Indonesia Halal Watch: Sertifikasi Halal Tetap Harus lewat LPPOM MUI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Advokasi Halal atau Indonesia Halal Watch menyatakan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI dalam proses sertifikasi halal harus dipertahankan. Sebab pada dasarnya sertifikat halal merupakan fatwa tertulis dari Komisi Fatwa MUI atas produk yang dinyatakan halal.
Ada tiga dasar hukum mengenai hal ini, yaitu Keputusan Menteri Agama No. 982/2019 perihal Layanan Sertifikasi Halal, Keputusan Menteri Agama Nomor 519/2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal, dan Keputusan Menteri Agama No.518/2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.
”Selama belum dicabut maka MUI dan LPPOM MUI tetap dapat menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan menerbitkan fatwa halal tertulis,” terang Direktur Eksekutif Ikhsan Abdullah melalui pernyataan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (8/7/2020).
(Baca: Indonesia Halal Watch Nilai RUU Cipta Kerja Berpotensi Menjadi RUU Cilaka)
Menurut Ikhsan, keberadaan MUI berikut LPPOM-nya makin punya alasan kuat untuk dipertahankan mengingat fakta bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum siap menggantikan peran tersebut. Sebut saja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dibuka BPJPH sejak 17 Oktober 2019.
”Pelaksanaannya sangat jauh dari harapan masyarakat, bahkan ketidaksiapan tersebut mengakibatkan delay dan terhambatnya proses sertifikasi halal bagi dunia usaha dan industry,” ujar dia.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Indonesia Halal Watch, ada tiga hal yang menjadi penyebab kurang optimalnya peran BPJPH. Pertama, petugas PTSP yang tidak dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan cukup soal proses tahapan registrasi sampai sertifikat halal diterbitkan.
(Baca: KH Cholil Nafis: Paradoks! Orang Tidak Tes Disuruh Tes, Mau Tes Diminta Bayar)
Kedua, form BPJPH berbeda untuk registasi halal Perusahaan dan untuk UKM. Dan ketiga, ketika petugas PTSP tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan UKM bagaimana melakukan registrasi.
Ikhsan mengungkapkan, ada petugas yang menjawab UKM dapat mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat. Sayangnya, ketika UKM mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama, petugasnya sama sekali tidak siap.
”Situasi ini meresahkan dunia usaha dan masyarakat, terutama karena kebutuhan konsumsi produk halal semakin meningkat,” katanya.
Kondisi tersebut lalu direspons Kementerian Agama yang merasa harus mengembalikan sementara sertifikasi halal kepada MUI dengan sistem pendaftaran yang pararel. Dengan kata lain, BPJPH membuka registrasi online sedangkan LPPOM MUI tetap menjalankan fungsinya registrasi sampai penerbitan sertifikat halal.
Lihat Juga: Haikal Hassan Wajibkan Produk Diperjualbelikan Bersertifikasi Halal, Mahfud MD: Beragama Jadi Terasa Sulit
Ada tiga dasar hukum mengenai hal ini, yaitu Keputusan Menteri Agama No. 982/2019 perihal Layanan Sertifikasi Halal, Keputusan Menteri Agama Nomor 519/2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal, dan Keputusan Menteri Agama No.518/2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.
”Selama belum dicabut maka MUI dan LPPOM MUI tetap dapat menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan menerbitkan fatwa halal tertulis,” terang Direktur Eksekutif Ikhsan Abdullah melalui pernyataan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (8/7/2020).
(Baca: Indonesia Halal Watch Nilai RUU Cipta Kerja Berpotensi Menjadi RUU Cilaka)
Menurut Ikhsan, keberadaan MUI berikut LPPOM-nya makin punya alasan kuat untuk dipertahankan mengingat fakta bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum siap menggantikan peran tersebut. Sebut saja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dibuka BPJPH sejak 17 Oktober 2019.
”Pelaksanaannya sangat jauh dari harapan masyarakat, bahkan ketidaksiapan tersebut mengakibatkan delay dan terhambatnya proses sertifikasi halal bagi dunia usaha dan industry,” ujar dia.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Indonesia Halal Watch, ada tiga hal yang menjadi penyebab kurang optimalnya peran BPJPH. Pertama, petugas PTSP yang tidak dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan cukup soal proses tahapan registrasi sampai sertifikat halal diterbitkan.
(Baca: KH Cholil Nafis: Paradoks! Orang Tidak Tes Disuruh Tes, Mau Tes Diminta Bayar)
Kedua, form BPJPH berbeda untuk registasi halal Perusahaan dan untuk UKM. Dan ketiga, ketika petugas PTSP tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan UKM bagaimana melakukan registrasi.
Ikhsan mengungkapkan, ada petugas yang menjawab UKM dapat mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat. Sayangnya, ketika UKM mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama, petugasnya sama sekali tidak siap.
”Situasi ini meresahkan dunia usaha dan masyarakat, terutama karena kebutuhan konsumsi produk halal semakin meningkat,” katanya.
Kondisi tersebut lalu direspons Kementerian Agama yang merasa harus mengembalikan sementara sertifikasi halal kepada MUI dengan sistem pendaftaran yang pararel. Dengan kata lain, BPJPH membuka registrasi online sedangkan LPPOM MUI tetap menjalankan fungsinya registrasi sampai penerbitan sertifikat halal.
Lihat Juga: Haikal Hassan Wajibkan Produk Diperjualbelikan Bersertifikasi Halal, Mahfud MD: Beragama Jadi Terasa Sulit
(muh)