksi PDIP Samsu Niang juga mengkritik BPJPH yang tak kunjung menunjukkan gaungnya sejak awal dibentuk. Sementara, MUI masih menunjukkan sikap seakan masih kewenangan dan tanggung jawab tentang sertifikasi halal ini sehingga, BPJPH ini nampak seperti banci.
"Belum ada gregetnya karen adanya MUI yang masih seakan-akan punya kewenangan dan tanggung jawab akan program ini sehingga program bapak kelihatan banci gitu, tidak ada apa-apanya," kata Samsu dalam kesempatan sama.
Sehingga fakta di lapangan, dia melanjutkan, semua yang hendak mengajukan izin produk halal itu langsung ke MUI bukan ke BPJPH. Apalagi, segala izin tertulis termasuk untuk menjadi auditor harus ada fatwa MUI, semua izin dari MUI sehingga BPJPH ini tampak tidak ada gunanya dan Kemenag jadi proses administrasi saja.
"Perlu sinergi MUI dengan lembaga bapak, karena sampai kapan pun bapak tidak bisa berbuat apa-apa. Ini yang bapak perlu komunikasi dengan baik supaya lembaga bapak diakui masyarakat bawah karena selama ini izin-izin ke MUI bukan ke lembaga bapak," katanya.
(abd)
tulis komentar anda